ARTIKEL
MENGENAI KASUS KORUPSI YANG MENJERAT IRMAN
GUSMAN
Melalui
konferensi pers resmi di Gedung KPK, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bahwa
mereka telah menetapkan tiga orang tersangka, yaitu XSS dan MNI sebagai terduga
pemberi suap dan IG sebagai terduga penerima suap. Petugas KPK juga mengamankan uang senilai
Rp100 juta dalam bungkusan yang menurut Agus, "(berada) di dalam rumah,
petugas KPK meminta Pak IG menyerahkan bungkusan yang diduga merupakan
pemberian dari XSS dan MNI". Wakil
Ketua KPK Laode Syarief menambahkan bahwa penyidik KPK sengaja menunggu terduga
pemberi suap keluar dari dalam rumah IG, lalu "pemberi ditangkap di
mobilnya, lalu dminta untuk menemani penyidik KPK masuk, lalu penyidik minta
uang tersebut, bahkan uang itu diambil dari dalam kamar tidur yang bersangkutan
(IG)."
Agus
Rahardjo juga menyatakan bahwa pemberian terhadap IG disebut "terkait
pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog terhadap CV SB pada 2016
untuk provinsi Sumbar". Berdasarkan
pemeriksaan dan gelar perkara, KPK, menurutnya, memutuskan peningkatan perkara
jadi penyidikan dan menetapkan tiga tersangka.
Dalam
kronologinya, Agus menjelaskan bahwa penangkapan dilakukan pada sekitar pukul
01.00 WIB. Selain melakukan
operasi tangkap tangan terkait kuota gula impor, XSS diduga juga memberikan
uang sejumlah Rp365 juta bagi FZL, seorang jaksa yang menangani kasus hukum XSS
di Pengadilan Tinggi Padang, namun "dalam proses persidangan FZL bertindak
seolah-olah sebagai penasihat hukum XSS," ujar Alexander Marwata, Wakil
Ketua KPK.
Sementara
itu, Laode Syarief juga menambahkan bahwa, terkait 'pernyataan klarifikasi'
yang disampaikan oleh akun Twitter Irman Gusman, "Saya meminta penghentian
operasi dari Twitter yang bersangkutan karena memutar balik fakta yang
sebenarnya. Semua prosedur penangkapan sudah sesuai SOP dan perkembangan yang
berlaku, semua operasi tangkap tangan ini direkam secara profesional oleh
penyidik-penyidik KPK sehingga semua informasi yang seakan bertentangan dengan
fakta ini adalah bohong adanya."
Menurut
Laode, IG tidak mendapat akses HP ataupun Twitter, dan akun tersebut
dioperasikan oleh stafnya. Meski
banyak pihak menganggap nominal suap itu terlalu kecil dibanding harta kekayaan
Irman, Yuyuk menegaskan, KPK harus tetap bertindak apabila mengetahui adanya
praktik korupsi yang dilakukan penyelenggara negara.
"Dia
(Irman Gusman)
ditangkap karena dugaan terlibat dalam kasus korupsi dan statusnya sebagai
penyelenggara negara. Nominal tidak berpengaruh," kata Yuyuk saat
dihubungi, Senin (19/9/2016). Pengacara
keluarga Irman Gusman,
Tommy Singh, menganggap janggal tuduhan penerimaan suap oleh kliennya. Menurut dia, tak mungkin Irman menerima
suap yang bilangannya kecil, hanya Rp 100 juta. "Saya
pikir secara material kasus ini buat saya sedikit lucu. Angkanya kecil sekali.
Bukan kelas Pak Irman-lah," ujar Tommy di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu
(17/9/2016).
Namun,
Tommy membantah kliennya biasa menerima uang yang jumlahnya lebih tinggi. Hanya, menurut Tommy, tak masuk akal jika
Irman mau menerima uang untuk memenuhi permintaan Direktur Utama CV Semesta
Berjaya, Xaveriandy Sutanto. Adapun
Sutanto diduga menyuap Irman agar dia memberi rekomendasi kepada Bulog untuk
memberikan jatah impor gula kepada perusahaannya di Sumatera Barat.
Wakil
Ketua KPK Alexander
Marwata mengatakan, dalam kasus suap jaksa, Sutanto menyerahkan uang sebesar Rp
365 juta. Tujuannya, agar membantu perkara pidana yang disidangkan di
Pengadilan Negeri di Padang. Farizal
tak hanya berperan sebagai jaksa. FZL bertindak seolah penasihat hukum XSS,
membuat eksepsi, dan membawa saksi yang menguntungkan. Kemudian, Sutanto pun menyuap Irman agar
dia memberi rekomendasi kepada Bulog untuk memberikan jatah impor gula kepada
perusahaannya di Sumatera Barat. Pada
malam penangkapan, Sutanto menyerahkan Rp 100 juta kepada Irman di rumah
dinasnya.
Sutanto merencanakan penyuapan kepada Irman bersama istrinya, Memi. Setelah melakukan pemeriksaan intensif, KPK menetapkan Irman, Sutanto, Memi, dan jaksa Farizal sebagai tersangka.
Sutanto merencanakan penyuapan kepada Irman bersama istrinya, Memi. Setelah melakukan pemeriksaan intensif, KPK menetapkan Irman, Sutanto, Memi, dan jaksa Farizal sebagai tersangka.
Sutanto
dan Memi sebagai pemberi disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal
13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP. Sementara Irman
dan Farizal sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau
Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999.
Akibatnya
dari kasus ini citra lembaga DPD tercoreng oleh corengan hitam. Ketua Badan
Kehormatan (BK) DPD AM Fatwa menegaskan berdasarkan tata tertib di lembaganya,
maka terhadap pimpinan yang tertangkap karena kasus mesti menanggalkan
jabatannya. Sebaliknya bila tidak mengundurkan diri, maka bakal dicopot dari
jabatan Ketua DPD. Bahkan terancam pula diberhentikan dari keangotaan DPD.
Pasal
303 ayat (3) UU No.42 Tahun 2014 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) menyebutkan,“Anggota DPD yang terbukti
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 302 ayat (3) berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi
pemberhentian sebagai anggota DPD”. Sedangkan Pasal 302 ayat (3)
menyatakan,” Anggota DPD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme”.
Menurutnya
kepastian dicopotnya dari Ketua DPD berdasarkan perintah dari tata tertib di
DPD. Yakni, keharusan diberhentikan. Pasalnya status hukum Irman sudah menjadi
tersangka di KPK. Menjaga nama baik lembaga, maka diperlukan orang baru yang
bersih yang bakal duduk di kursi nomor satu di DPD. “Karena itu sudah ada
perintah dari Tatib, maka harus diberhentikan. Karena sudah dinyatakan sebagai
tersangka,” ujarnya di Gedung DPD, Senin (19/9).
Fatwa
mengatakan sudah menunggu inisiatif dari pihak keluarga Irman untuk mengajukan
permohonan pengunduran diri. Menurutnya, langkah tersebut semestinya segera
diambil pihak keluarga sebagai upaya menghindari pemberhentian dengan tidak
hormat. Meskipun Fatwa sudah menyambangi KPK, namun tak juga dapat bertemu
Irman yang kala itu menjalani pemeriksaan.
Pasal
313 ayat (1) menyatakan, “Anggota DPD diberhentikan sementara karena: a.
menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun; atau b. menjadi terdakwa dalam perkara
tindak pidana khusus”.
Sedangkan
ayat (2) menyatakan, “Dalam
hal anggota DPD dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPD yang
bersangkutan diberhentikan sebagai anggota DPD”.
Anggota
Komisi III Ruhut Sitompul sependapat dengan pandangan AM Fatwa. Menurutnya,
Irman mesti mundur dari jabatan yang disadang saat ini, sebagai Ketua DPD.
Sebab bila Ketua DPD dijbat oleh orang yang berstatus tersangka bakal menjadi
cibiran masyarakat. Terlebih, UU MD3 mengharuskan anggota dewan yang berstatus
terdakwa mesti diberhentikan sementara.
Namun,
mesti Irman masih berstatus hukum tersangka, bukan tidak mungkin membuat gerah
sebagian anggota DPD agar segera mencopot jabatan Ketua DPD. Setidaknya, Irman
mesti lengser secara suka rela atau mesti dipaksa lengser dari kursi Ketua DPD.
“Irman harus tahu diri, harus mundur,” pungkas politisi Partai Demokrat itu. Siapapun bisa terjerat kasus
korupsi, mulai dari pejabat di tingkat bawah hingga atas sehingga masing-masing
pihak harus pintar menjaga diri dan tidak melakukan pelanggaran hukum.
SUMBER:
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/09/18/ini-kronoligi-penangkapan-irman-gusman diakses pada tanggal 20 september 2016 pukul 13.00
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57ddc9d90024f/pengacara-irman-gusman--kasus-ini-lucu diakses pada tanggal 20 september 2016 pukul 13.07
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57dfa689e4755/irman-gusman-terancam-dipecat-dari-jabatan-ketua-dpd diakses pada tanggal 20 september 2016 pukul 13.15
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57ddc5669880a/skandal-suap-kuota-impor-gula--libatkan-ketua-dpd--jaksa-tinggi--dan-pebisnis diakses pada tanggal 20 september 2016 pukul 13.17