A.
NAMA
DAN KRONOLOGIS PERISTIWA
Bagi
Anda yang sering berdendang ria di karaoke seperti Inul Vizta atau di kafe,
salah satu menu pilihan adalah lagu-lagu jadul semacam Widuri atau lagu ‘Kasih’
yang pernah dinyanyikan Ermi Kulit, atau ‘Tinggallah Kusendiri’ yang
dipopulerkan Nike Ardilla. Lagu-lagu lama karya Bartje van Houten, Slamet
Adriyadi, Yuke NS, dan Richard Kyoto masih menarik bagi sebagian pecinta
karaoke.
Para
pencipta lagu tersebut kini sedang memperjuangkan hak mereka di pengadilan.
Lewat Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), para pencipta lagu klasik itu
mempersoalkan minimnya royalti yang mereka terima selama ini dari Inul Vista.
Kamis (21/3) lalu, misalnya, Yuke NS, bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat.
Dalam
kesaksiannya, Yuke mengatakan PT Vizta Pratama, yaitu perusahaan pemegang merek
dagang Inul Vizta Karaoke ini enggan membayar royalti atas lagu-lagu ciptaan para
pencipta yang lagunya ada di karaoke tersebut. Bahkan, Inul Vizta Karaoke terus
meminta keringanan pembayaran. Alhasil, pendapatan royalti para pencipta lagu
mengalami penurunan sebanyak 50 persen.
YKCI
adalah pemegang hak cipta dari 2.636 para pencipta lagu Indonesia dengan karya
sebanyak 130 ribu lagu. Selain menjadi pemegang hak cipta para pencipta lagu
Indonesia, YKCI juga mendapat Reciprocal Agreement oleh International
Confederation of Societies of Authors and Composers (CISAC) yang berkedudukan di
Paris. Atas hal tersebut, YKCI mendapat hak untuk mengelola sebanyak 10 juta
lagu asing dari buah karya 2 juta pencipta lagu asing yang bergabung di ISAC.
Sebagai
pemegang hak cipta, YKCI mempunyai hak untuk memungut royalti terhadap para
pengguna lagu yang menggunakan lagu-lagu para pencipta untuk tujuan komersial.
Karaoke, termasuk yang dikelola Vizta Pratama, dan kafe adalah tempat lagu-lagu
penyanyi diperdengarkan.
B.
SUBYEK
PERISTIWA TERSEBUT
Yang
menjadi subyek peristiwa tersebut adalah pihak YKCI (Yayasan Karya Cipta
Indonesia) sebagai penggugat dengan PT. Vizta Pratama sebagai tergugat.
C.
OBYEK
PERISTIWA TERSEBUT
Yang
menjadi obyek peristiwa tersebut adalah PT Vizta Pratama, yaitu perusahaan
pemegang merek dagang Inul Vizta Karaoke ini diduga melakukan wanprestasi. Yang
kemudian, YKCI sebagai pemegang hak cipta menuntut haknya untuk memungut
royalti terhadap para pengguna lagu yang menggunakan lagu-lagu para pencipta
untuk tujuan komersial tersebut.
D.
HUKUM
YANG MENDASARI
Dalam
kasus tersebut, hukum yang mendasari adalah pasal 1320 KUHPerdata, yang
berbunyi “Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhiempat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang”.
Dan
pasal 2, pasal 24, pasal 49, dan pasal 72 UU No 19 Tahun 2002 tentang hak cipta.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
19 TAHUN 2002
TENTANG
HAK CIPTA
Pasal
2
1. Hak
Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki
hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya
menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal
24
1. Pencipta
atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta
tetap dicantumkan dalam Ciptaannya.
2. Suatu
Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak
lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya
dalam hal Pencipta telah meninggal dunia.
3. Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap perubahan judul dan
anak judul Ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Pencipta.
4. Pencipta
tetap berhak mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam
masyarakat.
Pasal
49
1. Pelaku
memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang
tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara
dan/atau gambar pertunjukannya.
2. Produser
Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak
lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman
suara atau rekaman bunyi.
3. Lembaga
Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain
yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang
karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem
elektromagnetik lain.
Pasal
72
1. Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
2. Barangsiapa
dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
3. Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial
suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
4. Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
5. Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
6. Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
7. Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
8. Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
9. Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
E.
REALITAS
PENEGAKAN HUKUM
Kasus
ini berisikan pertarungan antara pihak YKCI (Penggugat) dengan PT Vizta Pratama
(Tergugat) atas Pelanggaran Hak Cipta yang telah dilakukan oleh pihak PT Vizta
Pratama perusahaan pemegang merek dagang Inul Vizta Karaoke. Pasalnya, pihak
inul vizta enggan membayar royalti atas lagu-lagu ciptaan para pencipta yang
lagunya ada di karaoke tersebut. Bahkan, Inul Vizta Karaoke terus meminta
keringanan pembayaran. Alhasil, pendapatan royalti para pencipta lagu mengalami
penurunan sebanyak 50 persen.
Sebagai
pemegang hak cipta, YKCI mempunyai hak untuk memungut royalti terhadap para
pengguna lagu yang menggunakan lagu-lagu para pencipta untuk tujuan komersial.
Karaoke, termasuk yang dikelola Vizta Pratama, dan kafe adalah tempat lagu-lagu
penyanyi diperdengarkan. Tempat karaoke wajib membayar royalti sesuai UU No 19
Tahun 2002.
Dalam
kasus ini, pihak inul vizta lah yang bersalah karena telah melanggar UU No 19
Tahun 2002 dan Menurut dugaan, Inul Vizta melanggar Pasal 2, Pasal 24, Pasal
49, dan Pasal 72, imbuh Faisal Miza, kuasa hukum pihak yang sama. Berikut bunyi
dari pasal yang dilanggar pihak Inul Vizta.
F.
MAKNA
DARI PERISTIWA TERSEBUT
Kesimpulan
Pada
permasalahan kali ini yang dihadapi oleh inul vizta adalah mengenai gugatan
wanprestasi yang didugakan oleh KCI (Karya Cipta Indonesia) yang memiliki hak
sebagai pengelola karya cipta lagu dari para musisi atau penyanyi dan lain-lain
yang terdaftar sebagai kliennya kepada PT.Vizta Pratama selaku salah satu perusahaan
pengelola karaoke inul vizta. Dipermasalahan ini pihak KCI (Karya Cipta Indonesia)
menuntut ke pengadilan tinggi bahwa Inul Vizta telah melanggar hak cipta dengan
tidak membayar royalti sesuai yang diputuskan oleh pihak KCI. Sebelumnya, dalam
kontrak yang tertulis dan disetujui oleh kedua belah pihak mengenai pembayaran
royalti dari pihak Inul Vizta kepada KCI.
Seharusnya kedua belah pihak
beretikad
baik untuk menyelesaikan masalah
tersebut melalui jalur kebersamaan atau secara baik-baik (informal). Seharusnya juga bila ditinjau dari
cara penyelesaian wanprestasi pihak KCI tidak seharusnya
mengambil keputusan penyelesaian sangketa/wanprestasi melalui jalur letigasi/pengadilan niaga karena
opsi lain penyelesaian masalah melalui jalur
arbitrase
itu pun bila jalur informal seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi tidak dapat menyelesaikan
masalah. Bila melalui jalur arbitrase resiko dan keputusan tidak akan terlalu berat dikarenakan hakim
arbitrase akan mengambill jalur tengah
permasalahan
tanpa memihak salah satu pihak terkait.