Saturday, 15 October 2016

MAKALAH ETIKA PROFESI HUKUM


ANALISIS PUTUSAN HAKIM KASUS NOTARIS NAKAL ENDANG MURNIATI DALAM KAITANNYA DENGAN PANCASILA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR  BELAKANG
Tindak pidana atau disebut juga peristiwa pidana merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda “Strafbaar feit” atau “delict”(Moeliatno, 2000). Menurut KUH Pidana yang berlaku di Indonesia, perkara pidana itu termasuk ke dalam “misdrijf’ (kejahatan) dan “overtreding” (pelanggaran). Perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat merupakan kelakuan yang menyimpang (abnormal). Tingkah laku yang menyimpang itu sangat erat hubungannya dengan kejiwaan individu, dimana kehidupannya hidup dalam suatu kehidupan kemasyarakatan.

Salah satu asas dalam hukum pidana adalah Asas Kesalahan merupakan suatu asas yang fundamental, sebab asas itu telah begitu meresap dan menggema dalam hampir semua ajaran-ajaran penting dalam hukum pidana. Akan tetapi asas “Tiada pidana tanpa kesalahan” tidak boleh dibalik menjadi “Tiada kesalahan tanpa pidana”. Dengan demikian hubungan dari kesalahan dan pemidanaan akan jelas, yaitu bahwa kesalahan itu merupakan dasar dari pidana. Dilihat dari bentuknya, kesalahan itu dapat pula dibagi dalam dua kelompok besar yaitu kesengajaan dan kealpaan.
Sebagai pejabat umum Notaris dituntut untuk bertanggungjawab terhadap akta yang telah dibuatnya. Apabila akta yang dibuat ternyata di belakang hari menimbulkan sengketa, maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan Notaris atau kesalahan para pihak yang tidak mau jujur dalam memberikan keterangannya di hadapan Notaris  atau adanya kesepakatan yang telah dibuat antara Notaris dengan salah satu atau mungkin kedua belah pihak yang menghadap. Jika akta yang diterbitkan Notaris mengandung cacat hukum yang terjadi karena kesalahan Notaris, baik karena kelalaiannya maupun karena kesengajaan Notaris itu sendiri, maka Notaris memberikan pertanggungjawaban.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik sejauh pembuatan Akta Otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta Otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Notaris membuat akta yang dimaksud berdasarkan alat bukti, keterangan dan pernyataan para penghadap dan Notaris mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga jelas isi Akta Notaris tersebut serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta.
Secara sederhana, Notaris dapat dibedakan antara Notaris itu sendiri yang menjalankan kewenangan berdasarkan jabatannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan Notaris dalam pengertian orang perorangan yang melakukan suatu perbuatan. Sepanjang Notaris bekerja berdasarkan kewenangan yang diatur Undang-Undang maka pada dasarnya ia dilindungi oleh undang-undang. Akan tetapi jika yang melakukan perbuatan tersebut dalam pengertian orang perorangan, maka pertanggungjawabannya sangat bergantung pada kesengajaan-nya (opzet).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Notaris dapat dipertanggungjawabkan  baik secara administratif, perdata maupun pidana. Dalam UUJN tersebut dengan jelas ada pasal-pasal yang mengatur tentang batasan-batasan pelanggaran administratif dan tindakan adminstratif yang dapat dijatuhkan, baik berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, maupun pemberhentian dengan tidak hormat.
Dalam hal tanggungjawab perdata, jika dilakukan perubahan terhadap isi akta, baik dengan cara diganti, ditambah, dicoret; disisipkan, dihapus, dan/atau ditulis tindih, sedangkan perubahan tersebut tanpa diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris sehingga  mengakibatkan kerugian pada pihak, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut penggantian biaya, ganti kerugian dan bunga.
Dalam kenyataannya di lapangan ada ditemukan akta Notaris yang dipermasalahkan oleh para penghadap atau pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat diterbitkanya akta Notaris tersebut. Apakah ada unsur kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa), sehingga Notaris diperiksa oleh penyidik Kepolisian. Dimungkinkan juga Notaris tersebut turut serta atau membantu melakukan tindak pidana dengan cara membuat keterangan palsu dalam akta yang dibuat di hadapannya seperti dalam kasus yang melibatkan seorang Notaris.
Dalam ajaran para ahli hukum atau Doktrin pun,  unsur kesengajaan yang ada terbagi dalam Kesengajaan dengan Maksud (Opzet Als Oogmerk), Kesengajaan dengan Sadar Kepastian (Opzet met Zekerheidsbewutzjin) dan Kesengajaan dengan Sadar Kemungkinan (Dolus Eventualis atau Voorwaardelijk Opzet). Corak Kesengajaan dengan Sadar Kemungkinan (Dolus Eventualis atau Opzet bij Mogelijheids Bewustzijn) perlu diperhatikan oleh Notaris dalam melakukan tugas pekerjaan/jabatannya. Notaris sebelum membuat akta jual beli atas permintaan pihak Bank, yang bukan dari permintaan pihak penjual maupun pembeli, seharusnya Notaris dapat menduga atau mengira jika akta jual beli tersebut yang dibuatnya ternyata tidak sesuai dengan keinginan baik pihak penjual maupun pembeli  atau tanpa sepengetahuan para pihak akan mengakibatkan isi akta yang dibuatnya tersebut memuat keterangan palsu. Kemudian Notaris juga dapat menduga–duga jika akta tersebut tidak ditandatangani atau dicap jempol di hadapan saya (Notaris/PPAT) dapat berakibat terjadi pemalsuan tanda tangan karena dapat ditandatangani atau dibubuhi cap jempol orang lain.
Dalam perkara pidana, seorang Notaris dapat dihadapkan sebagai terdakwa, saksi dan maupun ahli. Ada beberapa kemungkinan  yang dapat menjerat seorang Notaris melakukan tindak pidana dan diminta untuk dapat pertanggungjawaban pidana sebagai tersangka /terdakwa.  Kemungkinan-kemungkinan tersebut sebagai berikut:[1]
1.      Tanggal dalam akta tidak sesuai dengan kehadiran para pihak.
2.      Para pihak tidak hadir tetapi ditulis hadir;
3.      Para pihak tidak ada membubuhi tandatangan tetapi ditulis atau ada tandatangannya;
4.      Akta sebenarnya tidak dibacakan akan tetapi diterangkan telah dibacakan;
5.      Luas tanah berbeda yang diterangkan oleh para pihak;
6.      Notaris ikut campur tangan terhadap syarat-syarat perjanjian;
7.      Dalam akta disebutkan bahwa pihak-pihak telah membayar lunas apa yang diperjanjikan padahal sebenarnya belum lunas atau bahkan belum ada pembayaran secara riil;
8.      Pencantuman pembacaan akta yang harus dilakukan oleh Notaris sendiri padahal sebenarnya tidak;
9.      Pencantuman mengenal orang yang menghadap padahal sebenarnya tidak mengenalnya.
Marshall mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang dilarang oleh hukum yang berlaku. Dalam Konsep KUHP tindak pidana diartikan sebagai perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.[2]
Dengan demikian, membicarakan pertanggungjawaban pidana mau tidak mau  harus  didahului  dengan  penjelasan  tentang  perbuatan  pidana.  Sebab seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih dahulu ia melakukan perbuatan pidana. Adalah dirasakan tidak adil jika tiba-tiba seseorang harus  bertanggung  jawab  atas  suatu  tindakan,  sedangkan  ia  sendiri  tidak melakukan tindakan tersebut.[3] Sehingga makalah ini akan membahas tentang “ANALISIS PUTUSAN HAKIM KASUS NOTARIS NAKAL ENDANG MURNIATI DALAM KAITANNYA DENGAN PANCASILA.”

B.     RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang timbul dari latar belakang diatas adalah:
1.      Bagaimana pertanggungjawaban pidana terkait dengan kasus tersebut?
2.      Bagaimana kaitan kasus tersebut dengan pancasila?

C.    TUJUAN
Tujuan dari dibuatkannya makalah ini adalah:
1.      Untuk mengatahui pertanggungjawaban pidana dalam kasus tersebut.
2.      Untuk mengetahui kaitan kasus tersebut dengan pancasila.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFENISI ETIKA
Menurut Bertens (1994), Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Arti etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang bearti adat istiadat kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai yang mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.[4]

B.     KODE ETIK PROFESI
Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Kode etik profesi adalah system norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan  jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.
Bertens dalam bukunya tentang etika menyatakan bahwa kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi  petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya dan sekaligus menjamin mutu moral itu di mata masyarakat. Apabila salah satu anggota kelompok profesi itu berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi tersebut akan tercemar di mata rnasyarakat. Oleh karena itu, kelornpok profesi harus menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri.
Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga anggota kelompok  profesi tidak akan ketinggalan jaman. Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri  profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar. Kode etik profesi merupakan tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik profesi merupakan upaya  pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu ketentuan yang mengatur  pembuktian terjadinya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum, sehingga dalam hukum keperdataan dibutuhkan peran penting akta sebagai dokumen tertulis yang dapat memberikan bukti tertulis atas adanya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum tersebut yang menjadi dasar dari hak atau suatu perikatan. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya pejabat umum dan atau suatu lembaga yang diberikan wewenang untuk membuat akta otentk yang juga dimaksudkan sebagai lembaga notariat.[5]
Notaris  adalah  pejabat  umum  yang  berwenang  untuk  membuat  akta authentik sejauh pembuatan akta authentik tidak di khususkan kepada pejabat umum lainnya. Pembuatan akta authentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan  dalam  rangka  menciptakan  kepastian,  ketertiban  dan perlindungan hukum. Selain itu, akta authentik yang di buat oleh atau di hadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga  kehendaki  oleh  pihak  yang  berkepentingan  untuk  memastikan  hak  dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.[6]
Tanggung jawab notaris dalam kaitannya dengan profesi hukum di dalam melaksanakan jabatannya tidak dapat dilepaskan dari keagungan hukurn itu sendiri, sehingga terhadapnya diharapkan bertindak untuk merefleksikannya di dalam pelayanannya kepada masyarakat, dua hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka menjalankan profesinya tersebut. Adanya kemampuan untuk menjunjung tinggi profesi hukurn yang mensyaratkan adanya integritas pribadi serta kebolehan profesi dan itu dapat dijabarkan:[7]
1.      Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi kepentingan umum yaitu memegang teguh standar profesional sebagai pengabdi hukurn yang baik dan tanggap.  berperilaku individual. mampu menunjukkan sifat dan perbuatan yang sesuai bagi seorang pengabdi hukum yang baik.
2.      Keluar, kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap perkembangan masyarakat dan lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan urnurn, mampu mengakomodir, menyesuaikan serta mengembangkan norma hukum serta aplikasinya sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan teknologi.
Di Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Ketchem, Sekretaris dari College Van Scepenen di Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia, yang  pengangkatannya berbeda dengan pengangkatan notaris pada saat ini dimana di dalam  pengangkatannya dimuat sekaligus secara singkat yang menguraikan pekerjaan dalam bidang dan wewenangnya.

C.    KEWAJIBAN DAN LARANGAN NOTARIS BERDASARKAN KODE ETIK NOTARIS
Kewajiban dan Larangan Notaris tercantum dalam Pasal 3, 4 dan 5 Kode Etik Notaris Hasil Kongres Luar Biasa INI pada tanggal 28 Januari 2005 di Bandung. Kode etik Notaris mengacu pada Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2005. Undangundang Jabatan Notaris tegas dalam hal kewajiban dan larangan terhadap profesi Notaris, seperti yang tercantum dalam Pasal 15,16 dan 17.
Seperti yang telah diterangkan diatas, maka peraturan Kode Etik Notaris hasil Kongres Luar Biasa INI pada tahun 2005 disesuaikan dengan pemikiran dari Abdulkadir Muhammad, maka dalam Kode Etik Notaris berupa kewajiban maupun larangan untuk profesi Notaris dapat dijabarkan sebagai berikut:
Etika kepribadian notaris:
1.      Memiliki moral, akhlak dan kepribadian yang baik
2.      Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan marta bat jabatan notaris
3.      Taat hukum berdasarkan Undang Undang Jabatan Notaris, sumpah jabatan dan AD ART Ikatan Notaris Indonesia
4.      Memiliki perilaku professional
5.      Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan dan kenotariatan
Etika melakukan tugas jabatan
1.      Bertindak jujur, mandiri tidak berpihak penuh rasa tanggung jawab.
2.      Menggunakan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan jabatannya sehari-hari.
3.      Memasang papan nama di depan kantornya menurut ukuran yang berlaku
4.      Menjalankan jabatan notaris terutama dalam pernbuatan, pembacaan dan penandatanganan akta yang dilakukan di kantor kecuali dengan alasan-alasan yang sah.
5.      Tidak melakukan promosi melalui media cetak ataupun elektronik
6.      Dilarang bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang ada sebagai perantara dalam mencari klien.
Etika pelayanan terhadap klien
1.      Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara
2.      Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik tanpa membedakan status ekonominya dan atau status sosialnya
3.      Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium
4.      Dilarang menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh orang lain
5.      Dilarang mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani
6.      Dilarang berusaha agar seseorang berpindah dari notaris Jain kepadanya
7.      Dilarang melakukan pemaksaan kepada klien menahan berkas yang telah diserahkan dengan. maksud agar klien tetap membuat akta kepadanya.
Etika hubungan sesama rekan notaris
1.      Aktif dalam organisasi notaris
2.      Saling membantu, saling menghormati sesama rekan Notaris dalam suasana kekeluargaan
3.      Harus saling menjaga kehormatan dan membela kehormatan dan nama baik korps Notaris
4.      Tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama netarts, baik moral maupun material
5.      Tidak menjelekkan ataupun mempersalahkan rekan notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan notaris lainnya dan ditemui kesalahan-kesalahan yang serius atau membahayakan kilennya, maka notaris tersebut wajib memberitahukan dengan cara tidak menggurui, untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut
6.      Dilarang membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi apalagi menutup kemungkinan bagi notaris lain untuk berpartisipasi
7.      Tidak menarik karyawan notaris lain secara tidak wajar
Dalam aturan main yang telah ditetapkan oleh Kongres IN), Kode Etik ini wajib diikuti oleh seluruh anggota maupun seseorang yang menjalankan profesi Notaris. Hal ini mengingat bahwa profesi notaris sebagai pejabat umum yang harus memberikan rasa aman serta keadilan bagi para pengguna jasanya. Untuk memberikan rasa aman bagi para pengguna jasanya, Notaris harus mengikuti kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Undang-undang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris. Notaris harus bertanggung jawab terhadap apa yang ia lakukan terhadap klien maupun masyarakat.
Kewajiban maupun larangan yang ada merupakan petunjuk moral dan aturan tingkah laku yang ditetapkan bersama oleh anggota notaris dan menjadi kewajiban bersama oleh seluruh anggota notaris dalam mewujudkan masyarakat yang tertib.

D.    PENEGAKAN HUKUM KODE ETIK NOTARIS
Pengertian Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanqqar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakkan hukum dilakukan dengan penindakan hukum menurut urutan berikut:
a.       teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat lagi
b.      pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda)
c.       penyisihan atau pengucilan (pencabutan hak-hak tertentu)
d.      pengenaan sanksi badan (pidana penjara, pidana mati) Dalam pelaksanaannya tugas penegakan hukum, penegak hukurn wajib menaati norma-norma yang telah ditetapkan.
Penegakan kode etik Notaris adalah usaha melaksanakan kode etik Notaris sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali.
Penegakan hukum Kode Etik Notaris tercantum dalam Bab IV dan V yaitu dari Pasal 6 sampai dengan Pasal 13. Yang meliputi Sanksi, Pengawasan, Pemeriksaan dan Penjatuhan sanksl, Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada tingkat Pertama, Banding dan Terakhir, Eksekusi atas sanksi-sanksi dalarn Pelanggaran Kode Etik.

E.     PENGAWASAN
Pengawasan Notaris dimaksud diharapkan oleh pembentuk Undang-undang Jabatan Notaris merupakan lembaga pembinaan agar para Notaris dalam menjalankan jabatannya dapat leblh meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam Pasal 67 ayat (5) UUJN, yang harus diawasi adalah Perilaku Notaris dan Pelaksanaan Jabatan Notaris.
Pengawasan baik preventif dan represif diperlukan bagi pelaksanaan tug as Notaris sebagai pejabat umum. Fungsi Preventif dilakukan oleh Negara sebagai pemberi wewenang yang I dilimpahkan pada instansi pemerintah. Fungsi represif dilakukan oleh organisasi profesi jabatan Notaris dengan acuan kepada UUJN dan Kode Etik Notaris.
Pengawasan Notaris diatur dalam Pasal 67-81 UUJN, yang intinya pengawasan dilakukan oleh Menteri dan dalarn rnelaksanakan pengawasan tersebut Menteri menunjuk Majelis Pengawas, yang terdiri dari Majelis Pengawas Oaerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas terdiri dari 3 unsur yaitu unsure dari Pemerintah, organisasi Notaris dan akademisi.
Majelis Pengawas Daerah (MPD)
MPD melakukan pengawasan secara berkala 6 bulan sekali dengan melakukan pemerikasaan protocol Notaris, memberikan izin cuti selama 6 bulan dan pemeriksaan adanyalaporan atau pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris. Apabila ada pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik maupun pelanggaran Undang-Undang jabatan Notaris, maka MPD berwenang menyelenggarakan Sidang tertutup untuk umum, MPD akan memeriksa dan mendengar keterangan pelapor, tanggapan terlapor, memeriksa bukti yang diajukan pelapor dan terlapor, kemudian hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara pemeriksaan (BAP) dan wajib diberikan kepada MajeJis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 hari dengan tembusan kepada notaris yang bersangkutan, pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis Pengawas Pusat. MPD tidak berwenang membenkan penilaian pembuktian terhadap fakta-fakta hukum dan juga tanpa kewenangan untuk menjatuhkan sanksi
Majelis Pengawas Wilayah (MPW)
MPW berwenang meberikan cuti untuk 6 bulan sampai 1 tahun. \ Berdasarkan BAP yang telah diberikan kepada MPW melalui MPD, MPW berwenang melakukan Sidang Pemeriksaan Tertutup untuk umum dan Sidang Pengambilan Keputusan yang terbuka untuk umum. Blla dalam sidang pemeriksaan MPW Netarts tidak terbukti rnelakukan pelanggaran, maka laporan BAP ditolak dan Notaris direhabilitasi nama baiknya. Bila Notaris terbukti melanggar, putusan harus memuat alasan dan pertimbangan yang cukup yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan.
MPW membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi, yang kemudian disampaikan kepada Mennteri, pelapor, teriapor, MPD, MPP dan pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia.
Apabila Notaris terlapor keberatan alas putusan sidang MPW, maka Notaris dapat mengajukan banding pad a tingkat Majelis Pengawas Pusat
Majelis Pengawas Pusat (MPP)
Berwenang memberi cuti notaris untuk jangka waktu 1 tahun lebih. Menindaklanjuti Notaris yang melakukan banding yang disampaikan melalui MPW. MPP wajib melakukan Sidang Pemeriksaan dan Sidang Pengambilan Putusan yang terbuka untuk umum.
F.     PELANGGARAN TERHADAP KODE ETIK NOTARIS
Beberapa contoh pelanggaran terhadap UUJN yang dilakukan oleh oknum Notaris dalam pembuatan akta-akta Notaris, yaitu :
a.       Akta dibuat tanpa dihadiri oleh saksl-saksl, padahal di dalam akta itu sendiri disebut dan dinyatakan "dengan dihadiri saksi-saksi"
b.      Akta yang bersangkutan tidak dibacakan oleh Notaris
c.       Akta yang bersangkutan tidak ditandatangai di hadapan Notaris, bahkan min uta Akta tersebut dibawa oleh orang lain dan ditandatangani oleh dan ditempat yang tidak diketahui oleh Notaris yang bersangkutan
d.      Notaris membuat akta diluar wilayah jabatannya, akan tetapi Notaris yang bersangkutan mencantumkan dalam akta tersebut seolah-oleh dilangsungkan dalam wilayah hukum kewenangannya atau seolah-oleh dilakukan di tempat kedudukan dari Notaris tersebut.
e.       Seorang Notaris membuka kantor cabang dengan cara sertiap cabang dalam waktu yang bersamaan melangsungkan dan memproduksi akta Notaris yang seolah-olah kesemua akta tersebut dibuat di hadapan Notaris yang bersangkutan.
Akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris yang telah rnelakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu kata Notaris tersebut tidak otentik dan akta itu hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan apabila ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan.
Pelanggaran terhadap UUJN seperti yang dicontohkan di atas, sudah mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat atau pengguna jasa Notaris, bisa diajukan oleh masyarakat kepada        Majelis Pengawas Daerah. Yang kemudian mekanismenya disesuaikan dengan UUJN. Dalam UUJN ditentukan sanksi-sanksi dalam Pasal 84 dan 85 bagi pelanggaran jabatan Notaris.
Kode etik Notaris yang diatur oleh organisasi Notaris yaitu !katan Notaris Indonesia (INI) merupakan salah satu organisasi profesi jabatan Notaris yang diakui dan telah mempunyai cabang di seluruh Indonesia. Pelanggaran menurut Kode etik Notaris diatur dalam Pasal1 angka (9) yaitu:
Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan nolaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atu disiplin organisas.

G.    SANKSI
Sanksi dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6:
1.      Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pefanggaran Kode Etik dapat berupa:
·         Teguran
·         Peringatan
·         schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan
·         onzetfing ( pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan
·         Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpufan.
2.      Penjatuhan senksi-senksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar kode etik disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota.
Yang dimaksud sebagai sanksi adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dalam menegakkan kode etik dan disiplin organisasi.
Penjatuhan sanksi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik termasuk didalamnya juga menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing (termuat dalam Pasal B)
Terhadap pelanggaran Notaris dilakukan pengawasan oleh organisasi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) terhadap anggotanya, yang secara langsung mengontrol Notaris yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan, yang dalam Pasal 1 angka (8) Kode Etik Notaris:
  1. melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi Kode Etik,
  2. memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etii: yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan rnasyarakatsecara~ngsung
  3. rnemberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris.

H.    DUDUK PERKARA KASUS
Duduk perkara kausunya adalah sebagai berikut:[8]
Terdakwa oknum notaris/PPAT, Endang Murniati SH (47) warga Jalan Podang No. 11 Demangan Baru Caturtunggal Depok Sleman akhirnya divonis 1 tahun 9 bulan atau 21 bulan penjara penjara potong masa tahanan dalam sidang lanjutan di PN Sleman. Terdakwa dinyatakan telah melakukan penipuan dan penggelapan serta memalsukan akta otentik.
Vonis yang dijatuhkan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa Siti Hidayatun SH yang sebelumnya menuntut 3,5 tahun penjara. Atas putusan tersebut terdakwa melalui penasihat hukumnya, Agung Dwi Purwanto SE SH masih menyatakan pikir-pikir.
“Kami kecewa dengan putusan majelis hakim. Karena ada fakta-fakta diabaikan dan tak menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini. Tetapi kami masih menyatakan pikir-pikir,” ujar Agung usai putusan, Jumat (23/05/2014).
Sebelum kembali diajukan ke persidangan, eksepsi terdakwa dikabulkan majelis hakim PN Sleman, Putut Setiyono SH. Dengan begitu terdakwa dibebaskan, tetapi jaksa mengajukan perlawanan dan MA memerintahkan majelis hakim PN Sleman membuka sidang dan meneruskan perkara tersebut.
Dalam amar putusan hakim terungkap, pada bulan Mei 2004 samai Maret 2006 saksi Dra Mawar Muria Rini (terpisah) hendak membeli 2 bidang tanah milik saksi korban Ir Gregorius Daryanto yakni SHM Nomor: 717 seluas 1309 m2 dan SHM Nomor: 718 seluas 2955 m2 di Dusun Juwangen Purwomartani Kalasan Sleman dengan disepakati harga Rp 275. 000/meter sehingga keseluruhannya Rp 1.172.600.000.
Saksi Mawar berjanji menanggung semua biaya yang timbul karena membeli dengan diangsur 10 kali tetapi saksi korban tak mau. Kemudian Mawar tanahnya di Dusun Tanjungsari Kalitirto Berbah Sleman seluas 6.200 m2 dan dihargai Rp 125.000/meter. Tawaran tersebut diterima dan kekurangan akan dibayar tunai oleh Mawar.
Selanjutnya pada 10 Juni 2004 di kantor terdakwa, saksi korban melakukan tukar menukar tanah miliknya dan tanah milik Mawar, keduanya membu buhkan tanda tangan dalam minuta akta yang sudah dipers iapkan terdakwa. Setelah itu saksi korban berpesan kepada terdakwa agar tanahnya tak diproses sebelum tanah milik mawas dibalik nama atas dirinya.
Setelah itu Mawar menyerahkan BG Rp 300 juta kepada saksi korban untuk membayar kekurangan tanah. Pada 11 Juni 2004 saksi korban menyerahkan ser t ifikat SHM Nomor: 717 seluas 1309 m2 dan SHM Nomor: 718 seluas 2955 m2 atas namanya. Saat itu istri saksi korban, Cicila Setyowati hendak mencai rkan BG tetapi dicegah untuk tak mencairkan.
Mawarpun memberi uang Rp 136 juta melalui Hendricus Mulyono dan Mawar mentransfer Rp 200 juta sehingga jumlah keseluruhan mencapai Rp. 335 juta.
Bulan September 2004, Mawar meminta sertifokat saksi korban dari terdakwa tanpa sepengetahuan pemilikntya. Pada bulan Januari 2006 saksi kor ban melihat tanah miliknya diurug saksi Ir Delthy Rinaldy. Ternyata tanah miliknya dijual Mawar ke Delthy? bulan Oktober 2005 Rp 400.000/meter. Jual beli terjadi menggunakan Akta Per ikatan Jual Beli dan Akta Kuasa Menjual yang dibuat terdakwa. Selama ini saksi korban tak pernah menandatangani akta tersebut sehingga tanda tanan dinilai palsu.
Tanah milik Mawar juga tak dibalik nama ke saksi korban malah dijual ke saksi KRT Onggo Hartomo seharga Rp 700 juta. Akibat perbuatan terdakwa saksi korban menderita kerugian Rp 857.000.000.
I.       ANALISIS 
Kategorisasi kepalsuan akta notaris dan tanda tangan palsu dari kasus tersebut dapat dikaji dari kewenangan notaris dapat dikaji sebagai berikut:
1.      Adanya kepalsuan intelektual yang terjadi dalam hal:
a)      Para penghadap memberikan keterangan yang tidak benar dalam akta (isi akta);
b)      Notaris memberikan keterangan yang tidak benar pada Kepala Akta, Komparisi (identitas) dan Akhir Akta.
c)      Notaris merubah, menambah atau menghapus keterangan para penghadap (diluar tata cara Renvoi yang diatur dalam UU jabatan Notaris).
2.      Adanya kepalsuan materiil, yaitu: adanya kepalsuan tandatangan dari penghadap, notaris atau saksi-saksi.
3.      Adanya kepalsuan Salinan Akta, Grosse Akta dan atau Kutipan Akta.
Tindak pidana yang berkaitan dengan kepalsuan dari akta notaris dan tanda tangan tersebut dapat dikwalifikasikan sebagai tindak pidana, diatur dalam pasal 263, 264 dan 266 KUHPidana, yang akan diuraikan masing masing unsur deliknya untuk memudahkan dalam menganlisa pokok bahasan dalam tulisan singkat ini yaitu:
1)      Tindak pidana pemalsuan surat (biasa) yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat 1 KUHPidana, terdiri dari unsur unsur delik yaitu:
Unsur Objektif:
a.       Perbuatannya: membuat surat palsu atau memalsukan surat:
·         Membuat surat palsu yaitu surat aslinya tidak ada, tapi dibuat versi palsunya atau membuat surat yang isinya tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
·         Memalsukan surat yaitu surat aslinya ada, tapi dipalsu atau membuat isinya berbeda dengan surat aslinya.
b.      Objeknya: “surat” 
·         Menimbulkan suatu hak
·         Menimbulkan suatu perikatan;
·         Menimbulkan suatu pembebasan utang
·         Diperuntukkan sebagai bukti pada suatu hal;
c.       Akibatnya: Dapat menimbulkan kerugian
Unsur Subjektif: Dengan sengaja memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu.
2)      Tindak pidana memakai surat palsu atau yang dipalsukan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 263 ayat 2 KUHPidana, mempunyai usnur unsur deliknya yaitu:
Unsur objektifnya:
a.       Perbuatan: memakai
b.      Objeknya:
·         Surat palsu
·         Surat yang dipalsukan
c.       Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian
Unsur Subjekifnya: Dengan sengaja
3)      Tindak pidana pemalsuan akta otentik sebagaimana dirumuskan dalam pasal 264 ayat 1 KUH.Pidana yaitu:
a.       semua unsur delik baik unsur objektif maupun unsur subjektif yang diatur dalam Pasal 263 ayat 1 KUH.Pidana dan:
b.      unsur pemberatannya berupa objek pemalsuannya (bersifat alternatif) diantaranya adalah akta otentik.
4)      Tindak pidana memakai akta otentik palsu atau yang dipalsukan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 164 ayat 2 KUHPidana mempunyai unsur unsur delik yaitu:
Unsur objektifnya:
a.       Perbuatannya: memakai
b.      Objeknya: akta otentik palsu atau akta otentik yang dipalsukan
c.       Pemakaian akta otentik tersebut seolah olah isinya benar dan tidak dipalsu
Unsur subjektifnya: Dengan sengaja
5)      Tindak pidana memakai akta otentik palsu sebagaimana dirumuskan dalam pasal 266 ayat 2 KUHPidana, mempunyai unsur unsur delik yaitu:
Unsur objektifnya:
a.       Perbuatannya: memakai
b.      Objeknya: akta otentik tersebut
c.       Seolah olah isinya benar dan tidak dipalsu
Unsur subjektifnya: Dengan sengaja
Surat dan akta otentik merupakan 2 (dua) objek yang berbeda dimana surat mempunyai bentuk yang bebas sedangkan akta otentik memiliki bentuk yang diatur dalam UU (UU Jabatan Notaris), sehingga untuk membuktikan unsur membuat akta otentik palsu atau memalsukan akta otentik harus mengacu pada UU Jabatan Notaris begitu pula untuk membuktikan unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan juga harus dibuktikan dengan bersumber dari UU Jabatan Notaris. Perran saksi ahli mutlak diperlukan berkaitan dengan jabatan notaris dan sebaiknya saksi ahli harus dimintakan dari organisasi profesi atau kumpulan orang yang ahli yaitu Ikatan Notaris Indonesia.
Menurut Saya hukuman yang dijatuhkan terhadap endang murniati tersebut tidak adil, tidak sebanding dengan kerugian yang dialami oleh korban atas perlakuan pelaku tersebut, putusan tersebut tidak sesuai dengan pancasila sila ke 5 yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Tampaknya hakim dalam memutus perkara tersebut berpandangan bahwa pancasila hanya ada dalam angan-angan, sehingga pancasila tidak diterapkan dalam putusannya. Seharusnya pancasila jangan hanya ada dalam angan-angan, tetapi diterapkan dalam putusannya tersebut, supaya mendapatkan putusan yang seadil-adilnya.
Seharusnya hukuman yang menyangkut profesi haruslah di beri hukuman yang lebih berat dikarenakan ia telah mengerti akan perbuatannya dan ia telah mengetahui sanksi apa saja yang terjadi apabila ia melakukan tindak pidana tersebut. Dan setiap Acara Pengadilan harus sesuai dengan Berita Acara yang telah di atur jangan sampai cacat hukum.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Notaris  adalah  pejabat  umum  yang  berwenang  untuk  membuat  akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam udang- undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Wewenang membuat akta otentik ini hanya dilaksanakan oleh notaris sejauh pembuatan akte otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Peranan Notaris dalam pembuatan Akta Authentik diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris berdasarkan Undang-Undang tersebut mengartikan bahwa Notaris berperan penting dalam pembuatan Akta Authentik di karenakan Notaris merupakan Pejabat Umum yang berwenang membuat Akta Authentik tersebut.
Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh  seseorang  yang  melakukan  tindak  pidana,  pertanggungjawaban  pidana notaris dalam tindak pidana pemalsuan yaitu sanksi berupa hukuman penjara dan sanksi administratif yang bersifat pidana yang terdapat pada pasal 9 huruf (e) dimana apabila seorang notaris yang di tahan oleh Kepolisian maka jabatannya di berhentikan sementara. Oleh karena itu apabila Notaris di tahan oleh Kepolisian maka kantor kenotariatannya berhenti sementara sampai Notaris tersebut keluar dari tahanan.
Hukuman yang dijatuhkan terhadap endang murniati tersebut tidak adil, tidak sebanding dengan kerugian yang dialami oleh korban atas perlakuan pelaku tersebut, putusan tersebut tidak sesuai dengan pancasila sila ke 5 yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Tampaknya hakim dalam memutus perkara tersebut berpandangan bahwa pancasila hanya ada dalam angan-angan, sehingga pancasila tidak diterapkan dalam putusannya. Seharusnya pancasila jangan hanya ada dalam angan-angan, tetapi diterapkan dalam putusannya tersebut, supaya mendapatkan putusan yang seadil-adilnya.

Saran
Pengaturan  hukum  di  indonesia  haruslah  di  tegaskan  dan  hakim  harus mempertimbangkan  segala  sesuatu  yang  harus  dipertimbangkan.  Seharusnya hukuman yang menyangkut profesi haruslah di beri hukuman yang lebih berat dikarenakan ia telah mengerti akan perbuatannya dan ia telah mengetahui sanksi apa saja yang terjadi apabila ia melakukan tindak pidana tersebut. Dan setiap Acara Pengadilan harus sesuai dengan Berita Acara yang telah di atur jangan sampai cacat hukum.

DAFTAR PUSTAKA
Adjie, Habib. 2009. Hukum Notaris Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung.
Adjie, Habib, 2011, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No.
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Rafika Aditama, Bandung.
Andi Hamzah. 1994. Asas- Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta: Jakarta.
Roeslan saleh. 1983. perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana: dua pengertian Dasar dalam Hukum Pidana. Aksara Baru: jakarta.
Undang-undang
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
Internet




[1] Habib adjie, buku I, op. Cit, hlm. 67.
[2] Andi Hamzah, Asas- Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 89
[3] Roeslan saleh, perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana: dua pengertian Dasar dalam Hukum Pidana,Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm. 20-23
[6] Habib adjie II, hukum notaris indonesia, PT. Refika aditama, bandung, 2009, hlm. 127.
[7] Ibid.