Tuesday, 11 August 2015

MAKALAH HUKUM ACARA PIDANA

ANALISIS KASUS BULOGGATE AND SUWONDO KE DALAM ASAS INQUISITOIR DAN ACCUSATOIR
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kasus skandal ‘Bulloggate’ segera menyita perhatian publik setelah  Rizal Ramli, yang menjabat Kabulog saat itu, memberikan keterangannya di depan Komisi III DPR RI pada tanggal 2 Mei 2000 mengenai keterlibatan Suwondo, mantan tukang pijat Presiden Abdurrahman Wahid, dalam penyelewengan dana Yayasan Yanatera milik pegawai Bulog sebesar 3 Milyar rupiah.

Suwondo yang merupakan tokoh kunci (key suspect) kasus ini pada tanggal 14 Oktober 2000 telah ditangkap oleh Ditserse Polda Metro Jaya di sebuah villa daerah puncak Bogor setelah dinyatakan buron oleh Kapolri Jenderal Pol Drs. Rusdiharjo pada tanggal 27 Mei 2000.
Tingginya perhatian publik ini karena selain adanya keterlibatan elite politik dalam skandal tersebut juga peran media massa atau pers yang menyajikan berita ini dengan gencarnya sebagaimana  fungsinya sebagai kontrol sosial.
Setelah melakukan penangkapan terhadap tersangka Suwondo, Polri dalam hal ini penyidik Ditserse Polda Metro Jaya akan segera melakukan kegiatan penyidikan berupa pemeriksaan terhadap tersangka Suwondo.
Pers dalam pencarian berita/informasi dengan berdalih adanya kebebasan pers dan transparansi sering berusaha meminta kepada penyidik (Polri) untuk segera mengekspose/menggelar hasil pemeriksaan tersangka yang ditangani penyidik di depan para wartawan (pers conference). Bahkan terkadang para kuli tinta/disket ini ingin dapat secara langsung mewawancarai tersangka tersebut.  Dan hal ini juga terjadi dalam kasus tertangkapnya tersangka Suwondo yang sampai saat ini masih dalam tahap pemeriksaan Ditserse Polda Metro Jaya. (Media Indonesia hari Senin tanggal 16 Oktober 2000 kolom ‘Suwondo Tertangkap’).


B.     RUMUSAN MASALAH
Bertolak dari kerangka dasar permasalahan sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Menganalisis kasus buloggate and Suwondo ke dalam sistem asas Inquisitoir dan Accusatoir?
  1. TUJUAN
Untuk mengetahui hasil analisis kasus buloggate and Suwondo ke dalam sistem asas Inquisitoir dan Accusatoir.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN HUKUM ACARA PIDANA
Undang-undang tidak memberikan pengertian resmi mengenai hukum acara pidana, yang ada adalah berbagi pengertian mengenai bagian-bgian tertentu dari hukum acara pidana, misalnya penyelidikan, Penyidikan, penangkapan dan lain sebagainya.
Untuk mengetahui pengertian Hukum acara pidana dapat ditemukan dalam berbagai literatur yang dikemukakan oleh para pakar seperti Prof. MULYATNO menyebutkan bahwa HAP (Hukum Acara Pidana) adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan cara apa dan prosedur macam apa, ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan perbuatan pidana.
B.     FUNGSI DAN TUJUAN HUKUM PIDANA
Fungsi Hukum acara Pidana dapat di bagi dua yaitu:           
·         Fungsi Represif, yaitu Fungsi Hukum acara pidana adalah melaksanakan dan menegakkan hukum pidana. artinya jika ada perbuatan yang tergolong sebagai perbuatan pidana maka perbuatan tersebut harus diproses agar ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam hukum pidana dapat diterapkan.
·         Fungsi Preventif, yaitu fungsi mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan. fungsi ini dapat dilihat ketika sistem peradilan pidan dapat berjalan dengan baik dan ada kepastian hukumnya, maka orang kan berhitung atu berpikir kalau kan melakukan tindak pidana.
Tujuan hukum acara pidana meliputi tiga hal yaitu:
ü  Mencari dan mendapatkan kebenaran
ü  Melakukan penuntutan
ü  Melakukan pemeriksaan dan memberikan putusan

C.    ILMU-ILMU BANTU HUKUM ACARA PIDANA
Ilmu-ilmu bantu yang dimaksud adalah:
1.      Logika.
Ilmu bantu logika sangat dibutuhkan dalam proses penyidian dan proses pembuktian disidang pengadilan. kedua proses ini memerlukan cara-cara berpikir yang logis sehingga kesimpulan yang dihasilkan pun dapat dikatakan logis dan rasional.
2.      Psikologi
Sesuai dengn materi pokok ilmu ini, mak ilmu ini dapat berguna didalam menyentuh persoalan-pesoalan kejiwaan tersangka. hal ini sangat membantu penyidik dalam proses interograsi. dan hakim dapat memilih bagaimana dia harus mengajukan pertanyaan sesuai dengan kondisi kejiwaan terdakwa.
3.      Kriminalistik
Peranan ilmu bantu kriminalistik ini sangat berguna bagi proses pembuktian terutama dalam melakukan penilaian fakta-fakta yang terungkap didalam sidang dan dengan ilmu ini maka dapat dikonstruksikan dengan sistematika yang baik sehingga proses pembuktian akan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Ilmu ini yang banyak dipakai adalah ilmu tentang sidik jari, jejak kaki, toxikologi (ilmu racun) dan sebagainya.
4.      Kedikteran Kehakiman dan Psikiatri
Kedokteran kehakiman dan psikiatri sngat membantu penyidik, JPU dan hakim didalam menangani kejahatan yang berkaitan dengan nyawa atau badan seseorang atau keselamatan jiwa orang dalam hal ini hakim memerlukan keterangan dari kedokteran dan psikitri dan ketika ada yang menjelaskan tentang istilah istilah medis hakim jaksa dan pengacara tidak terlalu buta.
5.      Kriminologi
Ilmu ini mempelajari seluk beluk tentang kejahatan baik sebab sebab dan latar belakang kejahatanya maupun mengenai bentuk-bentuk kejahatan. ilmu akan membentu terutam pada hakim dalam menjatuhkan putusan tidak membabibuta, harus melihat latar belakang dan sebab sebab yang menjadikan pelaku melakukan tindak pidana.
6.      Penologi
Ilmu ini sangat membantu hakim dalam menentukan alternatif penjatuhan hukuman termnasuk juga bagi petugs pemsyarktan jenis pembinaan apa yng tepat bgi nara pidana.

D.    ASAS HUKUM ACARA PIDANA
  1. Asas praduga tak bersalah (Presumtion of inocene)
Terdapat pada penjelasan KUHAP, bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan dituntut dan dihadapkan didepan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
  1. Pemeriksaan hakim yang langsung dan lesan
Terdapat pada pasal 155 KUHAP, hakim dalam memeriksa para saksi dan terdakwa dilakukan secara langsung dan lesan.
  1. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
Maksud dari asas ini adalah bahwa dalam setiap persidangan harus dilakukan dengan terbuka untuk umum artinya siapa saja bisa menyaksikan, namun dalam hal ini ada pengecualianyya yaitu dalam hal kasus-kasus kesusilaan dan kasus yang terdakwanya adalah anak dibawah umur. Dalam hl ini dapat dilihat dalam pasal 153 (3 dan 4) KUHAP yang mengatakan “untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menytakan terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”. Tidak dipenuhinya ketentuan ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan putusan batal demi hukum.
  1. Diperlakukan secara sama
Oleh karena itu seorang hakim harus cerdas, arif dan bijaksana.
  1. Tersangka atau terdakwa berhak untuk mendapatkan bantuan hukum
Guna kepentingan pembelaan, tersangka, atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. (Pasal 54 KUHAP) juga diatur dalam pasal 69-74 KUHAP agar hak asasi tersangka terlindungi.
Hak tersangka terdapat pada pasal 50-68 KUHAP, yaitu
·         Hak untuk di dampingi penasihat hukum
·         Hak untuk mengunjungi dokter pribadinya
·         Hak untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya masing masing
·         Hak untuk dikunjungi oleh keluarganya
  1. Asas Inquisitoir dan Accusatoir
Asas Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksan yang dilakukan harus dengan cara rahasia dan tertutup. Asas ini menempatkan tersangka sebagai obyek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali. seperti Bantuan hukum dan ketemu dengan keluarganya.
Asas accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka atau terdakwa yang diperiksa bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek. asas ini memperlihatkan pemerinsaan dilakukan secara terbuka untuk umum, dimana setiap orang dapat menghadirinya.
Di Indonesia memakai asas Inquisatoir yang diperlunak atau dapat pula dikatakan Campuran. karena terdakwa masih menjadi obyek pemeriksaan namun dapt dilakukan secara terbuka dan terdakwa dapat berargumen untuk membela diri sepanjang tidak melanggar undang-undang, dan prinsip ini ada pada asas accusatoir.
7.      Asas peradilan cepat sederhana dan biaya ringan
Peradilan cepat terutama untuk menghindari penahanan yang lama sebelum adanya putusan pengadilan.
E.     PENYELIDIKAN
Sumber-Sumber Tindakan
a)      Laporan
Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 angka 24 KUHAP).
b)      Pengaduan
Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. (Pasal 1 angka 25 KUHAP)
c)      Tertangkap Tangan
Tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu (Pasal 1 angka 19 KUHAP).
Pengertian Penyelidikan
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan sesuatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 5 KUHAP).
Penyelidik
Setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia

F.     PENYIDIKAN
Pengertian Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan gunamenemukan tersangkanya.
Penyidik
Ø  Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (minimal berpangkat Ajun Inspektur Polisi Dua(AIPDA))
Ø  Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu (minimal berpangkat Pengatur Muda tingkat I Golongan II B)

G.    PENAHANAN
Pengertian Penahanan
Penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 21 KUHAP).
Alasan Penahanan
§  Subyektif : Diduga keras akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan bukti, atau akan mengulangi tindak pidana lagi (Pasal 21 ayat 1 KUHAP).
§  Obyektif : Tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara min. 5 tahun ( Pasal 21 ayat 4 butir a), serta tindak pidana limitatif (disebutkan di pasal 21 ayat 4 butir b).
Jenis Penahanan
1. Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
o   Penahanan dilaksanakan di rutan, apabila belum ada, dapat dilaksanakan di:
a. Kantor Kepolisian
b. Kantor Kejaksaan Negeri
c. Lembaga Pemasyaratan dll.
o   Pengurangan masa penahanan utuh.
2. Rumah
o   Penahanan dilaksanakan di rumah tersangka terdakwa dengan pengawasan.
o   Pengurangan lama pidana 1/3 masa penahanan.
3. Kota
o   Penahasan dilaksanakan di kota kediaman tersangka/terdakwa.
o   Wajib lapor pada waktu yang ditentukan.
o   Tidak boleh ke luar kota tanpa seizin pihak yang melakukan penahanan.
o   Pengurangan lama pidana, 1/5 masa penahanan.



BAB III
ANALISIS
HASIL ANALISIS
Dalam Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disepakati bahwa untuk istilah kebebasan pers diganti dengan kemerdekaan pers.  Sebagaimana di atur dalam pasal 1 Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Kemerdekaan pers  adalah salah satu wujud dari kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.  Asas-asas tersebut  tentunya wajib dijadikan landasan bagi seorang wartawan atau jurnalis dalam menjalankan fungsi profesinya sebagai media nasional, pendidikan, hiburan, kontrol sosial maupun lembaga ekonomi yang wajib memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan serta asas praduga tak bersalah.
Dalam peradilan pidana dikenal akan adanya  2 (dua) sistem pemeriksaan, yaitu:
1.      Sistem Accusatoir:
a.       Dalam pemeriksaan dengan sistem ini, tersangka atau terdakwa diakui sebagai subyek pemeriksaan  dan diberikan kebebasan kebebasan seluas-luasnya untuk melakukan pembelaan diri atas tuduhan atau dakwaan yang  ditujukan atas dirinya.
b.      Pemeriksaan Accusatoir dilakukan dengan pintu terbuka, artinya semua orang dapat dan bebas melihat jalannya pemeriksaan itu.
c.       Pemeriksaan Accusatoir diterapkan dalam memeriksa terdakwa di depan sidang pengadilan.
2.      Sistem Inquisitoir :
a.       Sistem pemeriksaan sistem inquisitoir adalah suatu pemeriksaan dimana tersangka atau terdakwa dianggap sebagai obyek pemeriksaan. Tersangka atau terdakwa dalam sistem ini tidak mempunyai hak untuk membela diri.
b.      Pemeriksaan Inquisatoir ini dilakukan dengan pintu tertutup, artinya tidak semua orang dapat dan bebas melihat jalannya pemeriksaan itu.
c.       Pemeriksaan inquisitoir digunakan dalam memeriksa tersangka pada tingkat penyidikan penyidikan.
Dalam usaha untuk menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta martabat manusia, sesuai dengan dasar dan falsafah hidup bangsa dan Negara Indonesia, maka Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, telah meletakkan perubahan pada sistem pemeriksaan permulaan dan pemeriksaan persidangan dengan meninggalkan sistem pemeriksaan atas landasan HIR, bahkan sama sekali bertolak belakang. Perubahan yang mendasar ialah diletakkannya tersangka sebagai subyek yang mempunyai hak untuk membela diri di dalam pemeriksaan permulaan di muka penyidik atau penyelidik dengan didampingi penasihat hukum. Penasehat hukum ini dapat mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif  dengan melihat dan mendengar pemeriksaan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka.
Dalam KUHAP terdapat dua golongan mengenai pemeriksaan terhadap orang yang disangka dan orang yang didakwa melakukan tindak pidana yaitu:
1)      pemeriksaan permulaan (vooronderzoek), yang dilakukan oleh penyidik dan menganut sistem pemeriksaan inquisitoir yang lunak.
2)      Pemeriksaan persidangan (gerechtelijk onderzoek), yang dilakukan oleh hakim, dianut sistem pemeriksaan accusitoir.
Suwondo yang masih dalam pemeriksaan penyidik Polda Metro Jaya tentunya mempunyai hak-hak yang dijamin oleh undang-undang sebagaimana telah diuraiakan di atas. Dan karena pemeriksaan saat ini masih dalam tahap pemeriksaan permulaan  atau tahap penyidikan dimana tidak semua orang dapat dan bebas melihat jalannya pemeriksaan (sistem inquisitoir), Suwondo mempunyai hak untuk tidak diliput oleh pers atau media massa terhadap jalannya pemeriksaan yang telah dilakukan terhadapnya. Begitu pula dengan penyidik Polri dan penasehat hukum tersangka bahwa selain  untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut dan dalam upaya menjamin hak-hak Suwondo  sebagai tersangka,  penyidik maupun penasehat hukum dibenarkan oleh hukum untuk menolak permintaan pers memberikan keterangan mengenai jalannya pemeriksaan tersangka Suwondo. Jadi bukan  kondisi kesehatan tersangka yang menjadi alasan untuk menolak dalam memberikan keterangan kepada pers tentang jalannya pemeriksaan namun karena sistem pemeriksaan telah mengaturnya.
Kebebasan pers yang dikembangkan oleh para wartawan saat ini hendaknya tidak harus menjadi ‘kebablasan’ pers karena kebebasan pers ini ada batasannya atau limitatif dan harus berlandaskan pada asaz-asaz prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Mengenai penegakan supremasi hukum hendaknya jangan  dilihat hanya pada satu sisi saja tapi hendaknya dilihat secara keseluruhan dimana hak-hak seorang tersangka seperti Suwondo yang dijamin oleh hukum/perundang-undangan juga harus ditegakkan. Kalangan pers hendaknya juga harus menegakkan asaz praduga tak bersalah dalam pembuatan berita peristiwa ini karena berita yang dibuat akan membuat terbentuknya opini masyarakat terhadap isi berita tersebut.
Pemeriksaan terhadap Suwondo akan terbuka untuk umum pada saat Suwondo duduk di depan hakim dalam pemeriksaan persidangan pengadilan sebagai terdakwa yang dapat melakukan pembelaan diri sebagaimana yang ditentukan dalam sistem pemeriksaan acusitoir.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Asas Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksan yang dilakukan harus dengan cara rahasia dan tertutup. asas ini menempatkan tersangka sebagai obyek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali. seperti Bantuan hukum dan ketemu dengan keluarganya.
Asas accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka atau tersangka yang diperiksa bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek. asas ini memperlihatkan pemerinsaan dilakukan secara terbuka untuk umum. Dimana setiap orang dapat menghadirinya.
Di Indonesia memakai asas Inquisatoir yang diperlunak atau dapat pula dikatakan Campuran. karena terdakwa masih menjadi obyek pemeriksaan namun dapt dilakukan secara terbuka dan terdakwa dapat berargumen untuk membela diri sepanjang tidak melanggar undang-undang, dan prinsip ini ada pada asas accusatoir.
Berdasarkan analisis yang saya lakukan, dapat dilihat ada pemeriksaan terhadap tersangka Suwondo yang saat ini masih dalam pemeriksaan permulaan atau penyidikan Ditserse Polda Metro Jaya dengan sistem inquisatoir yang diperlunak, maksudanya adalah tidak semua orang dapat mengikuti jalannya pemeriksaan yang dilakukan terhadapnya  dan Suwondo berhak mendapat bantuan hukum dimana penasehat hukumnya dapat melihat dan mendengar jalannya pemeriksaan.  Jadi yang dapat mengikuti jalannya pemeriksaan hanya penyidik, Suwondo dan penasehat hukumnya.
Polri (penyidik), Suwondo dan penasehat hukum dapat menolak memberikan keterangan kepada pers tentang jalannya pemeriksaan karena sistem pemeriksaan mengatur untuk itu.
Pers dapat mengikuti jalannya pemeriksaan Suwondo nanti pada saat Suwondo diperiksa di sidang pengadilan karena sistem pemeriksaan di pengadilan menggunakan sistem acusitoir  dimana pemeriksaannya bersifat terbuka untuk umum.
DAFTAR PUSTAKA
R.Soesilo, 2008, Kitab Undang-undang  Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Bogor: Politeia.
Hamzah, Andi, Prof., Dr., Jur. Hukum Acara Pidana Indonesia. 1993. Jakarta : Sinar Grafika.
Lilik, Mulyadi S.H., M.H., Hukum Acara Pidana. 2007. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Moeljatno, Prof., S.H., Asas – Asas Hukum Pidana. 2008. Jakarta : Rineka Cipta.
Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers.

Lazada Indonesia