ANALISIS PUTUSAN NO.
29/PDT.G/2013/PN.PWT
PARA PIHAK
Antara
Dra. Hj. SUDARMI, MM sebagai PENGGUGAT lawan ACHMAD DALDIRI ABDUL AZIZ sebagai
TERGUGAT I dan MASTUTI sebagai TERGUGAT
II.
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Para
Tergugat adalah suami–isteri dan pemilik dari Rumah Makan Ayam Bakar “ABG“ yang
berkedudukan di Jalan dokter Suparno No. 10. RT.01. RW.01, Kelurahan
Karangwangkal, Kecamatan Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas, untuk mengembangkan
usahanya tersebut, Tergugat I meminjam uang tunai kepada Penggugat, berjumlah
Rp. 250.000.000,- kemudian antara Penggugat dan para Tergugat sepakat dibuat
Akta Perjanjian Kerjasama No. 01,
tertanggal 02-06-2009 yang dibuat oleh dan dihadapan SETYA LINDU JAYATI, SH.
Notaris di Purwokerto sebagai jaminan hutang, yang isinya antara lain:
1. Para
Tergugat akan mengembalikan uang pokok beserta feenya sejak tanggal 03-06-2009
dengan cara angsuran setiap hari:
a. Dari
Rumah Makan Ayam Bakar “ABG“ 2 sebesar Rp. 250.000,- x 374 hari = Rp.
93.500.000,-
b. Dari
Rumah Makan Ayam Bakar “ABG“ 8 sebesar Rp. 750.000,- x 707 hari = Rp. 530.250.000,-
2. Para
Tergugat menyerahkan jaminan kepada Penggugat berupa sebidang tanah pertanian
dengan Sertifikat Hak Milik No. 1020, Gambar Situasi tanggal 2-10-1979, No. 481, seluas 3.020 M2 tercatat atas nama
DALDIRI, yang terletak di Kelurahan Mersi, Kecamatan Purwokerto Timur,
Kabupaten Banyumas.
Ternyata
para Tergugat tidak mengangsur kepada Penggugat seperti yang telah diperjanjikan,
bahkan Tergugat I meminjam uang tunai lagi kepada Penggugat sebesar Rp.
50.000.000, dengan ketentuan Tergugat I akan mengembalikan uang pokok beserta
feenya sebesar Rp. 250.000,- per hari x
374 dan hutang lagi sebesar Rp. 100.000.000,- dengan ketentuan Tergugat I akan
mengembalikan uang pokok beserta feenya sebesar Rp. 500.000,- per hari x374 hari,
tapi para Tergugat juga tidak mengangsur kepada Penggugat.
Padahal
Penggugat telah berkali–kali mengingatkan para Tergugat untuk membayar hutang
pokok beserta fee seperti yang telah diperjanjikan, akan tetapi para Tergugat tetap
tidak menghiraukan bahkan para Tergugat meninggalkan rumahnya dan sampai saat
ini tidak diketahui keberadaannya. para Tergugat telah melakukan wan prestasi
yang berakibat Penggugat mengalami kerugian sebesar Rp. 2.467.250.000,-
GUGATAN
Penggugat
meminta Pengadilan Negeri untuk meletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)
atas sebidang tanah pertanian milik Tergugat
I dengan Sertifikat Hak Milik No. 1020 yang terletak di Kelurahan Mersi,
Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas,
serta harta kekayaan para Tergugat lainnya.
Tergugat
mempunyai hutang pokok berikut fee yang harus dibayar para Tergugat kepada
Penggugat, sampai dengan didaftarkannya gugatan ini ke pengadilan tanggal 15
April 2013 yaitu sebesar Rp. 2.467.250.000.
Menghukum
para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar hutang pokok berikut fee
kepada Penggugat, sampai dengan didaftarkannya gugatan ini ke pengadilan
tanggal 15 April 2013 yaitu sebesar Rp. 2.467.250.000.
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Dalam Provisi:
Penggugat
dalam gugatannya, telah mengajukan tuntutan provisi untuk itu Majelis Hakim
akan mempertimbangkan terlebih dahulu tuntutan provisi tersebut.
Menimbang,
bahwa berdasarkan pasal 180 HIR, putusan provisi (provisionele beschikking)
adalah keputusan yang bersifat sementara atau tindakan sangat mendesak dan perlu
dengan maksud jangan sampai timbul kerugian yang sangat besar tanpa harus menunggu sampai putusan akhir mengenai pokok pekara
dijatuhkan. Sehingga putusan provisi tidak boleh mengenai materi pokok perkara.
Menimbang,
bahwa dalam tuntutan provisinya Penggugat meminta kepada Majelis Hakim untuk
memerintahkan kepada TERGUGAT II dan TERGUGAT III untuk membatalkan lelang yang
diselenggarakan pada tanggal 07 Mei 2013 atau sesudah itu atas tanah dan
bangunan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 330 luas 276 M² atas nama TAAT BUDIARTO
terletak di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas
dan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 230 atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl.
Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas.
Menimbang,
bahwa setelah mendengar jawaban para Tergugat dan keterangan para pihak dapat
disimpulkan bahwa lelang eksekusi yang dilakukan oleh Tergugat III atas permohonan
Tergugat II merupakan lelang eksekusi atas hak tanggungan karena debitur telah melakukan
wanprestasi dan dibatalkan atau tidaknya lelang ataupun sah tidaknya lelang merupakan
materi yang harus dibuktikan dalam pokok perkara.
Menimbang,
bahwa oleh karena majelis hakim menilai tidak ada alasan yang mendesak dan urgent untuk melakukan tindakan pendahuluan
yang menjadi dasar untuk mengabulkan tuntutan Penggugat, maka tuntutan Provisi
Penggugat patut untuk ditolak.
Dalam Eksepsi:
Menimbang,
bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat III dalam jawabannya telah
mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:
·
Bahwa dalam gugatannya Penggugat
menyatakan adalah pemilik obyek sengketa dan lelang yang dilaksanakan Tergugat
III tidak sah/cacat hukum serta menyatakan Tergugat III telah melakukan
perbuatan melawan hukum tetapi dalam positanya tidak dijelaskan
peristiwa/aturan/ketentuan hukum mana yang dilanggar oleh Tergugat III. Oleh
karenanya petitum gugatan Penggugat tidak didukung oleh fundamentum petendi
yang jelas.
·
Bahwa obyek sengketa tidak disebutkan
batas-batas tanah, nomor sertifikat dan luas tanah berbeda dengan dokumen yang
dikuasai oleh Tergugat III.
Menimbang,
bahwa materi eksepsi yang dikenal dalam hukum acara perdata terbatas mengenai
kewenangan mengadili sebagaimana diuraikan dalam pasal 133 HIR.
Menimbang,
bahwa setelah Majelis mempelajari dan memeriksa dengan seksama materi eksepsi Tergugat III adalah diluar ketentuan
tersebut. Oleh karena itu berdasarkan pasal
136 HIR, Eksepsi Tergugat III akan
dipertimbangkan dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka eksepsi Tergugat III harus dikesampingkan dan dinyatakan
tidak dapat diterima.
Dalam Pokok Perkara :
Menimbang,
maksud dari gugatan penggugat adalah bahwa Penggugat mendalilkan lelang obyek sengketa milik Penggugat berupa
tanah dan bangunan Sertifikat Hak Milik
(SHM) No. 330 luas 276 M² atas
nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW
05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas dan Sertifikat
Hak Milik (SHM) No. 230 atas nama TAAT BUDIARTO terletak di
Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas, yang
telah dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III dimana harga limit lelang sebesar
Rp. 199.000.000,- (seratus sembilan puluh
sembilan juta rupiah) tanpa persetujuan Penggugat adalah perbuatan tidak
sah/cacat hukum karena obyek sengketa
tersebut semula hanya dipinjam oleh Tergugat I untuk mengambil kredit pada Tergugat II dan Penggugat tidak
pernah menandatangani atau memberikan kuasa untuk menjual dan atau melelang.
Menimbang,
bahwa atas dalil Penggugat tersebut, Tergugat II dan Tergugat III membantah
dalam jawabannya masing-masing, yang pada pokoknya menyatakan bahwa tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 230 atas nama TAAT
BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW
05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas, bukan merupakan jaminan dan tidak pernah dijual lelang,
sedangkan tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 330 luas 276 M² atas nama TAAT BUDIARTO terletak
di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa
Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas adalah merupakan jaminan pelunasan
atas Perjanjian Hutang Piutang yang keseluruhan aktanya ditandatangani oleh Penggugat
sendiri selaku Direktur CV. Jaya
Bersama, yang telah menjamin kebenaran Anggaran Dasar sebagaimana Akta tanggal 09 Februari 2006
Nomor 7 tentang Perseroan Komanditer CV.
Jaya Bersama, dan karena debitur telah
wanprestasi serta telah diberi peringatan tetapi tetap tidak memenuhi
kewajibannya maka dilaksanakan lelang eksekusi atas tanah Sertifikat Hak Milik
(SHM) No. 330 Desa Kedungwringin dan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 00445 Desa
Kedungwringin atas nama Drs. Taat Budiarto.
Menimbang,
bahwa karena gugatan Penggugat telah dibantah oleh Para Tergugat maka berdasarkan ketentuan pasal 163 HIR (vide
pasal 1865 KUHPerdata), yang menyebutkan
“barangsiapa mengaku mempunyai suatu hak, atau menyebutkan suatu kejadian
untuk meneguhkan hak itu atau untuk membantah
hak orang lain, harus membuktikan adanya hak
itu atau adanya kejadian itu”, maka Penggugat dibebankan untuk membuktikan
dalil gugatannya tersebut, demikian juga
Para Tergugat dibebani untuk membuktikan bantahannya.
Menimbang,
bahwa untuk membuktikan gugatannya di persidangan, Penggugat telah mengajukan
bukti surat bertanda P-1 sampai dengan P-5 tanpa alat bukti lainnya.
Menimbang,
bahwa untuk meneguhkan bantahannya, Tergugat II telah mengajukan bukti surat
bertanda T.II-1 sampai dengan T.II-11 dan Tergugat III juga telah mengajukan bukti surat bertanda T.III-1 sampai dengan
T.III-13, keduanya tanpa mengajukan alat bukti lainnya.
Menimbang,
bahwa sebelum mempertimbangkan benar tidaknya dalil gugatan Penggugat ataupun
bantahan Para Tergugat, Majelis akan mempertimbangkan terlebih dahulu tanah yang
menjadi obyek perkara ini.
Menimbang,
bahwa dalam posita maupun petitum gugatan Penggugat menyebut dua obyek tanah
masing-masing:
o
Tanah dengan Sertifikat Hak Milik No.
330 luas 276 M² atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa
Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas.
o
Tanah dengan Sertifikat Hak Milik No. 230
atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl.
Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas.
Menimbang,
bahwa dipersidangan Penggugat menyatakan tidak ada perubahan gugatan kecuali
hanya identitas Tergugat I. Dalam bantahannya Tergugat II dan Tergugat III menyatakan
bahwa tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 230 atas nama TAAT BUDIARTO terletak
di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas,
bukan merupakan jaminan dan tidak pernah dijual lelang.
Menimbang,
bahwa dalam repliknya Penggugat tetap mempertahankan gugatannya dan menyatakan
bahwa dalam gugatan Penggugat
kurang mencantumkan nomor
sertifikat yaitu, SHM No. 445.
Menimbang,
bahwa dalam dupliknya Tergugat II menyatakan tidak menerima/ menguasai jaminan
milik Penggugat berupa SHM No. 445. Sedangkan Tergugat III dalam dupliknya
karena baik dalam posita, provisi maupun petitum gugatan Penggugat menyebut obyek
tanah yaitu SHM No. 330 luas 276 M² dan SHM No. 230 keduanya atas nama TAAT BUDIARTO
terletak di Jl. Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas
dan dari dokumen permohonan pelaksanaan lelang pada tanggal 13 Maret 2013 terhadap
6 (enam) bidang tanah yang diikat dengan Sertifikat Hak Tanggungan tidak
terdapat tanah dengan SHM No. 230 atas nama TAAT BUDIARTO terletak di Jl.
Menara RT/RW 05/06 Desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas. Oleh
karena itu obyek sengketa menjadi kabur.
Menimbang,
bahwa berdasarkan bukti surat Penggugat bertanda P-2 yang merupakan bukti yang
sama yang diajukan oleh Tergugat II bertanda T.II-10 berupa foto copy
Sertipikat Hak Milik No. 330 Desa Kedungwringin atas nama Doktorandus Taat Budiarto,
dan bukti Penggugat bertanda P-3 yang merupakan bukti yang sama yang diajukan
oleh Tergugat II bertanda T.II-11 berupa foto copy Sertipikat Hak Milik No.
00445 Desa Kedungwringin atas nama Taat Budiarto, yang bersesuaian pula dengan
bukti Penggugat bertanda P-1 berupa foto copy Kartu Tanda Penduduk NIK:
3302122306650001 atas nama Taat Budiarto, dapat disimpulkan bahwa tanah yang
menjadi obyek sengketa adalah benar kedua tanah tersebut.
Berdasarkan
fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan obyek tanah yang berkaitan dengan para
pihak dalam perkara ini adalah adalah benar tanah sebagaimana tercatat dalam
Sertifikat Hak Milik No. 330 Surat
Ukur/Gambar Situasi Tgl. 12 Juni 1996 No. 4359/1996 luas 276 M² terletak di Desa Kedungwringin, Kecamatan
Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama pemegang hak Doktorandus Taat Budiarto
dan tanah sebagaimana tercatat dalam Sertifikat
Hak Milik No. 00445 Surat Ukur Tgl. 19 Pebruari 1999 No.
0003337/KEDUNGWRINGIN/1999 luas 230 M² terletak
di Desa Kedungwringin, Kecamatan
Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama pemegang hak Doktorandus Taat Budiarto.
Menimbang,
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dan dengan mempertimbangkan pula asas
peradilan yang cepat dan sederhana Majelis berpendapat gugatan penggugat yang kurang
mencantumkan salah satu nomor sertifikat hak milik dan sudah diperbaiki
dalam repliknya serta tidak mengubah pokok gugatan tidak menyebabkan kaburnya
gugatan penggugat.
PERMASALAHAN POKOK DALAM PERKARA
Menimbang,
bahwa berdasarkan bukti surat Penggugat yang merupakan akta otentik masing-masing
bukti surat bertanda P-4 berupa foto copy Akta
tanggal 09 Pebruari 2006 Nomor: 7
tentang Perseroan Komanditer CV. Jaya bersama dapat disimpulkan Penggugat bersama
Saleh Irsad Abadi telah mendirikan Perseroan dengan nama CV. Jaya Bersama dan Penggugat
adalah pesero aktif dengan jabatan Direktur, dan berdasarkan bukti surat Penggugat bertanda P-5 berupa Akta tanggal 29 Nopember
2006 Nomor 64 tentang Masuk sebagai
Pesero serta Perubahan Anggaran
Dasar Perseroan Komanditer CV. Jaya Bersama dapat disimpulkan
telah terjadi perubahan dengan masuknya pesero baru dan perubahan kedudukan
pesero aktif dengan jabatan Direktur adalah Saleh Irsad Abadi.
Menimbang,
bahwa bukti surat Tergugat II yang merupakan akta otentik masing-masing bukti
surat bertanda T.II-3 berupa foto copy Akta Perjanjian Kredit Dengan Memakai Jaminan
tanggal 02 Maret 2007 Nomor: 06, bukti bertanda T.II-4 berupa Akta Pengakuan Hutang
tanggal 02 Maret 2007 Nomor: 07, bukti bertanda T.II-7 berupa Foto copy Akta Perjanjian
Kredit Dengan Memakai Jaminan tanggal 18 Maret 2008 Nomor: 44, bukti bertanda T.II-8 berupa foto copy Akta Pengakuan Hutang
tanggal 18 Maret 2008 Nomor: 45, bukti bertanda T.II–9 berupa foto copy
Sertipikat Hak Tanggungan Nomor: 01881/2008, tanggal 28 April 2008, bukti
bertanda T.II-10 berupa foto copy Sertipikat Hak Milik No. 330 Desa Kedungwringin atas nama Doktorandus Taat
Budiarto, serta bukti bertanda T.II-11berupa foto copy Sertipikat Hak Milik No.
00445 Desa Kedungwringin atas nama Doktorandus Taat Budiarto, yang bersesuaian
pula dengan bukti Tergugat II yang lain, dapat disimpulkan bahwa kedua tanah milik Penggugat adalah jaminan
terhadap perjanjian kredit antara Penggugat
selaku Direktur untuk dan atas nama Perseroan Komanditer CV. Jaya Bersama
sebagai debitur dan Tergugat II selaku kreditur.
Menimbang,
bahwa dalam akta-akta tersebut baik akta Perjanjian Kredit maupun Akta
Pengakuan Hutang juga dijelaskan anggaran dasar yang ditunjuk adalah
sebagaimana dimuat dalam akta Pendirian Perseroan Komanditer CV. Jaya Bersama
tertanggal 09-02-2006 (vide bukti P-4). Secara jelas disebutkan dalam Akta Perjanjian
Kredit dengan Jaminan tanggal 02 Maret 2007 Nomor 6 (bukti T.II-3) Pasal 20, dan Akta Perjanjian Kredit
dengan Jaminan tanggal 18 Maret 2008 Nomor 44 (bukti T.II-7) dalam Pasal 15,
yang kedua Pasal tersebut menentukan Pihak Pertama (debitur) menyatakan dan
menjamin pada saat ditandatanganinya perjanjian
semua Anggaran Dasar sebagaimana
termaksud dalam awal akta adalah benar dan valid.
Menimbang,
bahwa oleh karena itu secara hukum akta Pendirian Perseroan Komanditer CV. Jaya
Bersama tertanggal 09 Pebruari 2006 Nomor 7 adalah sebagai anggaran dasar yang
sah dan mengikat bagi para pihak dalam perjanjian kredit, yaitu Penggugat
dan Tergugat II termasuk juga Tergugat I yang ikut memberikan tanda tangan dalam
akta, serta pihak ketiga. Atau dengan kata lain dalil Penggugat yang menyatakan
telah terjadi perubahan direktur sebelum diadakannya perjanjian kredit (bukti
P-5) hanya mengikat para pihak dalam perseroan, yaitu Penggugat dan Tergugat I serta
Ny. Sutini selaku pesero komanditer.
Menimbang,
bahwa seharusnya Penggugat mengakui dan memberlakukan atau mematuhi perubahan
anggaran dasar perseroan yang sudah dibuatnya dan dilakukan sejak akan
diadakannya perjanjian kredit, bukan setelah Perseroan Komanditer CV. Jaya
Bersama menerima fasilitas kredit dari Tergugat II. Berdasarkan pertimbangan
tersebut maka bukti surat Penggugat bertanda P-5 patut untuk dikesampingkan.
Menimbang,
bahwa berdasarkan bukti surat Tergugat III bertanda T.III-6, T.III-7, T.III-10
dan T.III-11 serta telah diakui pula oleh Penggugat dalam dalil gugatannya,
dapat diperoleh fakta bahwa benar terhadap jaminan kredit berupa tanah
Sertifikat Hak Milik No. 330 Surat Ukur/Gambar Situasi Tgl. 12 Juni 1996 No.
4359/1996 luas 276 M² dan Sertifikat Hak Milik No. 00445 Surat Ukur Tgl. 19
Pebruari 1999 No. 0003337/KEDUNGWRINGIN/1999 luas 230 M² keduanya
terletak di Desa
Kedungwringin, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama
pemegang hak Doktorandus Taat Budiarto akan dijual lelang dengan harga limit
Rp. 199.000.000,- (seratus sembilan puluh sembilan juta rupiah) dan harga limit
tersebut ditetapkan oleh Tergugat II selaku pemegang hak jaminan.
Menimbang,
bahwa dalam dalil gugatan Penggugat angka 2 menyatakan penentuan harga limit
tersebut tanpa pemberitahuan kepada Penggugat. Penggugat mendalilkan seharusnya
sesuai dengan surat keterangan harga tanah dari Kepala Desa Kedungwringin, Kec.
Patikraja, Kab.Banyumas No. 277/IV/2013 tanggal 12 April 2012 yang menyebutkan harga tanah per M² Rp. 800.000,-
dan bangunan per M² Rp. 1.000.000,-.
Menimbang,
bahwa terhadap penentuan harga limit lelang yang ditetapkan dipertimbangkan
sebagai berikut.
Menimbang,
bahwa yang dimaksud dengan harga limit (reserve price) pada Pasal 1 Angka 26
Penjelasan Umum Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang menyebutkan
Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang
dan ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang.
Menimbang,
berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2) Permenkeu tersebut penetapan harga limit menjadi tanggung jawab
penjual/pemilik barang. Sedangkan penjual/pemilik barang dalam
lelang ini adalah Tergugat
II yang bertindak untuk dan atas
nama Penggugat sebagai pemberi hak tanggungan.
Menimbang,
bahwa berdasarkan ketentuan tersebut dan ketentuan Pasal
36 Permenkeu tersebut maka Tergugat II yang bertindak untuk dan atas
nama pemberi hak tanggungan bertanggung jawab
untuk menetapkan harga limit, baik dengan
penilaian oleh Penilai atau penaksiran oleh Tim Penaksir yang berasal
dari instansi atau perusahan penjual. Sehingga
meskipun Penggugat tidak dimintai
keteranggan dalam menentukan harga limit adalah tidak bertentangan dengan
ketentuan yang yang berlaku.
Menimbang,
bahwa dari bukti yang diajukan Penggugat tidak ada satupun yang dapat membuktikan adanya perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh Para
Tergugat dalam penentuan harga limit obyek sengketa, sedangkan dari bukti
surat yang diajukan para Tergugat telah cukup membuktikan bantahannya. Oleh karena
itu Majelis berpendapat Penggugat tidak dapat membuktikan dalil gugatannya menyangkut
penentuan harga limit lelang.
Menimbang,
bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut diatas maka Majelis berpendapat tidak ada
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III dan
Penggugat tidak dapat membuktikan seluruh dalil gugatannya, sebaliknya Para Tergugat telah berhasil membuktikan
dalil-dalil sangkalannya, sehingga gugatan Penggugat haruslah ditolak.
Menimbang,
bahwa karena gugatan ditolak maka Penggugat dihukum untuk membayar biaya yang
timbul dalam perkara ini, yang besarnya akan disebutkan dalam amar putusan.
Memperhatikan
pasal-pasal dalam HIR dan KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah,
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang, serta ketentuan lain yang bersangkutan dalam perkara ini.
PUTUSANNYA
Dalam
Provisi: Menolak tuntutan provisi Penggugat
Dalam
Eksepsi: Menyatakan eksepsi Tergugat III tidak dapat diterima
Dalam
Pokok Perkara:
1. Menolak
gugatan Penggugat untuk seluruhnyA
2. Menghukum
Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang sampai
putusan ini ditaksir sebesar Rp. 721.000,- (tujuh ratus dua puluh satu ribu rupiah).
KAJIAN TEORETIS
Pengertian Perbuatan Melawan hukum
R.
Wirjono Projodikoro mengartikan kata onrechtmatigedaad sebagai perbuatan
melanggar hukum. Menurutnya perkataan “perbuatan” dalam rangkaian kata-kata
“perbuatan melanggar hukum” dapat diartikan positif melainkan juga negatif,
yaitu meliputi juga hal yang orang dengan berdiam diri saja dapat dikatakan
melanggar hukum karena menurut hukum seharusnya orang itu bertindak. Perbuatan
negatif yang dimaksudkan bersifat “aktif” yaitu orang yang diam saja, baru
dapat dikatakan melakukan perbuatan hukum, kalau ia sadar, bahwa ia dengan diam
saja adalah melanggar hukum. Maka yang bergerak bukan tubuhnya seseorang itu,
melainkan pikiran dan perasaannya. Jadi unsur bergerak dari pengertian
“perbuatan” kini pun ada. Perkataan “melanggar” dalam rangkaian kata-kata “perbuatan
melanggar hukum” yang dimaksud bersifat aktif, maka menurut beliau perkataan
yang paling tepat untuk menerjemahkanonrechtmatigedaad ialah perbuatan
melanggar hukum karena istilah perbuatan melanggar hukum menurut Wirjono
Prodjodikoro ditujukan kepada hukum yang pada umumnya berlaku di Indonesia dan
yang sebagian terbesar merupakan hukum adat.
Menurut
Sudargo Gautama istilah perbuatan melawan hukum telah lama memusingkan para
ahli hukum yang harus mempergunakan undang-undang. Dalam hukum Barat, pengertian
perbuatan melawan hukum semakin lama memperlihatkan sifat semakin meluas.
Semakin banyak perbuatan-perbuatan yang dahulu tidak termasuk “melawan hukum”
sekarang termasuk istilah itu. Indonesia telah menganut pengertian perbuatan
melawan hukum dalam arti yang luas. Hal ini dapat dilihat pada putusan Mahkamah
Agung RI No. 3191 K/Pdt./1984 tentang kasus Masudiati v I Gusti Lanang Rejeg.
Mahkamah Agung memutuskan mengabulkan gugatan Penggugat dan menyatakan Tergugat
telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan pertimbangan bahwa Tergugat
telah melanggar norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat sehingga
menimbulkan kerugian terhadap diri Penggugat.
Kriteria Perbuatan Melawan Hukum
1. Perbuatan
Melawan Hukum
Perbuatan
yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan
hukum ini diartikan dalam arti yang seluas-luasnya, yakni meliputi hal-hal
sebagai berikut:
·
Perbuatan yang melanggar undang-undang
yang berlaku;
·
Yang melanggar hak orang lain yang
dijamin oleh hukum si pelaku;
·
Perbuatan yang bertentangan dengan
kewajiban hukum si pelaku;
·
Perbuatan yang bertentangan dengan
kesusilaan (geode zeden);
·
Perbuatan yang bertentangan dengan sikap
yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain
(indruist tegen de zorgvuldigheid, welke in het maatschappelijk verkeer betaamt
ten aanzeinvan ander person of goed).
2. Adanya
Kesalahan dari Pihak Pelaku
Agar
dapat dikenakan Pasal 1365 KUHPerdt. tentang Perbuatan Melawan Hukum,
undang-undang dan yurisprudensi mensyaratkan agar pada pelaku haruslah
mengandung unsur kesalahan (schuldement) dalam melaksanakan perbuatan tersebut.
Dengan dicantumkannya syarat kesalahan dalam Pasal 1365 KUHPerdt, pembuat
undang-undang berkehendak menekankan bahwa pelaku perbuatan melawan hukum, hanyalah
bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkannya apabila perbuatan tersebut
dapat dipersalahkan padanya. Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung
unsur kesalahan sehingga dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
o
Ada unsur kesengajaan;
o
Ada unsur kelalaian (negligence, culpa);
o
Tidak ada alasan pembenar atau alasan
pemaaf (rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak
waras, dan lain-lain.
o
Adanya Kerugian Bagi Korban
Adanya
kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan
Pasal 1365 KUHPerdt. dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena
wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materil, maka kerugian karena
perbuatan melawan hukum di samping kerugian materil, yurisprudensi juga
mengakui konsep kerugian immaterial yang juga akan dinilai dengan uang.
3. Adanya
Hubungan Kausal Antara Perbuatan Dengan Kerugian
Hubungan
kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi juga merupakan
syarat dari suatu perbuatan melawan hukum. Untuk hubungan sebab akibat ada 3
macam teori, yaitu:
a. Teori
Hubungan Faktual yaitu Hubungan sebab akibat secara factual (causation in fact)
hanyalah merupakan masalah “fakta” atau apa yang secara factual telah terjadi.
Setiap penyebab yang mengakibatkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab
secara faktual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa
penyebabnya.
b. Teori
Penyebab Kira-Kira yaitu Teori ini bertujuan agar lebih praktis dan agar
tercapainya elemen kepastian hukum dan hukum yang lebih adil, maka
diciptakanlah konsep proximate cause atau sebab kira-kira.
c. Teori
adequate veroorzaking yaitu Perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal
sepatutnya dapat diharapkan menimbulkan akibat, dalam hal ini akibatnya adalah
kerugian. Jadi, antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan
langsung (hubungan sebab akibat).
d. teori
sebab akibat dalam ilmu sosial yaitu ada 3 macam teori sebab akibat:
§ Causal
mechanism, Teori ini menyatakan bahwa meskipun disertai dengan serangkaian
peristiwa, namun peristiwa yang disyaratkan dalam teori ini haruslah berada
dalam suatu keteraturan yang pasti, yang berada dalam satu rangkaian yang dapat
diperkirakan sebelumnya.
§ nductive
regularity, inilah yang akan menentukan ada tidaknya hubungan causal atau sebab
akibat.
§ Necessary
dan sufficient conditions, Dengan mengetahui Necessary dan sufficient
conditions ini orang akan lebih mudah memahami apakah memang suatu akibat
adalah karena sebab tertentu, apakah sebab yang dikemukakan tersebut hanyalah
semata-mata pencetus atau sesuatu sebab yang mempermudah atau mempercepat
terjadinya akibat tersebut, dan bukan merupakan sebab pokok kenapa suatu akibat
tertentu dapat terjadi.
Teori Relativitas (Schutznormtheorie)
Dalam Perbuatan Melawan Hukum
Teori
relativitas berasal dari hukum Jerman yang dibawa ke negeri Belanda oleh Gelein
Vitringa. Kata “schutz” secara harafiah berarti “perlindungan”, sehingga dengan
istilah “schutznorm” secara harafiah berarti “norma perlindungan”. Teori
relativitas atau schutznormtheorie merupakan pembatasan dari ajaran yang luas
dari perbuatan yang melawan hukum. Schutznormtheorie mengajarkan, bahwa
perbuatan yang bertentangan dengan kaidah hukum dan karenanya adalah melawan
hukum, akan menyebabkan si pelaku dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian
yang disebabkan oleh perbuatan tersebut, bilamana norma yang dilanggar itu
dimaksudkan untuk melindungi penderita.
Penerapan
schutznormtheorie sebenarnya dalam kasus-kasus tertentu sangat bermanfaat
karena alasan-alasan sebagai berikut:
ü Agar
tanggung gugat berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdt. tidak diperluas secara tidak
wajar;
ü Untuk
menghindari pemberian ganti rugi terhadap kasus di mana hubungan antara
perbuatan dengan ganti rugi hanya bersifat normatif atau kebetulan saja;
ü Untuk
memperkuat berlakunya unsur “dapat dibayangkan” (forseeability) terhadap
hubungan sebab akibat yang bersifat kira-kira (proximate causation).
HASIL
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 29/PDT.G/2013/PN.PWT
Dalam Provisi:
Penggugat
dalam gugatannya telah mengajukan tuntutan provisi untuk itu Majelis Hakim akan
mempertimbangkan terlebih dahulu tuntutan provisi tersebut. Berdasarkan pasal
180 HIR, putusan provisi (provisionele beschikking) adalah keputusan yang
bersifat sementara atau tindakan sangat mendesak dan perlu dengan maksud jangan
sampai timbul kerugian yang sangat besar tanpa harus menunggu sampai putusan akhir mengenai pokok pekara
dijatuhkan. Sehingga putusan provisi tidak boleh mengenai materi pokok perkara.
Setelah
membaca jawaban para Tergugat dan keterangan para pihak dapat disimpulkan bahwa
lelang eksekusi yang dilakukan oleh Tergugat III atas permohonan Tergugat II
merupakan lelang eksekusi atas hak tanggungan karena debitur telah melakukan
wanprestasi dan dibatalkan atau tidaknya lelang ataupun sah tidaknya lelang
merupakan materi yang harus dibuktikan dalam pokok perkara. Oleh karena itu
tidak ada alasan yang mendesak dan
urgent untuk melakukan tindakan pendahuluan yang menjadi dasar untuk
mengabulkan tuntutan Penggugat, maka tuntutan Provisi Penggugat patut untuk
ditolak.
Dalam Eksepsi:
Dalam
gugatannya Penggugat menyatakan adalah pemilik obyek sengketa dan lelang yang
dilaksanakan Tergugat III tidak sah/cacat hukum serta menyatakan Tergugat III
telah melakukan perbuatan melawan hukum tetapi dalam positanya tidak dijelaskan
peristiwa/aturan/ketentuan hukum mana yang dilanggar oleh Tergugat III. Oleh
karenanya petitum gugatan Penggugat tidak didukung oleh fundamentum petendi
yang jelas. Kemudian obyek sengketa tidak disebutkan batas-batas tanah, nomor
sertifikat dan luas tanah berbeda dengan dokumen yang dikuasai oleh Tergugat
III.
Oleh
karena itu materi eksepsi yang dikenal dalam hukum acara perdata terbatas
mengenai kewenangan mengadili sebagaimana diuraikan dalam pasal 133 HIR. Materi eksepsi Tergugat III adalah diluar ketentuan
tersebut. Oleh karena itu berdasarkan pasal 136 HIR, Eksepsi Tergugat III harus
dikesampingkan dan dinyatakan tidak dapat diterima.
Dalam Pokok Perkara:
Karena
gugatan Penggugat telah dibantah oleh Para Tergugat maka berdasarkan ketentuan pasal 163 HIR (vide
pasal 1865 KUHPerdata), yang menyebutkan “barangsiapa mengaku mempunyai suatu
hak, atau menyebutkan suatu kejadian untuk
meneguhkan hak itu atau untuk membantah hak orang lain, harus
membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu”, maka Penggugat dibebankan
untuk membuktikan dalil gugatannya tersebut, demikian juga Para Tergugat
dibebani untuk membuktikan bantahannya.
Berdasarkan
fakta-fakta putusan ini dapat disimpulkan obyek tanah yang berkaitan dengan
para pihak dalam perkara ini adalah adalah benar tanah sebagaimana tercatat
dalam Sertifikat Hak Milik No. 330 Surat Ukur/Gambar Situasi Tgl. 12 Juni 1996
No. 4359/1996 luas 276 M² terletak di
Desa Kedungwringin, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama pemegang
hak Doktorandus Taat Budiarto dan tanah sebagaimana tercatat dalam
Sertifikat Hak Milik No. 00445 Surat
Ukur Tgl. 19 Pebruari 1999 No. 0003337/KEDUNGWRINGIN/1999 luas 230 M² terletak di Desa Kedungwringin,
Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas
atas nama pemegang hak Doktorandus Taat Budiarto.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut dan dengan mempertimbangkan pula asas peradilan yang
cepat dan sederhana saya berpendapat gugatan penggugat yang kurang
mencantumkan salah satu nomor sertifikat hak milik dan sudah diperbaiki
dalam repliknya serta tidak mengubah pokok gugatan tidak menyebabkan kaburnya
gugatan penggugat.
Yang
dimaksud dengan harga limit (reserve price) pada Pasal 1 Angka 26 Penjelasan
Umum Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menyebutkan Nilai
Limit adalah harga minimal barang yang
akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang. Dan berdasarkan
ketentuan Pasal 35 ayat (2) Permenkeu penetapan harga limit menjadi tanggung jawab penjual/pemilik
barang. Sedangkan penjual/pemilik barang
dalam lelang ini adalah Tergugat
II yang bertindak untuk dan atas nama Penggugat sebagai pemberi hak tanggungan.
Maka
berdasarkan ketentuan tersebut dan ketentuan Pasal 36 Permenkeu tersebut maka Tergugat II yang bertindak
untuk dan atas nama pemberi hak tanggungan bertanggung jawab untuk menetapkan
harga limit, baik dengan penilaian oleh Penilai atau penaksiran oleh Tim
Penaksir yang berasal dari instansi atau perusahan penjual. Sehingga meskipun Penggugat tidak dimintai keteranggan dalam menentukan harga limit
adalah tidak bertentangan dengan ketentuan yang yang berlaku.
Berdasarkan
seluruh uraian pertimbangan tersebut diatas maka saya berpendapat tidak ada
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III,
sehingga gugatan Penggugat haruslah ditolak. Karena gugatan ditolak maka
Penggugat dihukum untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini, yang
besarnya akan disebutkan dalam amar putusan. Maka putusan yang diambil oleh
mejelis hakim berdasarkan bukti yang ada sangatlah adil.