BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tindak
pidana atau disebut juga peristiwa pidana merupakan terjemahan dari istilah
bahasa Belanda “Strafbaar feit” atau “delict”(Moeliatno, 2000). Menurut KUH
Pidana yang berlaku di Indonesia, perkara pidana itu termasuk ke dalam
“misdrijf’ (kejahatan) dan “overtreding” (pelanggaran). Perbuatan yang
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat merupakan kelakuan
yang menyimpang (abnormal). Tingkah laku yang menyimpang itu sangat erat
hubungannya dengan kejiwaan individu, dimana kehidupannya hidup dalam suatu
kehidupan kemasyarakatan.
Salah
satu asas dalam hukum pidana adalah Asas Kesalahan merupakan suatu asas yang
fundamental, sebab asas itu telah begitu meresap dan menggema dalam hampir
semua ajaran-ajaran penting dalam hukum pidana. Akan tetapi asas “Tiada pidana
tanpa kesalahan” tidak boleh dibalik menjadi “Tiada kesalahan tanpa pidana”.
Dengan demikian hubungan dari kesalahan dan pemidanaan akan jelas, yaitu bahwa
kesalahan itu merupakan dasar dari pidana. Dilihat dari bentuknya, kesalahan
itu dapat pula dibagi dalam dua kelompok besar yaitu kesengajaan dan kealpaan.
Sebagai
pejabat umum Notaris dituntut untuk bertanggungjawab terhadap akta yang telah
dibuatnya. Apabila akta yang dibuat ternyata di belakang hari menimbulkan
sengketa, maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan
Notaris atau kesalahan para pihak yang tidak mau jujur dalam memberikan
keterangannya di hadapan Notaris atau adanya kesepakatan yang telah
dibuat antara Notaris dengan salah satu atau mungkin kedua belah pihak yang
menghadap. Jika akta yang diterbitkan Notaris mengandung cacat hukum yang
terjadi karena kesalahan Notaris, baik karena kelalaiannya maupun karena
kesengajaan Notaris itu sendiri, maka Notaris memberikan pertanggungjawaban.
Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik sejauh pembuatan
Akta Otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta Otentik
pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan
para pihak kepada Notaris. Notaris membuat akta yang dimaksud berdasarkan alat
bukti, keterangan dan pernyataan para penghadap dan Notaris mempunyai kewajiban
untuk memastikan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh
telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara
membacakannya sehingga jelas isi Akta Notaris tersebut serta memberikan akses
terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang
terkait bagi para pihak penandatangan akta.
Secara
sederhana, Notaris dapat dibedakan antara Notaris itu sendiri yang menjalankan
kewenangan berdasarkan jabatannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan
Notaris dalam pengertian orang perorangan yang melakukan suatu perbuatan.
Sepanjang Notaris bekerja berdasarkan kewenangan yang diatur Undang-Undang maka
pada dasarnya ia dilindungi oleh undang-undang. Akan tetapi jika yang melakukan
perbuatan tersebut dalam pengertian orang perorangan, maka
pertanggungjawabannya sangat bergantung pada kesengajaan-nya (opzet).
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Notaris dapat
dipertanggungjawabkan baik secara administratif, perdata maupun pidana.
Dalam UUJN tersebut dengan jelas ada pasal-pasal yang mengatur tentang
batasan-batasan pelanggaran administratif dan tindakan adminstratif yang dapat
dijatuhkan, baik berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara,
pemberhentian dengan hormat, maupun pemberhentian dengan tidak hormat.
Dalam
hal tanggungjawab perdata, jika dilakukan perubahan terhadap isi akta, baik
dengan cara diganti, ditambah, dicoret; disisipkan, dihapus, dan/atau ditulis
tindih, sedangkan perubahan tersebut tanpa diparaf atau diberi tanda pengesahan
lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris sehingga mengakibatkan kerugian
pada pihak, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut penggantian biaya, ganti
kerugian dan bunga.
Dalam
kenyataannya di lapangan ada ditemukan akta Notaris yang dipermasalahkan oleh
para penghadap atau pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat diterbitkanya akta
Notaris tersebut. Apakah ada unsur kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa),
sehingga Notaris diperiksa oleh penyidik Kepolisian. Dimungkinkan juga Notaris
tersebut turut serta atau membantu melakukan tindak pidana dengan cara membuat
keterangan palsu dalam akta yang dibuat di hadapannya seperti dalam kasus yang
melibatkan seorang Notaris.
Dalam
ajaran para ahli hukum atau Doktrin pun, unsur kesengajaan yang ada
terbagi dalam Kesengajaan dengan Maksud (Opzet Als Oogmerk), Kesengajaan dengan
Sadar Kepastian (Opzet met Zekerheidsbewutzjin) dan Kesengajaan dengan Sadar
Kemungkinan (Dolus Eventualis atau Voorwaardelijk Opzet). Corak Kesengajaan
dengan Sadar Kemungkinan (Dolus Eventualis atau Opzet bij Mogelijheids
Bewustzijn) perlu diperhatikan oleh Notaris dalam melakukan tugas
pekerjaan/jabatannya. Notaris sebelum membuat akta jual beli atas permintaan
pihak Bank, yang bukan dari permintaan pihak penjual maupun pembeli, seharusnya
Notaris dapat menduga atau mengira jika akta jual beli tersebut yang dibuatnya
ternyata tidak sesuai dengan keinginan baik pihak penjual maupun pembeli
atau tanpa sepengetahuan para pihak akan mengakibatkan isi akta yang dibuatnya
tersebut memuat keterangan palsu. Kemudian Notaris juga dapat menduga–duga jika
akta tersebut tidak ditandatangani atau dicap jempol di hadapan saya
(Notaris/PPAT) dapat berakibat terjadi pemalsuan tanda tangan karena dapat
ditandatangani atau dibubuhi cap jempol orang lain.
Dalam
perkara pidana, seorang Notaris dapat dihadapkan sebagai terdakwa, saksi dan
maupun ahli. Ada beberapa kemungkinan yang dapat menjerat seorang Notaris
melakukan tindak pidana dan diminta untuk dapat pertanggungjawaban pidana
sebagai tersangka /terdakwa. Kemungkinan-kemungkinan tersebut sebagai
berikut:[1]
1. Tanggal
dalam akta tidak sesuai dengan kehadiran para pihak.
2. Para
pihak tidak hadir tetapi ditulis hadir;
3. Para
pihak tidak ada membubuhi tandatangan tetapi ditulis atau ada tandatangannya;
4. Akta
sebenarnya tidak dibacakan akan tetapi diterangkan telah dibacakan;
5. Luas
tanah berbeda yang diterangkan oleh para pihak;
6. Notaris
ikut campur tangan terhadap syarat-syarat perjanjian;
7. Dalam
akta disebutkan bahwa pihak-pihak telah membayar lunas apa yang diperjanjikan
padahal sebenarnya belum lunas atau bahkan belum ada pembayaran secara riil;
8. Pencantuman
pembacaan akta yang harus dilakukan oleh Notaris sendiri padahal sebenarnya
tidak;
9. Pencantuman
mengenal orang yang menghadap padahal sebenarnya tidak mengenalnya.
Marshall
mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang dilarang
oleh hukum yang berlaku. Dalam Konsep KUHP tindak pidana diartikan sebagai
perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam pidana
oleh peraturan perundang-undangan harus juga bersifat melawan hukum atau
bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu
dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.[2]
Dengan
demikian, membicarakan pertanggungjawaban pidana mau tidak mau harus
didahului dengan penjelasan
tentang perbuatan pidana.
Sebab seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa
terlebih dahulu ia melakukan perbuatan pidana. Adalah dirasakan tidak adil jika
tiba-tiba seseorang harus
bertanggung jawab atas
suatu tindakan, sedangkan
ia sendiri tidak melakukan tindakan tersebut.[3]
Sehingga makalah ini akan membahas tentang “ANALISIS PUTUSAN HAKIM KASUS
NOTARIS NAKAL ENDANG MURNIATI DALAM KAITANNYA DENGAN PANCASILA.”
B.
RUMUSAN
MASALAH
Permasalahan
yang timbul dari latar belakang diatas adalah:
1. Bagaimana
pertanggungjawaban pidana terkait dengan kasus tersebut?
2. Bagaimana
kaitan kasus tersebut dengan pancasila?
C.
TUJUAN
Tujuan
dari dibuatkannya makalah ini adalah:
1. Untuk
mengatahui pertanggungjawaban pidana dalam kasus tersebut.
2. Untuk
mengetahui kaitan kasus tersebut dengan pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFENISI
ETIKA
Menurut
Bertens (1994), Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos dalam bentuk
tunggal yang berarti adat kebiasaaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Arti
etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan.
Dari
asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang bearti adat
istiadat kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang
buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan sebagai
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai yang mengenai yang
benar dan salah yang dianut masyarakat.[4]
B.
KODE
ETIK PROFESI
Etika
profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup
berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat
dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka
melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Kode
etik profesi adalah system norma, nilai dan aturan professional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan
tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar
atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan jasa sebaik-baiknya
kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi
perbuatan yang tidak professional.
Bertens
dalam bukunya tentang etika menyatakan bahwa kode etik profesi merupakan norma
yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau
memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya dan sekaligus
menjamin mutu moral itu di mata masyarakat. Apabila salah satu anggota kelompok
profesi itu berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi
tersebut akan tercemar di mata rnasyarakat. Oleh karena itu, kelornpok profesi
harus menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri.
Kode
etik profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga anggota kelompok profesi tidak akan
ketinggalan jaman. Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri
profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki,
yang tidak dipaksakan dari luar. Kode etik profesi merupakan tolok ukur
perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik profesi merupakan upaya
pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.
Dalam
kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu ketentuan yang mengatur
pembuktian terjadinya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum,
sehingga dalam hukum keperdataan dibutuhkan peran penting akta sebagai dokumen
tertulis yang dapat memberikan bukti tertulis atas adanya suatu peristiwa,
keadaan atau perbuatan hukum tersebut yang menjadi dasar dari hak atau suatu
perikatan. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya pejabat umum dan
atau suatu lembaga yang diberikan wewenang untuk membuat akta otentk yang juga
dimaksudkan sebagai lembaga notariat.[5]
Notaris adalah
pejabat umum yang
berwenang untuk membuat
akta authentik sejauh pembuatan akta authentik tidak di khususkan kepada
pejabat umum lainnya. Pembuatan akta authentik ada yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dalam rangka
menciptakan kepastian, ketertiban
dan perlindungan hukum. Selain itu, akta authentik yang di buat oleh
atau di hadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga
kehendaki oleh pihak
yang berkepentingan untuk
memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian,
ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi
masyarakat secara keseluruhan.[6]
Tanggung
jawab notaris dalam kaitannya dengan profesi hukum di dalam melaksanakan
jabatannya tidak dapat dilepaskan dari keagungan hukurn itu sendiri, sehingga
terhadapnya diharapkan bertindak untuk merefleksikannya di dalam pelayanannya
kepada masyarakat, dua hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka
menjalankan profesinya tersebut. Adanya kemampuan untuk menjunjung tinggi
profesi hukurn yang mensyaratkan adanya integritas pribadi serta kebolehan profesi
dan itu dapat dijabarkan:[7]
1. Kedalam,
kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi kepentingan umum yaitu memegang
teguh standar profesional sebagai pengabdi hukurn yang baik dan tanggap.
berperilaku individual. mampu menunjukkan sifat dan perbuatan yang sesuai
bagi seorang pengabdi hukum yang baik.
2. Keluar,
kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap perkembangan masyarakat dan
lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan urnurn, mampu mengakomodir,
menyesuaikan serta mengembangkan norma hukum serta aplikasinya sesuai dengan
tuntutan perkembangan masyarakat dan teknologi.
Di
Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Ketchem, Sekretaris dari
College Van Scepenen di Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia,
yang pengangkatannya berbeda dengan pengangkatan notaris pada saat ini
dimana di dalam pengangkatannya dimuat sekaligus secara singkat yang
menguraikan pekerjaan dalam bidang dan wewenangnya.
C.
KEWAJIBAN DAN LARANGAN NOTARIS
BERDASARKAN KODE ETIK NOTARIS
Kewajiban
dan Larangan Notaris tercantum dalam Pasal 3, 4 dan 5 Kode Etik Notaris Hasil
Kongres Luar Biasa INI pada tanggal 28 Januari 2005 di Bandung. Kode etik
Notaris mengacu pada Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2005.
Undangundang Jabatan Notaris tegas dalam hal kewajiban dan larangan terhadap
profesi Notaris, seperti yang tercantum dalam Pasal 15,16 dan 17.
Seperti
yang telah diterangkan diatas, maka peraturan Kode Etik Notaris hasil Kongres
Luar Biasa INI pada tahun 2005 disesuaikan dengan pemikiran dari Abdulkadir
Muhammad, maka dalam Kode Etik Notaris berupa kewajiban maupun larangan untuk
profesi Notaris dapat dijabarkan sebagai berikut:
Etika
kepribadian notaris:
1. Memiliki
moral, akhlak dan kepribadian yang baik
2. Menghormati
dan menjunjung tinggi harkat dan marta bat jabatan notaris
3. Taat
hukum berdasarkan Undang Undang Jabatan Notaris, sumpah jabatan dan AD ART
Ikatan Notaris Indonesia
4. Memiliki
perilaku professional
5. Meningkatkan
ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan dan
kenotariatan
Etika
melakukan tugas jabatan
1. Bertindak
jujur, mandiri tidak berpihak penuh rasa tanggung jawab.
2. Menggunakan
satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor
notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan jabatannya sehari-hari.
3. Memasang
papan nama di depan kantornya menurut ukuran yang berlaku
4. Menjalankan
jabatan notaris terutama dalam pernbuatan, pembacaan dan penandatanganan akta
yang dilakukan di kantor kecuali dengan alasan-alasan yang sah.
5. Tidak
melakukan promosi melalui media cetak ataupun elektronik
6. Dilarang
bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang ada sebagai perantara
dalam mencari klien.
Etika
pelayanan terhadap klien
1. Mengutamakan
pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara
2. Memperlakukan
setiap klien yang datang dengan baik tanpa membedakan status ekonominya dan
atau status sosialnya
3. Memberikan
jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk masyarakat yang tidak
mampu tanpa memungut honorarium
4. Dilarang
menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh
orang lain
5. Dilarang
mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani
6. Dilarang
berusaha agar seseorang berpindah dari notaris Jain kepadanya
7. Dilarang
melakukan pemaksaan kepada klien menahan berkas yang telah diserahkan dengan.
maksud agar klien tetap membuat akta kepadanya.
Etika
hubungan sesama rekan notaris
1. Aktif
dalam organisasi notaris
2. Saling
membantu, saling menghormati sesama rekan Notaris dalam suasana kekeluargaan
3. Harus
saling menjaga kehormatan dan membela kehormatan dan nama baik korps Notaris
4. Tidak
melakukan persaingan yang merugikan sesama netarts, baik moral maupun material
5. Tidak
menjelekkan ataupun mempersalahkan rekan notaris atau akta yang dibuat olehnya.
Dalam hal seorang notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat
oleh rekan notaris lainnya dan ditemui kesalahan-kesalahan yang serius atau
membahayakan kilennya, maka notaris tersebut wajib memberitahukan dengan cara
tidak menggurui, untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan
terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut
6. Dilarang
membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan
untuk melayani kepentingan suatu instansi apalagi menutup kemungkinan bagi notaris
lain untuk berpartisipasi
7. Tidak
menarik karyawan notaris lain secara tidak wajar
Dalam
aturan main yang telah ditetapkan oleh Kongres IN), Kode Etik ini wajib diikuti
oleh seluruh anggota maupun seseorang yang menjalankan profesi Notaris. Hal ini
mengingat bahwa profesi notaris sebagai pejabat umum yang harus memberikan rasa
aman serta keadilan bagi para pengguna jasanya. Untuk memberikan rasa aman bagi
para pengguna jasanya, Notaris harus mengikuti kewajiban-kewajiban yang telah
ditetapkan oleh Undang-undang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris. Notaris
harus bertanggung jawab terhadap apa yang ia lakukan terhadap klien maupun
masyarakat.
Kewajiban
maupun larangan yang ada merupakan petunjuk moral dan aturan tingkah laku yang
ditetapkan bersama oleh anggota notaris dan menjadi kewajiban bersama oleh
seluruh anggota notaris dalam mewujudkan masyarakat yang tertib.
D.
PENEGAKAN HUKUM KODE ETIK
NOTARIS
Pengertian
Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana
mestinya, mengawasi pelaksanaannya, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan
hukum yang dilanqqar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakkan hukum dilakukan
dengan penindakan hukum menurut urutan berikut:
a. teguran
peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat lagi
b. pembebanan
kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda)
c. penyisihan
atau pengucilan (pencabutan hak-hak tertentu)
d. pengenaan
sanksi badan (pidana penjara, pidana mati) Dalam pelaksanaannya tugas penegakan
hukum, penegak hukurn wajib menaati norma-norma yang telah ditetapkan.
Penegakan
kode etik Notaris adalah usaha melaksanakan kode etik Notaris sebagaimana
mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika
terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan
kembali.
Penegakan
hukum Kode Etik Notaris tercantum dalam Bab IV dan V yaitu dari Pasal 6 sampai dengan
Pasal 13. Yang meliputi Sanksi, Pengawasan, Pemeriksaan dan Penjatuhan sanksl,
Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada tingkat Pertama, Banding dan Terakhir,
Eksekusi atas sanksi-sanksi dalarn Pelanggaran Kode Etik.
E.
PENGAWASAN
Pengawasan
Notaris dimaksud diharapkan oleh pembentuk Undang-undang Jabatan Notaris
merupakan lembaga pembinaan agar para Notaris dalam menjalankan jabatannya
dapat leblh meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam Pasal 67
ayat (5) UUJN, yang harus diawasi adalah Perilaku Notaris dan Pelaksanaan
Jabatan Notaris.
Pengawasan
baik preventif dan represif diperlukan bagi pelaksanaan tug as Notaris sebagai
pejabat umum. Fungsi Preventif dilakukan oleh Negara sebagai pemberi wewenang
yang I dilimpahkan pada instansi pemerintah. Fungsi represif dilakukan oleh
organisasi profesi jabatan Notaris dengan acuan kepada UUJN dan Kode Etik
Notaris.
Pengawasan
Notaris diatur dalam Pasal 67-81 UUJN, yang intinya pengawasan dilakukan oleh
Menteri dan dalarn rnelaksanakan pengawasan tersebut Menteri menunjuk Majelis
Pengawas, yang terdiri dari Majelis Pengawas Oaerah, Majelis Pengawas Wilayah
dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas terdiri dari 3 unsur yaitu unsure
dari Pemerintah, organisasi Notaris dan akademisi.
Majelis
Pengawas Daerah (MPD)
MPD
melakukan pengawasan secara berkala 6 bulan sekali dengan melakukan pemerikasaan
protocol Notaris, memberikan izin cuti selama 6 bulan dan pemeriksaan
adanyalaporan atau pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris. Apabila ada
pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik
maupun pelanggaran Undang-Undang jabatan Notaris, maka MPD berwenang
menyelenggarakan Sidang tertutup untuk umum, MPD akan memeriksa dan mendengar
keterangan pelapor, tanggapan terlapor, memeriksa bukti yang diajukan pelapor
dan terlapor, kemudian hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara
pemeriksaan (BAP) dan wajib diberikan kepada MajeJis Pengawas Wilayah dalam
waktu 30 hari dengan tembusan kepada notaris yang bersangkutan, pengurus Daerah
Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis Pengawas Pusat. MPD tidak berwenang
membenkan penilaian pembuktian terhadap fakta-fakta hukum dan juga tanpa
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi
Majelis
Pengawas Wilayah (MPW)
MPW
berwenang meberikan cuti untuk 6 bulan sampai 1 tahun. \ Berdasarkan BAP yang
telah diberikan kepada MPW melalui MPD, MPW berwenang melakukan Sidang
Pemeriksaan Tertutup untuk umum dan Sidang Pengambilan Keputusan yang terbuka
untuk umum. Blla dalam sidang pemeriksaan MPW Netarts tidak terbukti rnelakukan
pelanggaran, maka laporan BAP ditolak dan Notaris direhabilitasi nama baiknya.
Bila Notaris terbukti melanggar, putusan harus memuat alasan dan pertimbangan
yang cukup yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan.
MPW
membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi, yang kemudian
disampaikan kepada Mennteri, pelapor, teriapor, MPD, MPP dan pengurus Pusat
Ikatan Notaris Indonesia.
Apabila
Notaris terlapor keberatan alas putusan sidang MPW, maka Notaris dapat
mengajukan banding pad a tingkat Majelis Pengawas Pusat
Majelis
Pengawas Pusat (MPP)
Berwenang
memberi cuti notaris untuk jangka waktu 1 tahun lebih. Menindaklanjuti Notaris
yang melakukan banding yang disampaikan melalui MPW. MPP wajib melakukan Sidang
Pemeriksaan dan Sidang Pengambilan Putusan yang terbuka untuk umum.
F.
PELANGGARAN TERHADAP KODE
ETIK NOTARIS
Beberapa
contoh pelanggaran terhadap UUJN yang dilakukan oleh oknum Notaris dalam
pembuatan akta-akta Notaris, yaitu :
a. Akta
dibuat tanpa dihadiri oleh saksl-saksl, padahal di dalam akta itu sendiri
disebut dan dinyatakan "dengan dihadiri saksi-saksi"
b. Akta
yang bersangkutan tidak dibacakan oleh Notaris
c. Akta
yang bersangkutan tidak ditandatangai di hadapan Notaris, bahkan min uta Akta
tersebut dibawa oleh orang lain dan ditandatangani oleh dan ditempat yang tidak
diketahui oleh Notaris yang bersangkutan
d. Notaris
membuat akta diluar wilayah jabatannya, akan tetapi Notaris yang bersangkutan
mencantumkan dalam akta tersebut seolah-oleh dilangsungkan dalam wilayah hukum
kewenangannya atau seolah-oleh dilakukan di tempat kedudukan dari Notaris
tersebut.
e. Seorang
Notaris membuka kantor cabang dengan cara sertiap cabang dalam waktu yang
bersamaan melangsungkan dan memproduksi akta Notaris yang seolah-olah kesemua
akta tersebut dibuat di hadapan Notaris yang bersangkutan.
Akibat
hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris yang telah rnelakukan pelanggaran
terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu kata Notaris tersebut tidak
otentik dan akta itu hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah
tangan apabila ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan.
Pelanggaran
terhadap UUJN seperti yang dicontohkan di atas, sudah mengakibatkan kerugian
terhadap masyarakat atau pengguna jasa Notaris, bisa diajukan oleh masyarakat
kepada Majelis Pengawas Daerah.
Yang kemudian mekanismenya disesuaikan dengan UUJN. Dalam UUJN ditentukan
sanksi-sanksi dalam Pasal 84 dan 85 bagi pelanggaran jabatan Notaris.
Kode
etik Notaris yang diatur oleh organisasi Notaris yaitu !katan Notaris Indonesia
(INI) merupakan salah satu organisasi profesi jabatan Notaris yang diakui dan telah
mempunyai cabang di seluruh Indonesia. Pelanggaran menurut Kode etik Notaris
diatur dalam Pasal1 angka (9) yaitu:
Pelanggaran adalah
perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh Perkumpulan maupun orang lain yang
memangku dan menjalankan jabatan nolaris yang melanggar ketentuan Kode Etik
dan/atu disiplin organisas.
G.
SANKSI
Sanksi
dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6:
1. Sanksi
yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pefanggaran Kode Etik dapat
berupa:
·
Teguran
·
Peringatan
·
schorsing (pemecatan sementara)
dari keanggotaan perkumpulan
·
onzetfing ( pemecatan)
dari keanggotaan perkumpulan
·
Pemberhentian dengan
tidak hormat dari keanggotaan Perkumpufan.
2. Penjatuhan
senksi-senksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar kode
etik disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota.
Yang
dimaksud sebagai sanksi adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana,
upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota perkumpulan maupun orang
lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dalam menegakkan kode etik
dan disiplin organisasi.
Penjatuhan
sanksi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik Notaris
dilakukan oleh Dewan Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan perkumpulan
yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik termasuk
didalamnya juga menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan
masing-masing (termuat dalam Pasal B)
Terhadap
pelanggaran Notaris dilakukan pengawasan oleh organisasi Notaris yaitu Ikatan Notaris
Indonesia (INI) terhadap anggotanya, yang secara langsung mengontrol Notaris
yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan, yang dalam Pasal 1 angka (8) Kode Etik
Notaris:
- melakukan pembinaan, bimbingan,
pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi Kode Etik,
- memeriksa dan mengambil
keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etii: yang bersifat
internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan
rnasyarakatsecara~ngsung
- rnemberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris.
H. DUDUK
PERKARA KASUS
Duduk
perkara kausunya adalah sebagai berikut:[8]
Terdakwa oknum notaris/PPAT, Endang Murniati SH (47)
warga Jalan Podang No.
11 Demangan Baru Caturtunggal Depok Sleman akhirnya divonis 1 tahun 9 bulan
atau 21 bulan penjara penjara potong masa tahanan dalam sidang lanjutan di PN
Sleman. Terdakwa dinyatakan telah melakukan penipuan dan penggelapan serta
memalsukan akta otentik.
Vonis yang dijatuhkan ini lebih ringan dari tuntutan
jaksa Siti Hidayatun SH yang sebelumnya menuntut 3,5 tahun penjara. Atas
putusan tersebut terdakwa melalui penasihat hukumnya, Agung Dwi Purwanto SE SH
masih menyatakan pikir-pikir.
“Kami kecewa dengan putusan majelis hakim. Karena ada
fakta-fakta diabaikan dan tak menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara
ini. Tetapi kami masih menyatakan pikir-pikir,” ujar Agung usai putusan, Jumat
(23/05/2014).
Sebelum kembali diajukan ke persidangan, eksepsi
terdakwa dikabulkan majelis hakim PN Sleman, Putut Setiyono SH. Dengan begitu
terdakwa dibebaskan, tetapi jaksa mengajukan perlawanan dan MA memerintahkan
majelis hakim PN Sleman membuka sidang dan meneruskan perkara tersebut.
Dalam amar putusan hakim terungkap, pada bulan Mei
2004 samai Maret 2006 saksi Dra Mawar Muria Rini (terpisah) hendak membeli 2
bidang tanah milik saksi korban Ir Gregorius Daryanto yakni SHM Nomor: 717
seluas 1309 m2 dan SHM Nomor: 718 seluas 2955 m2 di Dusun Juwangen Purwomartani
Kalasan Sleman dengan disepakati harga Rp 275. 000/meter sehingga keseluruhannya
Rp 1.172.600.000.
Saksi Mawar berjanji menanggung semua biaya yang
timbul karena membeli dengan diangsur 10 kali tetapi saksi korban tak mau.
Kemudian Mawar tanahnya di Dusun Tanjungsari Kalitirto Berbah Sleman seluas
6.200 m2 dan dihargai Rp 125.000/meter. Tawaran tersebut diterima dan
kekurangan akan dibayar tunai oleh Mawar.
Selanjutnya pada 10 Juni 2004 di kantor terdakwa,
saksi korban melakukan tukar menukar tanah miliknya dan tanah milik Mawar,
keduanya membu buhkan tanda tangan dalam minuta akta yang sudah dipers iapkan
terdakwa. Setelah itu saksi korban berpesan kepada terdakwa agar tanahnya tak
diproses sebelum tanah milik mawas dibalik nama atas dirinya.
Setelah itu Mawar menyerahkan BG Rp 300 juta kepada
saksi korban untuk membayar kekurangan tanah. Pada 11 Juni 2004 saksi korban
menyerahkan ser t ifikat SHM Nomor: 717 seluas 1309 m2 dan SHM Nomor: 718
seluas 2955 m2 atas namanya. Saat itu istri saksi korban, Cicila Setyowati
hendak mencai rkan BG tetapi dicegah untuk tak mencairkan.
Mawarpun memberi uang Rp 136 juta melalui Hendricus
Mulyono dan Mawar mentransfer Rp 200 juta sehingga jumlah keseluruhan mencapai
Rp. 335 juta.
Bulan September 2004, Mawar meminta sertifokat saksi
korban dari terdakwa tanpa sepengetahuan pemilikntya. Pada bulan Januari 2006
saksi kor ban melihat tanah miliknya diurug saksi Ir Delthy Rinaldy. Ternyata
tanah miliknya dijual Mawar ke Delthy? bulan Oktober 2005 Rp 400.000/meter.
Jual beli terjadi menggunakan Akta Per ikatan Jual Beli dan Akta Kuasa Menjual
yang dibuat terdakwa. Selama ini saksi korban tak pernah menandatangani akta
tersebut sehingga tanda tanan dinilai palsu.
Tanah milik Mawar juga tak dibalik nama ke saksi
korban malah dijual ke saksi KRT Onggo Hartomo seharga Rp 700 juta. Akibat
perbuatan terdakwa saksi korban menderita kerugian Rp 857.000.000.
I.
ANALISIS
Kategorisasi
kepalsuan akta notaris dan tanda tangan palsu dari kasus tersebut dapat dikaji
dari kewenangan notaris dapat dikaji sebagai berikut:
1. Adanya
kepalsuan intelektual yang terjadi dalam hal:
a) Para
penghadap memberikan keterangan yang tidak benar dalam akta (isi akta);
b) Notaris
memberikan keterangan yang tidak benar pada Kepala Akta, Komparisi (identitas)
dan Akhir Akta.
c) Notaris
merubah, menambah atau menghapus keterangan para penghadap (diluar tata cara
Renvoi yang diatur dalam UU jabatan Notaris).
2. Adanya
kepalsuan materiil, yaitu: adanya kepalsuan tandatangan dari penghadap, notaris
atau saksi-saksi.
3. Adanya
kepalsuan Salinan Akta, Grosse Akta dan atau Kutipan Akta.
Tindak
pidana yang berkaitan dengan kepalsuan dari akta notaris dan tanda tangan
tersebut dapat dikwalifikasikan sebagai tindak pidana, diatur dalam pasal 263,
264 dan 266 KUHPidana, yang akan diuraikan masing masing unsur deliknya untuk
memudahkan dalam menganlisa pokok bahasan dalam tulisan singkat ini yaitu:
1) Tindak
pidana pemalsuan surat (biasa) yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat 1 KUHPidana,
terdiri dari unsur unsur delik yaitu:
Unsur Objektif:
a. Perbuatannya:
membuat surat palsu atau memalsukan surat:
·
Membuat surat palsu yaitu
surat aslinya tidak ada, tapi dibuat versi palsunya atau membuat surat yang
isinya tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
·
Memalsukan surat yaitu
surat aslinya ada, tapi dipalsu atau membuat isinya berbeda dengan surat
aslinya.
b. Objeknya:
“surat”
·
Menimbulkan suatu hak
·
Menimbulkan suatu
perikatan;
·
Menimbulkan suatu
pembebasan utang
·
Diperuntukkan sebagai
bukti pada suatu hal;
c. Akibatnya:
Dapat menimbulkan kerugian
Unsur
Subjektif: Dengan sengaja memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah
isinya benar dan tidak dipalsu.
2) Tindak
pidana memakai surat palsu atau yang dipalsukan sebagaimana dirumuskan dalam
Pasal 263 ayat 2 KUHPidana, mempunyai usnur unsur deliknya yaitu:
Unsur objektifnya:
a. Perbuatan:
memakai
b. Objeknya:
·
Surat palsu
·
Surat yang dipalsukan
c. Pemakaian
surat tersebut dapat menimbulkan kerugian
Unsur
Subjekifnya: Dengan sengaja
3) Tindak
pidana pemalsuan akta otentik sebagaimana dirumuskan dalam pasal 264 ayat 1
KUH.Pidana yaitu:
a. semua
unsur delik baik unsur objektif maupun unsur subjektif yang diatur dalam Pasal
263 ayat 1 KUH.Pidana dan:
b. unsur
pemberatannya berupa objek pemalsuannya (bersifat alternatif) diantaranya adalah
akta otentik.
4) Tindak
pidana memakai akta otentik palsu atau yang dipalsukan sebagaimana dirumuskan
dalam pasal 164 ayat 2 KUHPidana mempunyai unsur unsur delik yaitu:
Unsur objektifnya:
a. Perbuatannya:
memakai
b. Objeknya:
akta otentik palsu atau akta otentik yang dipalsukan
c. Pemakaian
akta otentik tersebut seolah olah isinya benar dan tidak dipalsu
Unsur
subjektifnya: Dengan sengaja
5) Tindak
pidana memakai akta otentik palsu sebagaimana dirumuskan dalam pasal 266 ayat 2
KUHPidana, mempunyai unsur unsur delik yaitu:
Unsur objektifnya:
a. Perbuatannya:
memakai
b. Objeknya:
akta otentik tersebut
c. Seolah
olah isinya benar dan tidak dipalsu
Unsur
subjektifnya: Dengan sengaja
Surat
dan akta otentik merupakan 2 (dua) objek yang berbeda dimana surat mempunyai
bentuk yang bebas sedangkan akta otentik memiliki bentuk yang diatur dalam UU
(UU Jabatan Notaris), sehingga untuk membuktikan unsur membuat akta otentik
palsu atau memalsukan akta otentik harus mengacu pada UU Jabatan Notaris begitu
pula untuk membuktikan unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan juga harus
dibuktikan dengan bersumber dari UU Jabatan Notaris. Perran saksi ahli mutlak
diperlukan berkaitan dengan jabatan notaris dan sebaiknya saksi ahli harus
dimintakan dari organisasi profesi atau kumpulan orang yang ahli yaitu Ikatan
Notaris Indonesia.
Menurut
Saya hukuman yang dijatuhkan terhadap endang murniati tersebut tidak adil,
tidak sebanding dengan kerugian yang dialami oleh korban atas perlakuan pelaku
tersebut, putusan tersebut tidak sesuai dengan pancasila sila ke 5 yang
berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Tampaknya hakim dalam
memutus perkara tersebut berpandangan bahwa pancasila hanya ada dalam
angan-angan, sehingga pancasila tidak diterapkan dalam putusannya. Seharusnya
pancasila jangan hanya ada dalam angan-angan, tetapi diterapkan dalam putusannya
tersebut, supaya mendapatkan putusan yang seadil-adilnya.
Seharusnya
hukuman yang menyangkut profesi haruslah di beri hukuman yang lebih berat
dikarenakan ia telah mengerti akan perbuatannya dan ia telah mengetahui sanksi
apa saja yang terjadi apabila ia melakukan tindak pidana tersebut. Dan setiap
Acara Pengadilan harus sesuai dengan Berita Acara yang telah di atur jangan
sampai cacat hukum.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Notaris adalah
pejabat umum yang
berwenang untuk membuat
akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
udang- undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Wewenang membuat akta
otentik ini hanya dilaksanakan oleh notaris sejauh pembuatan akte otentik
tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Peranan Notaris dalam
pembuatan Akta Authentik diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 02
Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris berdasarkan Undang-Undang tersebut
mengartikan bahwa Notaris berperan penting dalam pembuatan Akta Authentik di
karenakan Notaris merupakan Pejabat Umum yang berwenang membuat Akta Authentik
tersebut.
Pertanggungjawaban
pidana adalah pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh seseorang
yang melakukan tindak
pidana, pertanggungjawaban pidana notaris dalam tindak pidana pemalsuan
yaitu sanksi berupa hukuman penjara dan sanksi administratif yang bersifat
pidana yang terdapat pada pasal 9 huruf (e) dimana apabila seorang notaris yang
di tahan oleh Kepolisian maka jabatannya di berhentikan sementara. Oleh karena
itu apabila Notaris di tahan oleh Kepolisian maka kantor kenotariatannya
berhenti sementara sampai Notaris tersebut keluar dari tahanan.
Hukuman
yang dijatuhkan terhadap endang murniati tersebut tidak adil, tidak sebanding
dengan kerugian yang dialami oleh korban atas perlakuan pelaku tersebut,
putusan tersebut tidak sesuai dengan pancasila sila ke 5 yang berbunyi keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Tampaknya hakim dalam memutus perkara
tersebut berpandangan bahwa pancasila hanya ada dalam angan-angan, sehingga
pancasila tidak diterapkan dalam putusannya. Seharusnya pancasila jangan hanya
ada dalam angan-angan, tetapi diterapkan dalam putusannya tersebut, supaya
mendapatkan putusan yang seadil-adilnya.
Saran
Pengaturan hukum
di indonesia haruslah
di tegaskan dan
hakim harus mempertimbangkan segala
sesuatu yang harus
dipertimbangkan. Seharusnya
hukuman yang menyangkut profesi haruslah di beri hukuman yang lebih berat
dikarenakan ia telah mengerti akan perbuatannya dan ia telah mengetahui sanksi
apa saja yang terjadi apabila ia melakukan tindak pidana tersebut. Dan setiap
Acara Pengadilan harus sesuai dengan Berita Acara yang telah di atur jangan
sampai cacat hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Adjie,
Habib. 2009. Hukum Notaris Indonesia,
PT. Refika Aditama, Bandung.
Adjie,
Habib, 2011, Hukum Notaris Indonesia
Tafsir Tematik Terhadap UU No.
30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, Rafika Aditama, Bandung.
Andi
Hamzah. 1994. Asas- Asas Hukum Pidana,
Rineka Cipta: Jakarta.
Roeslan
saleh. 1983. perbuatan pidana dan
pertanggungjawaban pidana: dua pengertian Dasar dalam Hukum Pidana. Aksara
Baru: jakarta.
Undang-undang
Undang-Undang
Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
Internet
http://cyberlawncrime.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-etika-kode-etik-dan-fungsi.html
diakses pada tanggal 17 mei 2016.
http://mkn-unsri.blogspot.co.id/2012/08/tinjauan-terhadap-kode-etik-notaris.html
diakses pada tanggal 18 juni 2016.
http://www.krjogja.com/web/news/read/217094/notaris_divonis_21_bulan.html
diakses pada tanggal 18 juni 2016.
[1] Habib adjie, buku I, op.
Cit, hlm. 67.
[2] Andi Hamzah, Asas- Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta,
Jakarta, 1994, hlm. 89
[3] Roeslan saleh, perbuatan
pidana dan pertanggungjawaban pidana: dua pengertian Dasar dalam Hukum Pidana,Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm. 20-23
[4] http://cyberlawncrime.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-etika-kode-etik-dan-fungsi.html diakses pada tanggal 18
juni 2016.
[5] http://mkn-unsri.blogspot.co.id/2012/08/tinjauan-terhadap-kode-etik-notaris.html diakses pada tanggal 18
juni 2016.
[7] Ibid.
[8] http://www.krjogja.com/web/news/read/217094/notaris_divonis_21_bulan.html diakses pada tanggal 17
mei 2016.