Friday, 22 May 2015

ANALISIS PUTUSAN NO. 29/PDT.G/2013/PN.PWT

ANALISIS PUTUSAN NO. 29/PDT.G/2013/PN.PWT
PARA PIHAK
Antara Dra. Hj. SUDARMI, MM sebagai PENGGUGAT lawan ACHMAD DALDIRI ABDUL AZIZ sebagai TERGUGAT I dan MASTUTI sebagai  TERGUGAT II.

TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Para Tergugat adalah suami–isteri dan pemilik dari Rumah Makan Ayam Bakar “ABG“ yang berkedudukan di Jalan dokter Suparno No. 10. RT.01. RW.01, Kelurahan Karangwangkal, Kecamatan Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas, untuk mengembangkan usahanya tersebut, Tergugat I meminjam uang tunai kepada Penggugat, berjumlah Rp. 250.000.000,- kemudian antara Penggugat dan para Tergugat sepakat dibuat Akta Perjanjian Kerjasama No.  01, tertanggal 02-06-2009 yang dibuat oleh dan dihadapan SETYA LINDU JAYATI, SH. Notaris di Purwokerto sebagai jaminan hutang, yang isinya antara lain:
1.      Para Tergugat akan mengembalikan uang pokok beserta feenya sejak tanggal 03-06-2009 dengan cara angsuran setiap hari:
a.       Dari Rumah Makan Ayam Bakar “ABG“ 2 sebesar Rp. 250.000,- x 374 hari = Rp. 93.500.000,-
b.      Dari Rumah Makan Ayam Bakar “ABG“ 8 sebesar Rp. 750.000,-  x 707 hari = Rp. 530.250.000,-
2.      Para Tergugat menyerahkan jaminan kepada Penggugat berupa sebidang tanah pertanian dengan Sertifikat Hak Milik No. 1020, Gambar Situasi tanggal 2-10-1979,  No. 481, seluas 3.020 M2 tercatat atas nama DALDIRI, yang terletak di Kelurahan Mersi, Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas.
Ternyata para Tergugat tidak mengangsur kepada Penggugat seperti yang telah diperjanjikan, bahkan Tergugat I meminjam uang tunai lagi kepada Penggugat sebesar Rp. 50.000.000, dengan ketentuan Tergugat I akan mengembalikan uang pokok beserta feenya sebesar Rp.  250.000,- per hari x 374 dan hutang lagi sebesar Rp. 100.000.000,- dengan ketentuan Tergugat I akan mengembalikan uang pokok beserta feenya sebesar Rp. 500.000,- per hari x374 hari, tapi para Tergugat juga tidak mengangsur kepada Penggugat.
Padahal Penggugat telah berkali–kali mengingatkan para Tergugat untuk membayar hutang pokok beserta fee seperti yang telah diperjanjikan, akan tetapi para Tergugat tetap tidak menghiraukan bahkan para Tergugat meninggalkan rumahnya dan sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya. para Tergugat telah melakukan wan prestasi yang berakibat Penggugat mengalami kerugian sebesar Rp. 2.467.250.000,-
GUGATAN
Penggugat meminta Pengadilan Negeri untuk meletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) atas sebidang tanah pertanian milik Tergugat  I dengan Sertifikat Hak Milik No. 1020 yang terletak di Kelurahan Mersi, Kecamatan  Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas, serta harta kekayaan para Tergugat lainnya.
Tergugat mempunyai hutang pokok berikut fee yang harus dibayar para Tergugat kepada Penggugat, sampai dengan didaftarkannya gugatan ini ke pengadilan tanggal 15 April 2013 yaitu sebesar Rp. 2.467.250.000.
Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar hutang pokok berikut fee kepada Penggugat, sampai dengan didaftarkannya gugatan ini ke pengadilan tanggal 15 April 2013 yaitu sebesar Rp. 2.467.250.000.
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Dalam Provisi:
Penggugat dalam gugatannya, telah mengajukan tuntutan provisi untuk itu Majelis Hakim akan mempertimbangkan terlebih dahulu tuntutan provisi tersebut.
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 180 HIR, putusan provisi (provisionele beschikking) adalah keputusan yang bersifat sementara atau tindakan sangat mendesak dan perlu dengan maksud jangan sampai timbul kerugian yang sangat besar tanpa harus menunggu  sampai putusan akhir mengenai pokok pekara dijatuhkan. Sehingga putusan provisi tidak boleh mengenai materi pokok perkara.
Menimbang, bahwa dalam tuntutan provisinya Penggugat meminta kepada Majelis Hakim untuk memerintahkan kepada TERGUGAT II dan TERGUGAT III untuk membatalkan lelang yang diselenggarakan pada tanggal 07 Mei 2013 atau sesudah itu atas tanah dan bangunan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 330 luas 276 M² atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas dan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 230 atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas.
Menimbang, bahwa setelah mendengar jawaban para Tergugat dan keterangan para pihak dapat disimpulkan bahwa lelang eksekusi yang dilakukan oleh Tergugat III atas permohonan Tergugat II merupakan lelang eksekusi atas hak tanggungan karena debitur telah melakukan wanprestasi dan dibatalkan atau tidaknya lelang ataupun sah tidaknya lelang merupakan materi yang harus dibuktikan dalam pokok perkara.
Menimbang, bahwa oleh karena majelis hakim menilai tidak ada alasan yang mendesak  dan urgent untuk melakukan tindakan pendahuluan yang menjadi dasar untuk mengabulkan tuntutan Penggugat, maka tuntutan Provisi Penggugat patut untuk ditolak.
Dalam Eksepsi:
Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat III dalam jawabannya telah mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:
·         Bahwa dalam gugatannya Penggugat menyatakan adalah pemilik obyek sengketa dan lelang yang dilaksanakan Tergugat III tidak sah/cacat hukum serta menyatakan Tergugat III telah melakukan perbuatan melawan hukum tetapi dalam positanya tidak dijelaskan peristiwa/aturan/ketentuan hukum mana yang dilanggar oleh Tergugat III. Oleh karenanya petitum gugatan Penggugat tidak didukung oleh fundamentum petendi yang jelas.
·         Bahwa obyek sengketa tidak disebutkan batas-batas tanah, nomor sertifikat dan luas tanah berbeda dengan dokumen yang dikuasai oleh Tergugat III.
Menimbang, bahwa materi eksepsi yang dikenal dalam hukum acara perdata terbatas mengenai kewenangan mengadili sebagaimana diuraikan dalam pasal 133 HIR.
Menimbang, bahwa setelah Majelis mempelajari dan memeriksa dengan seksama materi  eksepsi Tergugat III adalah diluar ketentuan tersebut. Oleh karena itu berdasarkan pasal  136  HIR, Eksepsi Tergugat III akan dipertimbangkan dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka eksepsi Tergugat III harus dikesampingkan dan dinyatakan tidak dapat diterima.
Dalam Pokok Perkara :
Menimbang, maksud dari gugatan penggugat adalah bahwa Penggugat mendalilkan  lelang obyek sengketa milik Penggugat berupa tanah dan bangunan Sertifikat Hak Milik  (SHM) No. 330 luas 276  M² atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW  05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas dan Sertifikat Hak Milik  (SHM)  No. 230 atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas, yang telah dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III dimana harga limit lelang sebesar Rp. 199.000.000,- (seratus  sembilan  puluh  sembilan juta rupiah) tanpa persetujuan Penggugat adalah perbuatan tidak sah/cacat hukum  karena obyek sengketa tersebut semula hanya dipinjam oleh Tergugat I untuk mengambil  kredit pada Tergugat II dan Penggugat tidak pernah menandatangani atau memberikan kuasa untuk menjual dan atau melelang.
Menimbang, bahwa atas dalil Penggugat tersebut, Tergugat II dan Tergugat III membantah dalam jawabannya masing-masing, yang pada pokoknya menyatakan bahwa tanah  Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 230 atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara  RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas, bukan merupakan  jaminan dan tidak pernah dijual lelang, sedangkan tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 330  luas 276 M² atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa  Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas adalah merupakan jaminan pelunasan atas Perjanjian Hutang Piutang yang keseluruhan aktanya ditandatangani oleh Penggugat sendiri  selaku Direktur CV. Jaya Bersama, yang telah menjamin kebenaran Anggaran Dasar  sebagaimana Akta tanggal 09 Februari 2006 Nomor 7 tentang Perseroan Komanditer  CV. Jaya  Bersama, dan karena debitur telah wanprestasi serta telah diberi peringatan tetapi tetap tidak memenuhi kewajibannya maka dilaksanakan lelang eksekusi atas tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 330 Desa Kedungwringin dan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 00445 Desa Kedungwringin atas nama Drs. Taat Budiarto.
Menimbang, bahwa karena gugatan Penggugat telah dibantah oleh Para Tergugat maka  berdasarkan ketentuan pasal 163 HIR (vide pasal 1865 KUHPerdata), yang menyebutkan  “barangsiapa mengaku mempunyai suatu hak, atau menyebutkan suatu kejadian untuk  meneguhkan hak itu atau untuk membantah hak orang lain, harus membuktikan adanya hak  itu atau adanya kejadian itu”, maka Penggugat dibebankan untuk membuktikan dalil  gugatannya tersebut, demikian juga Para Tergugat dibebani untuk membuktikan bantahannya.
Menimbang, bahwa untuk membuktikan gugatannya di persidangan, Penggugat telah mengajukan bukti surat bertanda P-1 sampai dengan P-5 tanpa alat bukti lainnya.
Menimbang, bahwa untuk meneguhkan bantahannya, Tergugat II telah mengajukan bukti surat bertanda T.II-1 sampai dengan T.II-11 dan Tergugat III juga telah mengajukan bukti  surat bertanda T.III-1 sampai dengan T.III-13, keduanya tanpa mengajukan alat bukti lainnya.
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan benar tidaknya dalil gugatan Penggugat ataupun bantahan Para Tergugat, Majelis akan mempertimbangkan terlebih dahulu tanah yang menjadi obyek perkara ini.
Menimbang, bahwa dalam posita maupun petitum gugatan Penggugat menyebut dua obyek tanah masing-masing:
o   Tanah dengan Sertifikat Hak Milik No. 330 luas 276 M² atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas.
o   Tanah dengan Sertifikat Hak Milik No. 230 atas nama TAAT BUDIARTO terletak di  Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas.
Menimbang, bahwa dipersidangan Penggugat menyatakan tidak ada perubahan gugatan kecuali hanya identitas Tergugat I. Dalam bantahannya Tergugat II dan Tergugat III menyatakan bahwa tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 230 atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas, bukan merupakan jaminan dan tidak pernah dijual lelang.
Menimbang, bahwa dalam repliknya Penggugat tetap mempertahankan gugatannya dan menyatakan bahwa dalam  gugatan  Penggugat  kurang  mencantumkan  nomor  sertifikat yaitu, SHM No. 445.
Menimbang, bahwa dalam dupliknya Tergugat II menyatakan tidak menerima/ menguasai jaminan milik Penggugat berupa SHM No. 445. Sedangkan Tergugat III dalam dupliknya karena baik dalam posita, provisi maupun petitum gugatan Penggugat menyebut obyek tanah yaitu SHM No. 330 luas 276 M² dan SHM No. 230 keduanya atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas dan dari dokumen permohonan pelaksanaan lelang pada tanggal 13 Maret 2013 terhadap 6 (enam) bidang tanah yang diikat dengan Sertifikat Hak Tanggungan tidak terdapat tanah dengan SHM No. 230 atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas. Oleh karena itu obyek sengketa menjadi kabur.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat Penggugat bertanda P-2 yang merupakan bukti yang sama yang diajukan oleh Tergugat II bertanda T.II-10 berupa foto copy Sertipikat Hak Milik No. 330 Desa Kedungwringin atas nama Doktorandus Taat Budiarto, dan bukti Penggugat bertanda P-3 yang merupakan bukti yang sama yang diajukan oleh Tergugat II bertanda T.II-11 berupa foto copy Sertipikat Hak Milik No. 00445 Desa Kedungwringin atas nama Taat Budiarto, yang bersesuaian pula dengan bukti Penggugat bertanda P-1 berupa foto copy Kartu Tanda Penduduk NIK: 3302122306650001 atas nama Taat Budiarto, dapat disimpulkan bahwa tanah yang menjadi obyek sengketa adalah benar kedua tanah tersebut.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan obyek tanah yang berkaitan dengan para pihak dalam perkara ini adalah adalah benar tanah sebagaimana tercatat dalam Sertifikat  Hak Milik No. 330 Surat Ukur/Gambar Situasi Tgl. 12 Juni 1996 No. 4359/1996 luas 276 M²  terletak di Desa Kedungwringin, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama pemegang hak Doktorandus Taat Budiarto dan tanah sebagaimana tercatat dalam Sertifikat  Hak Milik No. 00445 Surat Ukur Tgl. 19 Pebruari 1999 No. 0003337/KEDUNGWRINGIN/1999  luas 230 M² terletak di Desa Kedungwringin, Kecamatan  Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama pemegang hak Doktorandus Taat Budiarto.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dan dengan mempertimbangkan pula asas peradilan yang cepat dan sederhana Majelis berpendapat gugatan penggugat yang  kurang  mencantumkan salah satu nomor sertifikat hak milik dan sudah diperbaiki dalam repliknya serta  tidak  mengubah pokok gugatan tidak menyebabkan kaburnya gugatan penggugat.
PERMASALAHAN POKOK DALAM PERKARA
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat Penggugat yang merupakan akta otentik masing-masing bukti surat bertanda P-4 berupa foto copy Akta  tanggal  09 Pebruari 2006 Nomor: 7 tentang Perseroan Komanditer CV. Jaya bersama dapat disimpulkan Penggugat bersama Saleh Irsad Abadi telah mendirikan Perseroan dengan nama CV. Jaya Bersama dan Penggugat adalah pesero aktif dengan jabatan Direktur, dan berdasarkan bukti surat Penggugat  bertanda P-5 berupa Akta tanggal 29 Nopember 2006 Nomor 64 tentang Masuk sebagai  Pesero  serta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Komanditer CV. Jaya Bersama dapat  disimpulkan  telah terjadi perubahan dengan masuknya pesero baru dan perubahan kedudukan pesero aktif dengan jabatan Direktur adalah Saleh Irsad Abadi.
Menimbang, bahwa bukti surat Tergugat II yang merupakan akta otentik masing-masing bukti surat bertanda T.II-3 berupa foto copy Akta Perjanjian Kredit Dengan Memakai Jaminan tanggal 02 Maret 2007 Nomor: 06, bukti bertanda T.II-4 berupa Akta Pengakuan Hutang tanggal 02 Maret 2007 Nomor: 07, bukti bertanda T.II-7 berupa Foto copy Akta Perjanjian Kredit Dengan Memakai Jaminan tanggal 18 Maret 2008 Nomor: 44, bukti bertanda  T.II-8 berupa foto copy Akta Pengakuan Hutang tanggal 18 Maret 2008 Nomor: 45, bukti bertanda T.II–9 berupa foto copy Sertipikat Hak Tanggungan Nomor: 01881/2008, tanggal 28 April 2008, bukti bertanda T.II-10 berupa foto copy Sertipikat Hak Milik No. 330 Desa  Kedungwringin atas nama Doktorandus Taat Budiarto, serta bukti bertanda T.II-11berupa foto copy Sertipikat Hak Milik No. 00445 Desa Kedungwringin atas nama Doktorandus Taat Budiarto, yang bersesuaian pula dengan bukti Tergugat II yang lain, dapat disimpulkan bahwa  kedua tanah milik Penggugat adalah jaminan terhadap perjanjian kredit antara Penggugat  selaku Direktur untuk dan atas nama Perseroan Komanditer CV. Jaya Bersama sebagai debitur dan Tergugat II selaku kreditur.
Menimbang, bahwa dalam akta-akta tersebut baik akta Perjanjian Kredit maupun Akta Pengakuan Hutang juga dijelaskan anggaran dasar yang ditunjuk adalah sebagaimana dimuat dalam akta Pendirian Perseroan Komanditer CV. Jaya Bersama tertanggal 09-02-2006 (vide  bukti  P-4). Secara jelas disebutkan dalam Akta Perjanjian Kredit dengan Jaminan tanggal 02 Maret 2007 Nomor 6 (bukti  T.II-3) Pasal 20, dan Akta Perjanjian Kredit dengan Jaminan tanggal 18 Maret 2008 Nomor 44 (bukti T.II-7) dalam Pasal 15, yang kedua Pasal tersebut menentukan Pihak Pertama (debitur) menyatakan dan menjamin pada saat ditandatanganinya  perjanjian semua Anggaran Dasar sebagaimana  termaksud  dalam  awal akta adalah benar dan valid.
Menimbang, bahwa oleh karena itu secara hukum akta Pendirian Perseroan Komanditer CV. Jaya Bersama tertanggal 09 Pebruari 2006 Nomor 7 adalah sebagai anggaran dasar  yang  sah dan mengikat bagi para pihak dalam perjanjian kredit, yaitu Penggugat dan Tergugat II termasuk juga Tergugat I yang ikut memberikan tanda tangan dalam akta, serta pihak ketiga. Atau dengan kata lain dalil Penggugat yang menyatakan telah terjadi perubahan direktur sebelum diadakannya perjanjian kredit (bukti P-5) hanya mengikat para pihak dalam perseroan, yaitu Penggugat dan Tergugat I serta Ny. Sutini selaku pesero komanditer.
Menimbang, bahwa seharusnya Penggugat mengakui dan memberlakukan atau mematuhi perubahan anggaran dasar perseroan yang sudah dibuatnya dan dilakukan sejak akan diadakannya perjanjian kredit, bukan setelah Perseroan Komanditer CV. Jaya Bersama menerima fasilitas kredit dari Tergugat II. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka bukti surat Penggugat bertanda P-5 patut untuk dikesampingkan.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat Tergugat III bertanda T.III-6, T.III-7, T.III-10 dan T.III-11 serta telah diakui pula oleh Penggugat dalam dalil gugatannya, dapat diperoleh fakta bahwa benar terhadap jaminan kredit berupa tanah Sertifikat Hak Milik No. 330 Surat Ukur/Gambar Situasi Tgl. 12 Juni 1996 No. 4359/1996 luas 276 M² dan Sertifikat Hak Milik No. 00445 Surat Ukur Tgl. 19 Pebruari 1999 No. 0003337/KEDUNGWRINGIN/1999 luas 230 M²  keduanya  terletak  di  Desa  Kedungwringin, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama pemegang hak Doktorandus Taat Budiarto akan dijual lelang dengan harga limit Rp. 199.000.000,- (seratus sembilan puluh sembilan juta rupiah) dan harga limit tersebut ditetapkan oleh Tergugat II selaku pemegang hak jaminan.
Menimbang, bahwa dalam dalil gugatan Penggugat angka 2 menyatakan penentuan harga limit tersebut tanpa pemberitahuan kepada Penggugat. Penggugat mendalilkan seharusnya sesuai dengan surat keterangan harga tanah dari Kepala Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab.Banyumas No. 277/IV/2013 tanggal 12 April 2012 yang  menyebutkan harga tanah per M² Rp. 800.000,- dan bangunan per M² Rp. 1.000.000,-.
Menimbang, bahwa terhadap penentuan harga limit lelang yang ditetapkan dipertimbangkan sebagai berikut.
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan  harga  limit (reserve price) pada Pasal 1 Angka 26 Penjelasan Umum Peraturan Menteri Keuangan Nomor  93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan  Lelang  menyebutkan  Nilai  Limit  adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang.
Menimbang, berdasarkan ketentuan  Pasal  35 ayat (2) Permenkeu tersebut   penetapan harga limit menjadi tanggung jawab penjual/pemilik barang. Sedangkan penjual/pemilik barang  dalam  lelang  ini adalah  Tergugat  II yang bertindak  untuk dan atas nama Penggugat sebagai pemberi hak tanggungan.
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan tersebut dan ketentuan  Pasal  36 Permenkeu tersebut maka Tergugat II yang bertindak untuk dan atas nama pemberi  hak tanggungan bertanggung jawab untuk menetapkan harga limit, baik dengan  penilaian oleh Penilai atau penaksiran oleh Tim Penaksir yang berasal dari instansi atau perusahan penjual. Sehingga  meskipun Penggugat tidak dimintai  keteranggan dalam menentukan harga limit adalah tidak bertentangan dengan ketentuan yang yang berlaku.
Menimbang, bahwa dari bukti yang diajukan Penggugat tidak ada satupun  yang dapat membuktikan  adanya perbuatan  melawan hukum  yang  dilakukan  oleh Para  Tergugat dalam penentuan harga limit obyek sengketa, sedangkan dari bukti surat yang diajukan para Tergugat telah cukup membuktikan bantahannya. Oleh karena itu Majelis berpendapat Penggugat tidak dapat membuktikan dalil gugatannya menyangkut penentuan harga limit lelang.
Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut  diatas maka Majelis berpendapat tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III dan Penggugat tidak dapat membuktikan seluruh dalil gugatannya, sebaliknya  Para Tergugat telah berhasil membuktikan dalil-dalil sangkalannya, sehingga gugatan Penggugat haruslah ditolak.
Menimbang, bahwa karena gugatan ditolak maka Penggugat dihukum untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini, yang besarnya akan disebutkan dalam amar putusan.
Memperhatikan pasal-pasal dalam HIR dan KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, serta ketentuan lain yang bersangkutan dalam perkara ini.
PUTUSANNYA
Dalam Provisi: Menolak tuntutan provisi Penggugat
Dalam Eksepsi: Menyatakan eksepsi Tergugat III tidak dapat diterima
Dalam Pokok Perkara:
1.      Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnyA
2.      Menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang sampai putusan ini ditaksir sebesar Rp. 721.000,- (tujuh ratus dua puluh satu ribu rupiah).
KAJIAN TEORETIS
Pengertian Perbuatan Melawan hukum
R. Wirjono Projodikoro mengartikan kata onrechtmatigedaad sebagai perbuatan melanggar hukum. Menurutnya perkataan “perbuatan” dalam rangkaian kata-kata “perbuatan melanggar hukum” dapat diartikan positif melainkan juga negatif, yaitu meliputi juga hal yang orang dengan berdiam diri saja dapat dikatakan melanggar hukum karena menurut hukum seharusnya orang itu bertindak. Perbuatan negatif yang dimaksudkan bersifat “aktif” yaitu orang yang diam saja, baru dapat dikatakan melakukan perbuatan hukum, kalau ia sadar, bahwa ia dengan diam saja adalah melanggar hukum. Maka yang bergerak bukan tubuhnya seseorang itu, melainkan pikiran dan perasaannya. Jadi unsur bergerak dari pengertian “perbuatan” kini pun ada. Perkataan “melanggar” dalam rangkaian kata-kata “perbuatan melanggar hukum” yang dimaksud bersifat aktif, maka menurut beliau perkataan yang paling tepat untuk menerjemahkanonrechtmatigedaad ialah perbuatan melanggar hukum karena istilah perbuatan melanggar hukum menurut Wirjono Prodjodikoro ditujukan kepada hukum yang pada umumnya berlaku di Indonesia dan yang sebagian terbesar merupakan hukum adat.
Menurut Sudargo Gautama istilah perbuatan melawan hukum telah lama memusingkan para ahli hukum yang harus mempergunakan undang-undang. Dalam hukum Barat, pengertian perbuatan melawan hukum semakin lama memperlihatkan sifat semakin meluas. Semakin banyak perbuatan-perbuatan yang dahulu tidak termasuk “melawan hukum” sekarang termasuk istilah itu. Indonesia telah menganut pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti yang luas. Hal ini dapat dilihat pada putusan Mahkamah Agung RI No. 3191 K/Pdt./1984 tentang kasus Masudiati v I Gusti Lanang Rejeg. Mahkamah Agung memutuskan mengabulkan gugatan Penggugat dan menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan pertimbangan bahwa Tergugat telah melanggar norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat sehingga menimbulkan kerugian terhadap diri Penggugat.
Kriteria Perbuatan Melawan Hukum
1.      Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum ini diartikan dalam arti yang seluas-luasnya, yakni meliputi hal-hal sebagai berikut:
·         Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku;
·         Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum si pelaku;
·         Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
·         Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden);
·         Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain (indruist tegen de zorgvuldigheid, welke in het maatschappelijk verkeer betaamt ten aanzeinvan ander person of goed).
2.      Adanya Kesalahan dari Pihak Pelaku
Agar dapat dikenakan Pasal 1365 KUHPerdt. tentang Perbuatan Melawan Hukum, undang-undang dan yurisprudensi mensyaratkan agar pada pelaku haruslah mengandung unsur kesalahan (schuldement) dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Dengan dicantumkannya syarat kesalahan dalam Pasal 1365 KUHPerdt, pembuat undang-undang berkehendak menekankan bahwa pelaku perbuatan melawan hukum, hanyalah bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkannya apabila perbuatan tersebut dapat dipersalahkan padanya. Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan sehingga dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
o   Ada unsur kesengajaan;
o   Ada unsur kelalaian (negligence, culpa);
o   Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain.
o   Adanya Kerugian Bagi Korban
Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdt. dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materil, maka kerugian karena perbuatan melawan hukum di samping kerugian materil, yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian immaterial yang juga akan dinilai dengan uang.
3.      Adanya Hubungan Kausal Antara Perbuatan Dengan Kerugian
Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum. Untuk hubungan sebab akibat ada 3 macam teori, yaitu:
a.       Teori Hubungan Faktual yaitu Hubungan sebab akibat secara factual (causation in fact) hanyalah merupakan masalah “fakta” atau apa yang secara factual telah terjadi. Setiap penyebab yang mengakibatkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya.
b.      Teori Penyebab Kira-Kira yaitu Teori ini bertujuan agar lebih praktis dan agar tercapainya elemen kepastian hukum dan hukum yang lebih adil, maka diciptakanlah konsep proximate cause atau sebab kira-kira.
c.       Teori adequate veroorzaking yaitu Perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal sepatutnya dapat diharapkan menimbulkan akibat, dalam hal ini akibatnya adalah kerugian. Jadi, antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung (hubungan sebab akibat).
d.      teori sebab akibat dalam ilmu sosial yaitu ada 3 macam teori sebab akibat:
§  Causal mechanism, Teori ini menyatakan bahwa meskipun disertai dengan serangkaian peristiwa, namun peristiwa yang disyaratkan dalam teori ini haruslah berada dalam suatu keteraturan yang pasti, yang berada dalam satu rangkaian yang dapat diperkirakan sebelumnya.
§  nductive regularity, inilah yang akan menentukan ada tidaknya hubungan causal atau sebab akibat.
§  Necessary dan sufficient conditions, Dengan mengetahui Necessary dan sufficient conditions ini orang akan lebih mudah memahami apakah memang suatu akibat adalah karena sebab tertentu, apakah sebab yang dikemukakan tersebut hanyalah semata-mata pencetus atau sesuatu sebab yang mempermudah atau mempercepat terjadinya akibat tersebut, dan bukan merupakan sebab pokok kenapa suatu akibat tertentu dapat terjadi.
Teori Relativitas (Schutznormtheorie) Dalam Perbuatan Melawan Hukum
Teori relativitas berasal dari hukum Jerman yang dibawa ke negeri Belanda oleh Gelein Vitringa. Kata “schutz” secara harafiah berarti “perlindungan”, sehingga dengan istilah “schutznorm” secara harafiah berarti “norma perlindungan”. Teori relativitas atau schutznormtheorie merupakan pembatasan dari ajaran yang luas dari perbuatan yang melawan hukum. Schutznormtheorie mengajarkan, bahwa perbuatan yang bertentangan dengan kaidah hukum dan karenanya adalah melawan hukum, akan menyebabkan si pelaku dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan tersebut, bilamana norma yang dilanggar itu dimaksudkan untuk melindungi penderita.
Penerapan schutznormtheorie sebenarnya dalam kasus-kasus tertentu sangat bermanfaat karena alasan-alasan sebagai berikut:
ü  Agar tanggung gugat berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdt. tidak diperluas secara tidak wajar;
ü  Untuk menghindari pemberian ganti rugi terhadap kasus di mana hubungan antara perbuatan dengan ganti rugi hanya bersifat normatif atau kebetulan saja;
ü  Untuk memperkuat berlakunya unsur “dapat dibayangkan” (forseeability) terhadap hubungan sebab akibat yang bersifat kira-kira (proximate causation).
HASIL ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 29/PDT.G/2013/PN.PWT
Dalam Provisi:
Penggugat dalam gugatannya telah mengajukan tuntutan provisi untuk itu Majelis Hakim akan mempertimbangkan terlebih dahulu tuntutan provisi tersebut. Berdasarkan pasal 180 HIR, putusan provisi (provisionele beschikking) adalah keputusan yang bersifat sementara atau tindakan sangat mendesak dan perlu dengan maksud jangan sampai timbul kerugian yang sangat besar tanpa harus menunggu  sampai putusan akhir mengenai pokok pekara dijatuhkan. Sehingga putusan provisi tidak boleh mengenai materi pokok perkara.
Setelah membaca jawaban para Tergugat dan keterangan para pihak dapat disimpulkan bahwa lelang eksekusi yang dilakukan oleh Tergugat III atas permohonan Tergugat II merupakan lelang eksekusi atas hak tanggungan karena debitur telah melakukan wanprestasi dan dibatalkan atau tidaknya lelang ataupun sah tidaknya lelang merupakan materi yang harus dibuktikan dalam pokok perkara. Oleh karena itu tidak ada alasan yang mendesak  dan urgent untuk melakukan tindakan pendahuluan yang menjadi dasar untuk mengabulkan tuntutan Penggugat, maka tuntutan Provisi Penggugat patut untuk ditolak.
Dalam Eksepsi:
Dalam gugatannya Penggugat menyatakan adalah pemilik obyek sengketa dan lelang yang dilaksanakan Tergugat III tidak sah/cacat hukum serta menyatakan Tergugat III telah melakukan perbuatan melawan hukum tetapi dalam positanya tidak dijelaskan peristiwa/aturan/ketentuan hukum mana yang dilanggar oleh Tergugat III. Oleh karenanya petitum gugatan Penggugat tidak didukung oleh fundamentum petendi yang jelas. Kemudian obyek sengketa tidak disebutkan batas-batas tanah, nomor sertifikat dan luas tanah berbeda dengan dokumen yang dikuasai oleh Tergugat III.
Oleh karena itu materi eksepsi yang dikenal dalam hukum acara perdata terbatas mengenai kewenangan mengadili sebagaimana diuraikan dalam pasal 133 HIR. Materi  eksepsi Tergugat III adalah diluar ketentuan tersebut. Oleh karena itu berdasarkan pasal 136 HIR, Eksepsi Tergugat III harus dikesampingkan dan dinyatakan tidak dapat diterima.
Dalam Pokok Perkara:
Karena gugatan Penggugat telah dibantah oleh Para Tergugat maka  berdasarkan ketentuan pasal 163 HIR (vide pasal 1865 KUHPerdata), yang menyebutkan “barangsiapa mengaku mempunyai suatu hak, atau menyebutkan suatu kejadian untuk  meneguhkan hak itu atau untuk membantah hak orang lain, harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu”, maka Penggugat dibebankan untuk membuktikan dalil gugatannya tersebut, demikian juga Para Tergugat dibebani untuk membuktikan bantahannya.
Berdasarkan fakta-fakta putusan ini dapat disimpulkan obyek tanah yang berkaitan dengan para pihak dalam perkara ini adalah adalah benar tanah sebagaimana tercatat dalam Sertifikat Hak Milik No. 330 Surat Ukur/Gambar Situasi Tgl. 12 Juni 1996 No. 4359/1996 luas 276 M²  terletak di Desa Kedungwringin, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama pemegang hak Doktorandus Taat Budiarto dan tanah sebagaimana tercatat dalam Sertifikat  Hak Milik No. 00445 Surat Ukur Tgl. 19 Pebruari 1999 No. 0003337/KEDUNGWRINGIN/1999  luas 230 M² terletak di Desa Kedungwringin, Kecamatan  Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama pemegang hak Doktorandus Taat Budiarto.
Berdasarkan pertimbangan tersebut dan dengan mempertimbangkan pula asas peradilan yang cepat dan sederhana saya berpendapat gugatan penggugat yang  kurang  mencantumkan salah satu nomor sertifikat hak milik dan sudah diperbaiki dalam repliknya serta tidak mengubah pokok gugatan tidak menyebabkan kaburnya gugatan penggugat.
Yang dimaksud dengan harga limit (reserve price) pada Pasal 1 Angka 26 Penjelasan Umum Peraturan Menteri Keuangan Nomor  93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menyebutkan Nilai Limit adalah harga minimal  barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang. Dan berdasarkan ketentuan  Pasal  35 ayat (2) Permenkeu penetapan harga  limit menjadi tanggung jawab penjual/pemilik barang. Sedangkan penjual/pemilik barang  dalam  lelang ini adalah Tergugat II yang bertindak untuk dan atas nama Penggugat sebagai pemberi hak tanggungan.
Maka berdasarkan ketentuan tersebut dan ketentuan Pasal 36 Permenkeu  tersebut maka Tergugat II yang bertindak untuk dan atas nama pemberi hak tanggungan bertanggung jawab untuk menetapkan harga limit, baik dengan  penilaian  oleh Penilai atau penaksiran oleh Tim Penaksir yang berasal dari instansi atau perusahan penjual. Sehingga  meskipun Penggugat tidak dimintai  keteranggan dalam menentukan harga limit adalah tidak bertentangan dengan ketentuan yang yang berlaku.

Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut diatas maka saya berpendapat tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III, sehingga gugatan Penggugat haruslah ditolak. Karena gugatan ditolak maka Penggugat dihukum untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini, yang besarnya akan disebutkan dalam amar putusan. Maka putusan yang diambil oleh mejelis hakim berdasarkan bukti yang ada sangatlah adil.