ANALISIS KASUS BULOGGATE AND SUWONDO KE DALAM ASAS INQUISITOIR DAN ACCUSATOIR
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kasus
skandal ‘Bulloggate’ segera menyita perhatian publik setelah Rizal Ramli, yang menjabat Kabulog saat itu,
memberikan keterangannya di depan Komisi III DPR RI pada tanggal 2 Mei 2000
mengenai keterlibatan Suwondo, mantan tukang pijat Presiden Abdurrahman Wahid,
dalam penyelewengan dana Yayasan Yanatera milik pegawai Bulog sebesar 3 Milyar
rupiah.
Suwondo
yang merupakan tokoh kunci (key suspect) kasus ini pada tanggal 14 Oktober 2000
telah ditangkap oleh Ditserse Polda Metro Jaya di sebuah villa daerah puncak
Bogor setelah dinyatakan buron oleh Kapolri Jenderal Pol Drs. Rusdiharjo pada
tanggal 27 Mei 2000.
Tingginya
perhatian publik ini karena selain adanya keterlibatan elite politik dalam
skandal tersebut juga peran media massa atau pers yang menyajikan berita ini
dengan gencarnya sebagaimana fungsinya
sebagai kontrol sosial.
Setelah
melakukan penangkapan terhadap tersangka Suwondo, Polri dalam hal ini penyidik
Ditserse Polda Metro Jaya akan segera melakukan kegiatan penyidikan berupa
pemeriksaan terhadap tersangka Suwondo.
Pers
dalam pencarian berita/informasi dengan berdalih adanya kebebasan pers dan
transparansi sering berusaha meminta kepada penyidik (Polri) untuk segera
mengekspose/menggelar hasil pemeriksaan tersangka yang ditangani penyidik di
depan para wartawan (pers conference). Bahkan terkadang para kuli tinta/disket
ini ingin dapat secara langsung mewawancarai tersangka tersebut. Dan hal ini juga terjadi dalam kasus tertangkapnya
tersangka Suwondo yang sampai saat ini masih dalam tahap pemeriksaan Ditserse
Polda Metro Jaya. (Media Indonesia hari Senin tanggal 16 Oktober 2000 kolom
‘Suwondo Tertangkap’).
B.
RUMUSAN
MASALAH
Bertolak
dari kerangka dasar permasalahan sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang,
maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Menganalisis kasus
buloggate and Suwondo ke dalam
sistem asas Inquisitoir dan Accusatoir?
- TUJUAN
Untuk
mengetahui hasil analisis kasus buloggate and Suwondo ke dalam sistem asas Inquisitoir dan Accusatoir.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
HUKUM ACARA PIDANA
Undang-undang
tidak memberikan pengertian resmi mengenai hukum acara pidana, yang ada adalah
berbagi pengertian mengenai bagian-bgian tertentu dari hukum acara pidana, misalnya
penyelidikan, Penyidikan, penangkapan dan lain sebagainya.
Untuk
mengetahui pengertian Hukum acara pidana dapat ditemukan dalam berbagai
literatur yang dikemukakan oleh para pakar seperti Prof. MULYATNO menyebutkan
bahwa HAP (Hukum Acara Pidana) adalah bagian dari keseluruhan hukum yang
berlaku disuatu negara yang memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan yang
menentukan dengan cara apa dan prosedur macam apa, ancaman pidana yang ada pada
suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah
melakukan perbuatan pidana.
B.
FUNGSI
DAN TUJUAN HUKUM PIDANA
Fungsi
Hukum acara Pidana dapat di bagi dua yaitu:
·
Fungsi Represif, yaitu Fungsi Hukum
acara pidana adalah melaksanakan dan menegakkan hukum pidana. artinya jika ada
perbuatan yang tergolong sebagai perbuatan pidana maka perbuatan tersebut harus
diproses agar ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam hukum pidana dapat
diterapkan.
·
Fungsi Preventif, yaitu fungsi mencegah
dan mengurangi tingkat kejahatan. fungsi ini dapat dilihat ketika sistem
peradilan pidan dapat berjalan dengan baik dan ada kepastian hukumnya, maka
orang kan berhitung atu berpikir kalau kan melakukan tindak pidana.
Tujuan
hukum acara pidana meliputi tiga hal yaitu:
ü Mencari
dan mendapatkan kebenaran
ü Melakukan
penuntutan
ü Melakukan
pemeriksaan dan memberikan putusan
C.
ILMU-ILMU
BANTU HUKUM ACARA PIDANA
Ilmu-ilmu
bantu yang dimaksud adalah:
1. Logika.
Ilmu bantu logika sangat dibutuhkan dalam proses penyidian dan proses pembuktian disidang pengadilan. kedua proses ini memerlukan cara-cara berpikir yang logis sehingga kesimpulan yang dihasilkan pun dapat dikatakan logis dan rasional.
Ilmu bantu logika sangat dibutuhkan dalam proses penyidian dan proses pembuktian disidang pengadilan. kedua proses ini memerlukan cara-cara berpikir yang logis sehingga kesimpulan yang dihasilkan pun dapat dikatakan logis dan rasional.
2. Psikologi
Sesuai dengn materi pokok ilmu ini, mak ilmu ini dapat berguna didalam menyentuh persoalan-pesoalan kejiwaan tersangka. hal ini sangat membantu penyidik dalam proses interograsi. dan hakim dapat memilih bagaimana dia harus mengajukan pertanyaan sesuai dengan kondisi kejiwaan terdakwa.
Sesuai dengn materi pokok ilmu ini, mak ilmu ini dapat berguna didalam menyentuh persoalan-pesoalan kejiwaan tersangka. hal ini sangat membantu penyidik dalam proses interograsi. dan hakim dapat memilih bagaimana dia harus mengajukan pertanyaan sesuai dengan kondisi kejiwaan terdakwa.
3. Kriminalistik
Peranan ilmu bantu kriminalistik ini sangat berguna bagi proses pembuktian terutama dalam melakukan penilaian fakta-fakta yang terungkap didalam sidang dan dengan ilmu ini maka dapat dikonstruksikan dengan sistematika yang baik sehingga proses pembuktian akan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Ilmu ini yang banyak dipakai adalah ilmu tentang sidik jari, jejak kaki, toxikologi (ilmu racun) dan sebagainya.
Peranan ilmu bantu kriminalistik ini sangat berguna bagi proses pembuktian terutama dalam melakukan penilaian fakta-fakta yang terungkap didalam sidang dan dengan ilmu ini maka dapat dikonstruksikan dengan sistematika yang baik sehingga proses pembuktian akan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Ilmu ini yang banyak dipakai adalah ilmu tentang sidik jari, jejak kaki, toxikologi (ilmu racun) dan sebagainya.
4. Kedikteran
Kehakiman dan Psikiatri
Kedokteran
kehakiman dan psikiatri sngat membantu penyidik, JPU dan hakim didalam
menangani kejahatan yang berkaitan dengan nyawa atau badan seseorang atau
keselamatan jiwa orang dalam hal ini hakim memerlukan keterangan dari
kedokteran dan psikitri dan ketika ada yang menjelaskan tentang istilah istilah
medis hakim jaksa dan pengacara tidak terlalu buta.
5. Kriminologi
Ilmu ini mempelajari seluk beluk tentang kejahatan baik sebab sebab dan latar belakang kejahatanya maupun mengenai bentuk-bentuk kejahatan. ilmu akan membentu terutam pada hakim dalam menjatuhkan putusan tidak membabibuta, harus melihat latar belakang dan sebab sebab yang menjadikan pelaku melakukan tindak pidana.
Ilmu ini mempelajari seluk beluk tentang kejahatan baik sebab sebab dan latar belakang kejahatanya maupun mengenai bentuk-bentuk kejahatan. ilmu akan membentu terutam pada hakim dalam menjatuhkan putusan tidak membabibuta, harus melihat latar belakang dan sebab sebab yang menjadikan pelaku melakukan tindak pidana.
6. Penologi
Ilmu ini sangat membantu hakim dalam menentukan alternatif penjatuhan hukuman termnasuk juga bagi petugs pemsyarktan jenis pembinaan apa yng tepat bgi nara pidana.
Ilmu ini sangat membantu hakim dalam menentukan alternatif penjatuhan hukuman termnasuk juga bagi petugs pemsyarktan jenis pembinaan apa yng tepat bgi nara pidana.
D.
ASAS
HUKUM ACARA PIDANA
- Asas
praduga tak bersalah (Presumtion of inocene)
Terdapat
pada penjelasan KUHAP, bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan
dituntut dan dihadapkan didepan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah
sebelum adanya putusan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
- Pemeriksaan
hakim yang langsung dan lesan
Terdapat
pada pasal 155 KUHAP, hakim dalam memeriksa para saksi dan terdakwa dilakukan
secara langsung dan lesan.
- Pemeriksaan
pengadilan terbuka untuk umum
Maksud
dari asas ini adalah bahwa dalam setiap persidangan harus dilakukan dengan
terbuka untuk umum artinya siapa saja bisa menyaksikan, namun dalam hal ini ada
pengecualianyya yaitu dalam hal kasus-kasus kesusilaan dan kasus yang
terdakwanya adalah anak dibawah umur. Dalam hl ini dapat dilihat dalam pasal
153 (3 dan 4) KUHAP yang mengatakan “untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua
sidang membuka sidang dan menytakan terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara
mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”. Tidak dipenuhinya ketentuan
ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan putusan batal demi hukum.
- Diperlakukan
secara sama
Oleh
karena itu seorang hakim harus cerdas, arif dan bijaksana.
- Tersangka
atau terdakwa berhak untuk mendapatkan bantuan hukum
Guna
kepentingan pembelaan, tersangka, atau terdakwa berhak mendapat bantuan
hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada
setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang
ini. (Pasal 54 KUHAP) juga diatur dalam pasal 69-74 KUHAP agar hak asasi
tersangka terlindungi.
Hak
tersangka terdapat pada pasal 50-68 KUHAP, yaitu
·
Hak untuk di dampingi penasihat hukum
·
Hak untuk mengunjungi dokter pribadinya
·
Hak untuk melaksanakan ibadah sesuai
dengan agamanya masing masing
·
Hak untuk dikunjungi oleh keluarganya
- Asas
Inquisitoir dan Accusatoir
Asas
Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksan yang dilakukan
harus dengan cara rahasia dan tertutup. Asas ini menempatkan tersangka sebagai
obyek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali. seperti Bantuan hukum dan
ketemu dengan keluarganya.
Asas
accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka atau terdakwa yang diperiksa
bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek. asas ini memperlihatkan pemerinsaan
dilakukan secara terbuka untuk umum, dimana setiap orang dapat menghadirinya.
Di
Indonesia memakai asas Inquisatoir yang diperlunak atau dapat pula dikatakan Campuran.
karena terdakwa masih menjadi obyek pemeriksaan namun dapt dilakukan secara
terbuka dan terdakwa dapat berargumen untuk membela diri sepanjang tidak
melanggar undang-undang, dan prinsip ini ada pada asas accusatoir.
7. Asas
peradilan cepat sederhana dan biaya ringan
Peradilan
cepat terutama untuk menghindari penahanan yang lama sebelum adanya putusan
pengadilan.
E.
PENYELIDIKAN
Sumber-Sumber
Tindakan
a) Laporan
Pemberitahuan
yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan
undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang
atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 angka 24 KUHAP).
b) Pengaduan
Pemberitahuan
disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat
yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah
melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. (Pasal 1 angka
25 KUHAP)
c) Tertangkap Tangan
Tertangkapnya
seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau
dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan atau
sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang
melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang
diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu (Pasal 1 angka 19 KUHAP).
Pengertian
Penyelidikan
Penyelidikan
adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan sesuatu
peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak
pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka
5 KUHAP).
Penyelidik
Setiap
pejabat polisi negara Republik Indonesia
F.
PENYIDIKAN
Pengertian
Penyidikan
Penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan
gunamenemukan tersangkanya.
Penyidik
Ø Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia (minimal berpangkat Ajun Inspektur Polisi
Dua(AIPDA))
Ø Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu (minimal berpangkat Pengatur Muda tingkat I
Golongan II B)
G.
PENAHANAN
Pengertian
Penahanan
Penempatan
tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut
umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 21 KUHAP).
Alasan
Penahanan
§ Subyektif :
Diduga keras akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan bukti, atau akan
mengulangi tindak pidana lagi (Pasal 21 ayat 1 KUHAP).
§ Obyektif :
Tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara min. 5 tahun ( Pasal 21
ayat 4 butir a), serta tindak pidana limitatif (disebutkan di pasal 21 ayat 4
butir b).
Jenis
Penahanan
1. Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
o
Penahanan dilaksanakan di rutan, apabila
belum ada, dapat dilaksanakan di:
a.
Kantor Kepolisian
b.
Kantor Kejaksaan Negeri
c.
Lembaga Pemasyaratan dll.
o
Pengurangan masa penahanan utuh.
2. Rumah
o
Penahanan dilaksanakan di rumah
tersangka terdakwa dengan pengawasan.
o
Pengurangan lama pidana 1/3 masa
penahanan.
3. Kota
o
Penahasan dilaksanakan di kota kediaman
tersangka/terdakwa.
o
Wajib lapor pada waktu yang ditentukan.
o
Tidak boleh ke luar kota tanpa seizin
pihak yang melakukan penahanan.
o
Pengurangan lama pidana, 1/5 masa
penahanan.
BAB III
ANALISIS
HASIL ANALISIS
Dalam
Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disepakati bahwa untuk istilah
kebebasan pers diganti dengan kemerdekaan pers. Sebagaimana di atur
dalam pasal 1 Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Kemerdekaan
pers adalah salah satu wujud dari kedaulatan rakyat yang berasaskan
prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Asas-asas
tersebut tentunya wajib dijadikan landasan bagi seorang wartawan atau jurnalis
dalam menjalankan fungsi profesinya sebagai media nasional, pendidikan,
hiburan, kontrol sosial maupun lembaga ekonomi yang wajib memberitakan
peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan
serta asas praduga tak bersalah.
Dalam
peradilan pidana dikenal akan adanya 2 (dua) sistem pemeriksaan, yaitu:
1. Sistem
Accusatoir:
a. Dalam
pemeriksaan dengan sistem ini, tersangka atau terdakwa diakui sebagai subyek
pemeriksaan dan diberikan kebebasan kebebasan seluas-luasnya untuk
melakukan pembelaan diri atas tuduhan atau dakwaan yang ditujukan atas
dirinya.
b. Pemeriksaan
Accusatoir dilakukan dengan pintu terbuka, artinya semua orang dapat dan bebas
melihat jalannya pemeriksaan itu.
c. Pemeriksaan
Accusatoir diterapkan dalam memeriksa terdakwa di depan sidang pengadilan.
2. Sistem
Inquisitoir :
a. Sistem
pemeriksaan sistem inquisitoir adalah suatu pemeriksaan dimana tersangka atau
terdakwa dianggap sebagai obyek pemeriksaan. Tersangka atau terdakwa dalam sistem
ini tidak mempunyai hak untuk membela diri.
b. Pemeriksaan
Inquisatoir ini dilakukan dengan pintu tertutup, artinya tidak semua orang
dapat dan bebas melihat jalannya pemeriksaan itu.
c. Pemeriksaan
inquisitoir digunakan dalam memeriksa tersangka pada tingkat penyidikan
penyidikan.
Dalam
usaha untuk menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta martabat manusia,
sesuai dengan dasar dan falsafah hidup bangsa dan Negara Indonesia, maka Undang-undang
No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, telah meletakkan perubahan pada
sistem pemeriksaan permulaan dan pemeriksaan persidangan dengan meninggalkan
sistem pemeriksaan atas landasan HIR, bahkan sama sekali bertolak belakang.
Perubahan yang mendasar ialah diletakkannya tersangka sebagai subyek yang
mempunyai hak untuk membela diri di dalam pemeriksaan permulaan di muka
penyidik atau penyelidik dengan didampingi penasihat hukum. Penasehat hukum ini
dapat mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif dengan melihat dan
mendengar pemeriksaan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka.
Dalam
KUHAP terdapat dua golongan mengenai pemeriksaan terhadap orang yang disangka
dan orang yang didakwa melakukan tindak pidana yaitu:
1) pemeriksaan
permulaan (vooronderzoek), yang dilakukan oleh penyidik dan menganut sistem
pemeriksaan inquisitoir yang lunak.
2) Pemeriksaan
persidangan (gerechtelijk onderzoek), yang dilakukan oleh hakim, dianut sistem
pemeriksaan accusitoir.
Suwondo
yang masih dalam pemeriksaan penyidik Polda Metro Jaya tentunya mempunyai
hak-hak yang dijamin oleh undang-undang sebagaimana telah diuraiakan di atas.
Dan karena pemeriksaan saat ini masih dalam tahap pemeriksaan permulaan atau tahap penyidikan dimana tidak semua
orang dapat dan bebas melihat jalannya pemeriksaan (sistem inquisitoir),
Suwondo mempunyai hak untuk tidak diliput oleh pers atau media massa terhadap
jalannya pemeriksaan yang telah dilakukan terhadapnya. Begitu pula dengan
penyidik Polri dan penasehat hukum tersangka bahwa selain untuk
kepentingan penyidikan lebih lanjut dan dalam upaya menjamin hak-hak
Suwondo sebagai tersangka, penyidik maupun penasehat hukum
dibenarkan oleh hukum untuk menolak permintaan pers memberikan keterangan
mengenai jalannya pemeriksaan tersangka Suwondo. Jadi bukan kondisi
kesehatan tersangka yang menjadi alasan untuk menolak dalam memberikan
keterangan kepada pers tentang jalannya pemeriksaan namun karena sistem
pemeriksaan telah mengaturnya.
Kebebasan
pers yang dikembangkan oleh para wartawan saat ini hendaknya tidak harus
menjadi ‘kebablasan’ pers karena kebebasan pers ini ada batasannya atau limitatif
dan harus berlandaskan pada asaz-asaz prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi
hukum. Mengenai penegakan supremasi hukum hendaknya jangan dilihat hanya
pada satu sisi saja tapi hendaknya dilihat secara keseluruhan dimana hak-hak
seorang tersangka seperti Suwondo yang dijamin oleh hukum/perundang-undangan
juga harus ditegakkan. Kalangan pers hendaknya juga harus menegakkan asaz
praduga tak bersalah dalam pembuatan berita peristiwa ini karena berita yang
dibuat akan membuat terbentuknya opini masyarakat terhadap isi berita tersebut.
Pemeriksaan
terhadap Suwondo akan terbuka untuk umum pada saat Suwondo duduk di depan hakim
dalam pemeriksaan persidangan pengadilan sebagai terdakwa yang dapat melakukan
pembelaan diri sebagaimana yang ditentukan dalam sistem pemeriksaan acusitoir.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Asas
Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksan yang dilakukan
harus dengan cara rahasia dan tertutup. asas ini menempatkan tersangka sebagai
obyek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali. seperti Bantuan hukum dan
ketemu dengan keluarganya.
Asas
accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka atau tersangka yang diperiksa
bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek. asas ini memperlihatkan pemerinsaan
dilakukan secara terbuka untuk umum. Dimana setiap orang dapat menghadirinya.
Di
Indonesia memakai asas Inquisatoir yang diperlunak atau dapat pula dikatakan
Campuran. karena terdakwa masih menjadi obyek pemeriksaan namun dapt dilakukan
secara terbuka dan terdakwa dapat berargumen untuk membela diri sepanjang tidak
melanggar undang-undang, dan prinsip ini ada pada asas accusatoir.
Berdasarkan
analisis yang saya lakukan, dapat dilihat ada pemeriksaan terhadap tersangka
Suwondo yang saat ini masih dalam pemeriksaan permulaan atau penyidikan
Ditserse Polda Metro Jaya dengan sistem inquisatoir yang diperlunak, maksudanya
adalah tidak semua orang dapat mengikuti jalannya pemeriksaan yang dilakukan
terhadapnya dan Suwondo berhak mendapat bantuan hukum dimana penasehat
hukumnya dapat melihat dan mendengar jalannya pemeriksaan. Jadi yang
dapat mengikuti jalannya pemeriksaan hanya penyidik, Suwondo dan penasehat
hukumnya.
Polri
(penyidik), Suwondo dan penasehat hukum dapat menolak memberikan keterangan
kepada pers tentang jalannya pemeriksaan karena sistem pemeriksaan mengatur
untuk itu.
Pers
dapat mengikuti jalannya pemeriksaan Suwondo nanti pada saat Suwondo diperiksa
di sidang pengadilan karena sistem pemeriksaan di pengadilan menggunakan sistem
acusitoir dimana pemeriksaannya bersifat terbuka untuk umum.
DAFTAR
PUSTAKA
R.Soesilo,
2008, Kitab Undang-undang Hukum Pidana
dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Bogor: Politeia.
Hamzah,
Andi, Prof., Dr., Jur. Hukum Acara Pidana Indonesia. 1993. Jakarta : Sinar
Grafika.
Lilik,
Mulyadi S.H., M.H., Hukum Acara Pidana. 2007. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Moeljatno,
Prof., S.H., Asas – Asas Hukum Pidana. 2008. Jakarta : Rineka Cipta.
Undang-Undang
No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang
No. 40 tahun 1999 tentang Pers.