Saturday, 4 February 2017

KS ACARA PIDANA


ARTIKEL MENGENAI KASUS KORUPSI YANG  MENJERAT IRMAN GUSMAN
Melalui konferensi pers resmi di Gedung KPK, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bahwa mereka telah menetapkan tiga orang tersangka, yaitu XSS dan MNI sebagai terduga pemberi suap dan IG sebagai terduga penerima suap. Petugas KPK juga mengamankan uang senilai Rp100 juta dalam bungkusan yang menurut Agus, "(berada) di dalam rumah, petugas KPK meminta Pak IG menyerahkan bungkusan yang diduga merupakan pemberian dari XSS dan MNI". Wakil Ketua KPK Laode Syarief menambahkan bahwa penyidik KPK sengaja menunggu terduga pemberi suap keluar dari dalam rumah IG, lalu "pemberi ditangkap di mobilnya, lalu dminta untuk menemani penyidik KPK masuk, lalu penyidik minta uang tersebut, bahkan uang itu diambil dari dalam kamar tidur yang bersangkutan (IG)."
Agus Rahardjo juga menyatakan bahwa pemberian terhadap IG disebut "terkait pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog terhadap CV SB pada 2016 untuk provinsi Sumbar". Berdasarkan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK, menurutnya, memutuskan peningkatan perkara jadi penyidikan dan menetapkan tiga tersangka.
Dalam kronologinya, Agus menjelaskan bahwa penangkapan dilakukan pada sekitar pukul 01.00 WIB. Selain melakukan operasi tangkap tangan terkait kuota gula impor, XSS diduga juga memberikan uang sejumlah Rp365 juta bagi FZL, seorang jaksa yang menangani kasus hukum XSS di Pengadilan Tinggi Padang, namun "dalam proses persidangan FZL bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum XSS," ujar Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK.
Sementara itu, Laode Syarief juga menambahkan bahwa, terkait 'pernyataan klarifikasi' yang disampaikan oleh akun Twitter Irman Gusman, "Saya meminta penghentian operasi dari Twitter yang bersangkutan karena memutar balik fakta yang sebenarnya. Semua prosedur penangkapan sudah sesuai SOP dan perkembangan yang berlaku, semua operasi tangkap tangan ini direkam secara profesional oleh penyidik-penyidik KPK sehingga semua informasi yang seakan bertentangan dengan fakta ini adalah bohong adanya."
Menurut Laode, IG tidak mendapat akses HP ataupun Twitter, dan akun tersebut dioperasikan oleh stafnya. Meski banyak pihak menganggap nominal suap itu terlalu kecil dibanding harta kekayaan Irman, Yuyuk menegaskan, KPK harus tetap bertindak apabila mengetahui adanya praktik korupsi yang dilakukan penyelenggara negara.
"Dia (Irman Gusman) ditangkap karena dugaan terlibat dalam kasus korupsi dan statusnya sebagai penyelenggara negara. Nominal tidak berpengaruh," kata Yuyuk saat dihubungi, Senin (19/9/2016). Pengacara keluarga Irman Gusman, Tommy Singh, menganggap janggal tuduhan penerimaan suap oleh kliennya. Menurut dia, tak mungkin Irman menerima suap yang bilangannya kecil, hanya Rp 100 juta. "Saya pikir secara material kasus ini buat saya sedikit lucu. Angkanya kecil sekali. Bukan kelas Pak Irman-lah," ujar Tommy di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (17/9/2016).
Namun, Tommy membantah kliennya biasa menerima uang yang jumlahnya lebih tinggi. Hanya, menurut Tommy, tak masuk akal jika Irman mau menerima uang untuk memenuhi permintaan Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto. Adapun Sutanto diduga menyuap Irman agar dia memberi rekomendasi kepada Bulog untuk memberikan jatah impor gula kepada perusahaannya di Sumatera Barat.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, dalam kasus suap jaksa, Sutanto menyerahkan uang sebesar Rp 365 juta. Tujuannya, agar membantu perkara pidana yang disidangkan di Pengadilan Negeri di Padang. Farizal tak hanya berperan sebagai jaksa. FZL bertindak seolah penasihat hukum XSS, membuat eksepsi, dan membawa saksi yang menguntungkan. Kemudian, Sutanto pun menyuap Irman agar dia memberi rekomendasi kepada Bulog untuk memberikan jatah impor gula kepada perusahaannya di Sumatera Barat. Pada malam penangkapan, Sutanto menyerahkan Rp 100 juta kepada Irman di rumah dinasnya.
Sutanto merencanakan penyuapan kepada Irman bersama istrinya, Memi. Setelah melakukan pemeriksaan intensif, 
KPK menetapkan Irman, Sutanto, Memi, dan jaksa Farizal sebagai tersangka.
Sutanto dan Memi sebagai pemberi disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Irman dan Farizal sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999.
Akibatnya dari kasus ini citra lembaga DPD tercoreng oleh corengan hitam. Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD AM Fatwa menegaskan berdasarkan tata tertib di lembaganya, maka terhadap pimpinan yang tertangkap karena kasus mesti menanggalkan jabatannya. Sebaliknya bila tidak mengundurkan diri, maka bakal dicopot dari jabatan Ketua DPD. Bahkan terancam pula diberhentikan dari keangotaan DPD.
Pasal 303 ayat (3) UU No.42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) menyebutkan,“Anggota DPD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 302 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPD”. Sedangkan Pasal 302 ayat (3) menyatakan,” Anggota DPD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme”.
Menurutnya kepastian dicopotnya dari Ketua DPD berdasarkan perintah dari tata tertib di DPD. Yakni, keharusan diberhentikan. Pasalnya status hukum Irman sudah menjadi tersangka di KPK. Menjaga nama baik lembaga, maka diperlukan orang baru yang bersih yang bakal duduk di kursi nomor satu di DPD. “Karena itu sudah ada perintah dari Tatib, maka harus diberhentikan. Karena sudah dinyatakan sebagai tersangka,” ujarnya di Gedung DPD, Senin (19/9).
Fatwa mengatakan sudah menunggu inisiatif dari pihak keluarga Irman untuk mengajukan permohonan pengunduran diri. Menurutnya, langkah tersebut semestinya segera diambil pihak keluarga sebagai upaya menghindari pemberhentian dengan tidak hormat. Meskipun Fatwa sudah menyambangi KPK, namun tak juga dapat bertemu Irman yang kala itu menjalani pemeriksaan.
Pasal 313 ayat (1) menyatakan, “Anggota DPD diberhentikan sementara karena: a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; atau b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus”.
Sedangkan ayat (2) menyatakan, “Dalam hal anggota DPD dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPD yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota DPD”.
Anggota Komisi III Ruhut Sitompul sependapat dengan pandangan AM Fatwa. Menurutnya, Irman mesti mundur dari jabatan yang disadang saat ini, sebagai Ketua DPD. Sebab bila Ketua DPD dijbat oleh orang yang berstatus tersangka bakal menjadi cibiran masyarakat. Terlebih, UU MD3 mengharuskan anggota dewan yang berstatus terdakwa mesti diberhentikan sementara.
Namun, mesti Irman masih berstatus hukum tersangka, bukan tidak mungkin membuat gerah sebagian anggota DPD agar segera mencopot jabatan Ketua DPD. Setidaknya, Irman mesti lengser secara suka rela atau mesti dipaksa lengser dari kursi Ketua DPD. “Irman harus tahu diri, harus mundur,” pungkas politisi Partai Demokrat itu. Siapapun bisa terjerat kasus korupsi, mulai dari pejabat di tingkat bawah hingga atas sehingga masing-masing pihak harus pintar menjaga diri dan tidak melakukan pelanggaran hukum.

SUMBER: