Monday, 9 February 2015

MAKALAH HUKUM PERBANKAN

HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN NASABAH DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PELANGGARAN RAHASIA BANK

PERBANKAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Perbankan merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi di Indonesia yang mempunyai fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang diatur dalam Pasal 3 Undang-undang No 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Di dalam sistem hukum Indonesia, segala bentuk praktek perbankan berdasar kepada prinsip-prinsip yang terkandung dalam ideologi negara Indonesia yakni Pancasila dan Tujuan Negara Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945.


Pengakuan yuridis formal mengenai eksistensi perbankan dimulai sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan dan selanjutnya dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Sebagai badan usaha, kehadiran bank di masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam proses pembangunan nasional. Arti dan peran perbankan terlihat dari pengertian bank itu sendiri yakni badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta dan negara. Berkaitan dengan sistem keuangan yang dianut di Indonesia, terdiri dari sistem keuangan moneter dan lembaga keuangan lainnya. Sistem keuangan moneter terdiri atas otoritas moneter dan sistem Bank Umum (commercial bank). Otoritas moneter sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia jo. Undang-Undang No. 3 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999. Secara tegas menyatakan bahwa Bank Indonesia adalah penanggung jawab otoritas kebijakan moneter yang biasanya disebut otoritas moneter. Sebagai otoritas moneter Bank Indonesia berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Disamping otoritas moneter, sistem bank umum yang merupakan bagian dari sistem perbankan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992 jo. Undang-undang no. 10tahun 1998 tentang perbankan, ini berarti bahwa sistem moneter berhubungan erat dengan bank sentral dan lembaga keuangan bank. Selain sistem keuangan bank, sistem keuangan non bank juga merupakan bagian dari sistem keuangan.
Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa lainnya, bank berperan serta dalam mekanisme pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Prasarana perbankan Indonesia setelah reformasi mengalami perkembangan yang sangat cepat. Untuk mengatasi sengketa atau permasalah hukum yang terjadi dalam perbankan maka terdapat upaya penyelsaian yang sering dikenallitigas dan non litigasi.
Upaya hukum litigasi merupakan penyelsaian melalui pengadilan, sedangkan non litigasi merupakan upaya penyelsaian sengketa diluar pengadilan yang terdiri dari mediasi, konsolidasi dan arbitrase. Oleh karena itu, diatur mengenai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Di antaranya adalah arbitrase dan mediasi seperti yang diatur dalam UU No.30 tahun 1999. Pengaturan Mediasi di pengadilan diatur dalam PERMA No.2 tahun 2003. Sedangkan Mediasi Perbankan diatur dalam PBI No. 8/5/PBI/2006.

A.    RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1.      Apa Pengertian, Asas, Fungsi Dan Tujuan Perbankan Di Indonesia ?
2.      Bagaimana Sejarah Hukum Perbankan Di Indonesia ?   
3.      Bagaimanakah hubungan hukum antara bank dengan nasabah ?
4.      Faktor- faktor apakah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank
B.     TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian dan sejarah Hukum Perbankan di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui hubungan hukum antara Bank dengan Nasabah,
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN, ASAS, FUNGSI DAN TUJUAN PERBANKAN DI INDONESIA.
Pengertian
Secara terminologi “bank” berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan pihak banker Italy yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangkubangku di halaman pasar.
Hukum yang mengatur masalah perbankan adalah hukum perbankan. Hukum ini merupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.
Pada dasarnya hukum perbankan menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya, maka pada prinsipnya hukum perbankan adalah keseluruhan norma-norma tertulis maupun norma-norma tidak tertulis yang mengatur tentang bank yang mencakup kelembagaan kegiatan usaha, serta cara dan proses pelaksanaan kegiatan usahanya. Norma tertulis meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bank. Sedangkan norma-norma tidak tertulis meliputi hal-hal atau kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam praktek perbankan.

Asas
Mengenai asas perbankan yang dianut di indonesia dapat dilihat pada pasal 2 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang mengemukakan bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian Yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sedangkan mengenai prinsip kehati-hatian dapat kita kemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat di dalamnya terutama dalam membuat kebijakan dan menjalankan kegiatan usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik. Sedangkan kepercayaan masyarakat merupakan kata kunci utama bagi berkembang atau tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya.       

Fungsi
Sedangkan fungsi utama bank dapat dilihat dalam pasal 3 undang-undang perbankan yang menyatakan bahwa fungsi utama Perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat Bank bertugas mengamankan uang tabungan dan deposito berjangka serta simpanan dalam rekening koran atau giro. Sebagai penyalur dana atau pemberi kredit Bank memberikan kredit bagi masyarakat yang membutuhkan terutama untuk usaha-usaha produktif.

Tujuan
Perbankan di Indonesia memiliki tujuan yang strategis dan tidak semata-mata berorientasi ekonomis tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang non ekonomis seperti menyangkut masalah stabilitas nasional yang mencakup stabilitas politik dan stabilitas sosial. Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 4 undang-undang perbankan yang berbunyi ‘’Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan’’.           



B.     SEJARAH HUKUM PERBANKAN DI DUNIA DAN DI INDONESIA

Sejarah perbankan zaman Yunani dan Romawi
Sistem perbankan dalam bentuknya yang sederhana telah ada sejak tahun 2000 SM di Babilonia. Pada waktu itu lemabaga perbankan yang lebih dikenal dengan sebutan Temples of Babylon mempunyai aktifitas berupa peminjaman emas dan perak dengan tingkat suku bunga 20% setiap bulannya. Pada zaman Yunani dan Romawi Kuno, praktek pemberian kredit sudah lazim dilakukan. Demikian juga yang terjadi Assyria, Phoenicia, dan Mesir. Sekitar tahun 500 SM bermunculanlah bankir-bankir professional di Yunani menurut zaman itu, dan disana terdapat bank yang disebut dengan Greek Temple, yang mempunyai kegiatan di bidang simpan pinjam dengan para nasabahnya yaitu masyarakat. Pada zaman Romawi kegiatan perbankan sudah lebih luas yakni berupa simpanan uang dalam deposito, pemberian kredit dan tukar menukar mata uang.
Selanjutnya sejak tahun 1349, bisnis dari suatu bank sudah dipraktekkan oleh parapedagang kain di Barcelona. Sampai kemudian di tahun 1401, sebuah bank umum didirikan di Barcelona dengan kegiatan-kegiatan antara lain penukaran uang, penerimaan deposito, dan diskonto Bill of Exchange. The Bank of Genoa didirikan pada tahun 1407 dan The Bank of Amsterdam didirikan pada tahun 1609. Sedangkan pengaturan hukum masalah perbankan sudah ada sejak tahun 1374 pada pemerintahan negara Italy yang melarang bank untuk melakukan kegiatan trading dalam komoditi yang bersifat spekulatif, atau melarang investasi yang melebihi 1 ½ kali dari jumlah yang mereka telah diinvestasikan dalam obligasi pemerintah.

Sejarah Hukum Perbankan di Indonesia
Perkembangan hukum perbankan di Indonesia diklasifikasikan menjadi bebrapa periode yaitu:

·         Masa penjajahan Belanda
Sejarah perbankan dan hukum perbankan dimulai sejak zaman VOC. Suatu perusahaan dagang yang beroperasi sebagai bank yakni dengan berdirinya De Nederlandsce Handel Maatschappij (NHM) pada tahun 1824. Pada tahun 1827 Belanda secara resmi mendirikan sebuah bank yang disebut De Javasche Bank yang sekarang menjadi Bank Indonesia, sementara Nederlandsce Handel Maatschappij (NHM) kemudian menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia. Tahun 1857 didirikan bank swasta dengan nama NV Escompto Bank yang kemudian dinasionalisasikan menjadi Bank Dagang Negara. Zaman pemerintahan Hindia Belanda Lembaga Perkreditan Desa sudah diakui terutama setelah dikeluarkannya S. 1929 Nomor 357, tanggal 14 September 1929 yang berisikan ketentuan tentang badan-badan perkreditan desa dalam provinsi-provinsi di Jawa dan Madura diluar wilayah Kotapraja (kabupaten).

·         Masa pemerintahan Jepang
Masa pendudukan Jepang bank-bank yang sudah ada ditutup atau dikuasai olehpemerintah bala tentara Jepang. Satu-satunya bank yang dikuasai oleh Indonesia adalah Bank Rakyat Indonesia. Tetapi pada masa pemerintahan Jepang, beberapa bank yang ditutup oleh pemerintah Hindia Belanda kemudian dibuka kembali, seperti Bank of Taiwan, Yokohama Bank, Mitsui Bank dan Nanpo Kaihatsu Kinko yang pada tanggal 1 Apri 1943 membuka 4 kantor di pulau Jawa dan Sumatera.

·         Masa orde lama
Dalam Sidang Dewan Menteri tanggal 19 September 1945 Indonesia mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah bank sirkulasi berbentuk bank milik Negara. Pelaksanaannya dipercayakan kepada R.M Margono Djojohadikusumo. Realisasinya pada tanggal 14 Oktober 1945 dengan akta notaris P.M Soerojo terbentuklah Yayasan Pusat Bank Indonesia.
Tanggal 17 Agustus 1946 diresmikanlah Bank Negara Indonesia 1946, yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 1946, pada tanggal 5 Juli 1946. Selain sebagai bank komersil, BNI ’46 juga berfungsi sebagai bank sentral. Bank pemerintah lainnya adalah Bank Rakyat Indonesia yang beroperasi berdasarkan peraturan pemerintah nomor 1 tahun 1946. Disamping berdirinya bank-bank pemerintah pada masa awal-awal kemerdekaan banyak pula berdiri bank-bank swasta sampai kedaerah-daerah.
Pengaturan dalam undang-undang mengenai perbankan untuk pertama kali diatur dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 1953 tentang undang-undang pokok Bank Indonesia, yang kemudian dicabut dengan undang-undang nomor 14 tahun 1967. undang-undang nomor 14 tahun 1967 ini kemudian dicabut kembali dengan undang-undang nomor 7 tahun 1992 dan diubah lagi dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998.
Bank Belanda yang pertama kali dinasionalisasikan adalahNasionale Handels Bank yang merupakan sebuah perseroan terbatas yang bergerak dibidang pembiayaan perusahaan perkebunan. Lalu pemerintah menasionalisasikan juaga PT Escompto Bank, untuk keperluan tersebut pemerintah mendirikan bank Dagang Negara dengan undang-undang nomor 13/prp/1960. Disamping bank-bank hasil nasionalisasi bank-bank pemerintah Belanda, pada masa  tersebut berdiri pula Bank-bank Pembangunan Daerah yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah.

·         Masa orde baru sebelum pakto 1988
Tumbangnya rezim pemerintahan orde lama, maka masalah pembangunan ekonomi dan pembenahan moneter dikembangkan secara serius. Dengan demikian digunakanlah prinsip anggaran berimbang dan lalu lintas devisa besar. Oleh karena itu pada tahun 1967 dengan undang-undang nomor 14 tahun 1967 diundangkanlah undang-undang perbankan yang baru, yang diikuti dengan pembuatan undang-undang tentang bank sentral nomor 13 tahun 1968 yang menggantikan undang-undang pokok Bank Indonesia tahun 1963. Setelah dibenahi perangkat perundang-undangan pokok tersebut, diterbitkanlah peraturan perundang-undangan yang bersifat administratif yang sebenarnya lebih merupakan deregulasi. Beberapa hal yang penting dalam deregulasi juni 1983 ini adalah penghapusan pagu kredit bank-bank negara dibebaskan untuk menetapkan tingkat suku bunga dan pengurangan jumlah kredit likuiditas.


·         Masa orde baru setelah pakto 1988
Setelah deregulasi tahun 1983, deregulasi yang lebih fundamental dilakukan tahun 1988 dengan Paket Deregulasi Oktober 1988 (pakto 1988). Paket deregulasi 1988 ini memberi kemudahan bagi pertumbuhan bank-bank swasta hingga tidak mengherankan setelah paket deregulasi ini bank-bank swasta tumbuh bagai jamur dimusim hujan.
Perkembangan perbankan setelah pakto 1988 memang pesat, tetapi kurang terkontrol hingga menimbulkan berbagai masalah dalam praktek dan prinsip Prudent Banking sama sekali diabaikan. Akibatnya tahun 1991, Bank Duta sempat limbung karena banyak rugi dalam permainan valas yang tidak terkendalai, Bank Majapahit megap-megap karena kejahatan yang dilakukan oleh pimpinan sekaligus pemiliknya dan beberapa bank lain yang hamper limbung.

·         Masa setelah krisis moneter 1997
Gejolak moneter dipenghujung 1997 mengakibatkan ditutupnya (dilukidasi) 16 bank yang dilakukan oleh menteri keuangan dalam keputusannya masing-masing tertanggal 1 november 1997. Terhadap nasabah keenambelas bank yang telah diluidasi tersebut diberikan talangan oleh Bank Indonesia yakni mengembalikan secara penuh atas tabungan/deposito dan giro untuk jumlah sampai dengan dua puluh juta rupiah.
Pemerintah juga menganjurkan pada bank-bank yang terlalu banyak jumlahnya tersebut untuk melakukan merger hingga dapat bertahan sampai abad 21. Setelah merger, bank-bank pemerintah menciut menjadi:
a.       Bank hasil merger antara Bank dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)
b.      BNI 1946, sedangkan BTN menjadi anak perusahaan BNI 1946
c.       Bank Rakyat Indonesia.

Sebelum rencana merger terhadap 3 bank tersebut diatas dilaksanakan, pemerintah mengubah lagi rencananya untuk menggabungkan kelima bank pemerintah tersebut menjadi hanya satu bank yang disebut dengan bank Mandiri. Dimulai sejak masa krisis moneter 1997 oleh pemerintah dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dimana bank-bank yang dalam kondisi tidak sehat dimasukkan kedalam perawatan BPPN.

C.    HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN NASABAH

Apabila diperhatikan secara seksama Undang-Undang No.10 Tahun 1998, tidak ditemui ketentuan yang mengatur secara tegas perihal hubungan  hukum  antara bank dengan nasabah. Namun dari beberapa ketentuan dapat disimpulkan ,  bahwa hubungan  hukum antara bank dengan nasabah  diatur oleh suatu  perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang  No.10 Tahun 1998, simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dan dalam bentuk giro,  deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau untuk lainnya yang dipersamakan  dengan itu.  Jadi simpanan masyarakat di bank dapat berupa :
a)      Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat  dengan menggunakan cek, billyet giro, sarana perintah pembayaran  lainnya atau dengan pemindah bukuan  (Pasal 1 Angka 6)
b)      Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada  waktu tertentu, berdasarkan perjanjian nasabah panyimpan dengan  nasabah  (Pasal 1 Angka 7).
c)      Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat  bukti penyimpannya dapat dipindahtangankan  (Pasal 1 Angka 8).
d)     Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tetentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik kembali dengan cek, bilyet giro dan alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu ( Pasal 1 Angka 9).
e)      Penitipan adalah penyimpan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara Bank Umum dengan penitip, dengan ketentuan Bank umum yang bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut (Pasal 1 Angka 14).
Dari ketentuan diatas terlihat bahwa hubungan hukum antara bank dengan nasabah  diatur oleh hukum perjanjian. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal. Perjanjian tersebut menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.
Hubungan kontraktual bank dengan nasabah  yang ternyata mempunyai dasar yang dapat dikaitkan pada beberapa ketentuan, sesuai dengan perikatan yang dilakukan antara mereka. Dalam kepentingan perlindungan konsumen perlu dijelaskan tanggungjawab hukum yang dipikul oleh kedua belah pihak. Dengan demikian harus terbentuk rasa saling mempercayai, sehingga akan terwujud suatu praktek perbankan yang sehat.
Nasabah  dalam hubungan dengan bank, mengharapkan tidak adanya pembedaan perlakuan, dengan kata lain harus terbentuk perlakuan yang sama. Tetapi saat ini kenyataan yang ada menampakkan bahwa masih menonjol adanya kesan ada suatu pembedaan perlakuan kepada nasabah. Perlakuan kepada nasabah  besar tampak berbeda dengan perlakuan kepada nasbah kecil, contoh nyata terlihat dalam pelayanan kredit yang menyangkut agunan, model penagihan kredit macet dan sebagainya. Adanya hal seperti itu harus diubah sehingga perlakuan kepada nasabah  haruslah sama. Dengan perlakuan yang sama akan dirasakan oleh nasabah  bahwa adanya rasa kekeluargaan, adanya keamanan terhadap uang atau barang berharga yang disimpan untuk dikelola oleh bank, juga kerahasiaan atas semua data serta informasi yang diketahui dari nasabah  tersebut.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan nasabah  dibedakan menjadi dua macam, yaitu nasabah  penyimpan dan nasabah  debitur.  Nasabah  penyimpan adalah nasabah  yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah  yang bersangkutan. Sedangkan nasabah  debitur adalah nasabah  yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah  yang bersangkutan.
Dalam praktik perbankan nasabah  dibedakan menjadi tiga yaitu :
a.       Nasabah  deposan, yaitu nasabah  yang menyimpan dananya pada suatu  bank, misalnya dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito.
b.      Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit atau pembiayaan perbankan, misalnya kredit kepemilikan rumah, pembiayaan murabahah, dan sebagainya.
c.       Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank (walk in customer), misalnya transaksi antara importir sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri dengan menggunakan fasilitas letter of credit (L/C).

D.    FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PELANGGARAN RAHASIA BANK.

Hukum dibuat untuk menegakkan keadilan meskipun tetap ada ketidaksempurnaan dan mungkin ada hukum yang tidak adil. Sungguh ironis jika ada hukum yang dibuat secara baik dengan mendasarkan kepada azas-azas hukum yang tepat, tetapi dalam pelaksanaannya ditafsirkan dan diselewengkan sehingga meniadakan keadilan dan dijadikan perisai bagi mereka yang memiliki niat jahat. Bank dianggap bisa digunakan dan memberi jalan bagi mereka yang ingin berbuat kriminal.
Rahasia bank tidak boleh dijadikan alat untuk melindungi pelaku kejahatan. Ketentuan rahasia bank seharusnya tidak boleh dipegang secara absolut, informasi tentang data bank harus lentur serta mengingat kepentingan yang lebih besar artinya keterbukaan akan informasi dapat jalan asalkan untuk kepentingan masyarakat. Jadi keterbukaan informasi dapat didahulukan dibandingkan tetap mempertahankan kerahasiaan bank sehingga melindungi pelaku kejahatan. 
Nasabah penyimpan adalah sumber dana bagi bank. Oleh karena itu wajar jika undang-undang mengatur agar bank melindungi nasabahnya. Tetapi disisi lain tentu ada juga nasabah penyimpanyang berstatus debitur beritikad jahat (bad faith) dengan berlindung di balik rahasia bank melakukan perbuatan tercela terhadap mitra bisnisnya, misalnya membayar dengan cek atau bilyet giro kosong. Mitra bisnis yang menerima cek atau bilyet kosong tersebut sudah tentu tidak mungkin mengetahui saldo simpanan nasabah penyimpan yang berstatus debitur itu karena dilindungi oleh rahasia bank. Hal semacam itu tentu akan mempengaruhi citra kepercayaan masyarakat terhadap bank. Oleh karena itu melakukan tindakan black list dan melaporkannya kepada Bank Indonesia selaku pengawas dan pembina perbankan. Penegakan hukum yang tegas justru meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank.
Jadi mengenai faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank itu ada 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern :
1.      Faktor Intern
Yaitu faktor  yang berasal dari dalam bank itu sendiri antara lain moral atau perilaku dari karyawan atau pejabat bank itu sendiri, dimana jika ia mempunyai moral yang baik maka ia akan memegang teguh rahasia bank itu sebaliknya jika dia mempunyai moral yang jelek orang seperti inilah yang akan membongkar rahasia bank itu sendiri. sikap yang buruk dari para karyawan bank atau pejabat bank seperti adanya rasa iri hati, cemburu ataupun dendam yang membuat para karyawan ataupun pejabat bank dapat membongkar rahasia bank itu.
2.      Faktor Ektern
Yaitu faktor yang berasal dari luar bank itu antara lain adanya persaingan usaha antar bank sehingga dapat terjadi suatu kerjasama antara pihak bank dengan pihak luar untuk membongkar rahasia bank itu.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hubungan antara bank dengan nasabah adalah ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa. Akan tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dinamakan rahasia bank. Dengan demikian istilah rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabah. Nasabah dalam hubungan dengan bank tidak adanya pembedaan perlakuan baik itu nasabah penyimpan maupun nasabah debitor, semua nasabah itu harus mendapatkan perlindungan hukum yang sama.
Faktor-aktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran rahasia bank, ada 2 yaitu faktor intern dan faktor ektern. Faktor intern yaitu faktor  yang berasal dari dalam bank itu sendiri antara lain adanya sikap yang buruk dari para karyawan bank atau pejabat bank seperti adanya rasa iri hati, cemburu ataupun dendam yang membuat para karyawan ataupun pejabat bank dapat membongkar rahasia bank itu. Sedangkan faktor ektern adalah faktor yang berasal dari luar bank itu antara lain adanya persaingan usaha antar bank sehingga dapat terjadi suatu kerjasama antara pihak bank dengan pihak luar untuk membongkar rahasia bank itu.
Adapun salah satu upaya yang dilakukan  sebuah bank untuk menjaga keamanan rahasia bank adalah apabila ada orang yang menanyakan identitas nasabah atau aktivitasnya di bank selain dari pihak-pihak yang memang telah diberi kuasa atau wewenang untuk meminta informasi tersebut sebagaimana yang telah ditentukan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 maka bank tidak akan memberikan informasi apapun. Bank akan merahasiakannya. Dengan melakukan upaya menjaga keamanan rahasia bank berarti secara tidak langsung juga menjaga keamanan keuangan nasabah karena rahasia bank mencakup perlindungan terhadap nasabah dan simpanan/keuangannya.

DAFTAR PUSTAKA

Asikin Zainal, SH,S.U. 1995. Pokok-pokok Hukum Perbankan di Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Wijdjanarto. 2003.  Hukum dan Ketentuan  Perbankan di Indonesia. PT. Pusataka Utama Grafiti, Jakarta.
Yani Ahmad, Widjaja Gunawan. 1999. Kepailitan. PT. Grafindo Persada, Jakarta.
Hukumonline.com.Klinik–detail.asp?id=4292–36k–cashed–similar pages.
http://hukumperbankan.blogspot.com/2008/12/pengertian-rahasia-bank-dan-ancaman.html.
http://nurulilma93.wordpress.com/2012/03/31/rahasia-bank-dan-contoh-implementasinya.html.
Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-Undang RI No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia